Mengejar Lailatul Qadr

Senin, 19 Juni 2017 - 06:00 WIB
Mengejar Lailatul Qadr
Mengejar Lailatul Qadr
A A A
Di bulan Ramadan, ada malam-malam yang disebut malam-malam i’tikaf . Malam-malam dimana Rasulullah SAW, yang kita kenal sebagai seseorang yang sudah luar biasa malam-malamnya, tapi makin hebat lagi di sepuluh malam terakhir. Saya betul-betul mengingatkan diri saya dan Saudara semua untuk bersiap-siap agar pada saat nanti sepuluh malam terakhir Allah mengizinkan kita untuk mengorbankan malam kita untuk Allah SWT.

Coba kita lihat bagaimana malam kita. Misalnya Saudara tidur jam 10, jam berapa biasanya Saudara bangun? Jam 7 atau jam 9 ya? Apalagi, kalau libur. Subhanallah.... lihat, bahkan kita tidak mau memberikan malam kita untuk Allah SWT. Apa kata Allah?

"Bagi dong malamnya. Jangan semuanya buat ente. Masa semua malam buat ente? Aku yang punya malam ga dibagi?"

Di hari biasa, kita tidur jam 10 lalu bangun jam 5. Ini aja udah ga boleh. Kenapa ga boleh? Masa malamnya ente ambil semua. Bagi dong buat Allah.

"Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)," QS. Al-Muzzammil [72] : 2

Qumillaila illaa qaliila, bangunlah walau cuma sedikit. Syukur-syukur Saudara bisa bagi dua. Setengah untuk Saudara tidur, setengah untuk Saudara bangun.

Sekarang Saudara bayangkan, Saudara menghadiahkan malam Saudara bukan cuma setengah, tapi semalam suntuk, Saudara mengalah untuk Allah. Hebat, hebat, hebat sekali. Lihat perbandingannya. Normalnya rata-rata orang Indonesia tidur dari jam 10 malam sampai jam 5 pagi.

Di hari biasa, kita bisa bagi separo malamnya buat Allah itu udah top banget. Nah, di bulan puasa, di sepuluh malam terakhir, Masya Allah, Saudara korbankan untuk Allah semua malam ini. Saudara niat dah tuh i’tikaf sepuluh malam terakhir. Saya doain semoga Saudara bukan cuma i’tikaf di masjid-masjid besar di daerah Saudara semua, tapi saya doakan saudara bisa i’tikaf di Masjidil Haram.

Waduh, kalau i’tikafnya di sana, udah ga ada ngantuknya deh! Saya doain Saudara bisa i’tikaf di samping makamnya Rasul, di Masjid Nabawi. Tapi, prestasi i’tikaf di sininya perbaiki dulu. Kalau ga diperbaiki, ga dipanggil sama Bos.

Kalau Saudara prestasinya bagus di kantor, kan dipanggil sama bos. Begitu juga Allah SWT. Saudara khatamkan Qur’an, tiba-tiba Saudara dipanggil Allah SWT ke Tanah Suci. Saudara diberikan hak untuk berangkat haji atau umrah. Lalu Saudara mengulang kebiasaan Saudara, yaitu mengkhatamkan Qur’an, bukan di kamar Saudara, tapi di kamarnya Ismail, di Hijr Ismail, Masya Allah. (Sumber : www.pppa.or.id )
(bbk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4537 seconds (0.1#10.140)