Kisah Nabi Muhammad SAW Menerima Wahyu Pertama

Jum'at, 01 Juni 2018 - 16:00 WIB
Kisah Nabi Muhammad SAW Menerima Wahyu Pertama
Kisah Nabi Muhammad SAW Menerima Wahyu Pertama
A A A
Gua Hira di puncak Jabal Nur, Makkah, menjadi tempat bersejarah bagi umat Islam. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (SAW) menerima wahyu pertama kali dari Allah Swt di gua tersebut melalui Malaikat Jibril alaihisslam (AS).

Turunnya wahyu pertama Alquran menandai dimulainya periode kenabian (Nubuwwah). Saat wahyu pertama ini diturunkan, Nabi Muhammad SAW sedang berada di Gua Hira, tiba-tiba Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu tersebut. Adapun mengenai waktu atau tanggal tepatnya kejadian tersebut, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama.

Sebagian menyakini peristiwa itu terjadi pada bulan Rabiul Awal pada tanggal 8 atau 18 (tanggal 18 berdasarkan riwayat Ibnu Umar). Sebagian lainnya pada bulan Rajab pada tanggal 17 atau 27 menurut riwayat Abu Hurairah. Dan lainnya adalah pada bulan Ramadhan pada tanggal 17 (Al-Bara' bin Azib) ,21 (Syekh Al-Mubarakfuriy) dan 24 (Aisyah, Jabir dan Watsilah bin Asqo').

Dalam shahih Al-Bukhari diceritakan, dari Aisyah (ummul mu’minin), bahwa beliau berkata: “Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW adalah dengan mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih Gua Hira dan bertahannuts yaitu ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali.

Kemudian Beliau menemui Khadijah RA mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datanglah Al-Haq saat Beliau di Gua Hira, Malaikat Jibril datang seraya berkata: “Iqra' (Bacalah)?” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”.

Dalam hadis itu, Nabi SAW menjelaskan: “Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”.

Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah).”

Nabi SAW kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah dan ketakutan. Beliau menemui istri tersintanya Khadijah binti Khawailidh seraya berkata: “Selimuti aku, selimuti aku!”. Tanpa bertanya, Khadijah pun menyelimuti Rasulullah hingga hilang ketakutannya.

Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah: “Aku mengkhawatirkan diriku”. Maka Khadijah berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturrahim.”

Khadijah kemudian mengajak Nabi Muhammad untuk bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, putera paman Khadijah, yang beragama Nasrani di masa Jahiliyyah. Dia juga menulis kitab dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta.

Khadijah berkata: “Wahai putra pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putera saudaramu ini”. Waroqoh berkata: “Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami”. Maka Nabi Muhammad SAW menuturkan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata: “Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu”.

Nabi Muhammad SAW bertanya: “Apakah aku akan diusir mereka?” Waroqoh menjawab: “Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku”. Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu.

Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshari bertutur tentang kekosongan wahyu, sebagaimana yang Rasulullah SAW ceritakan: “Ketika sedang berjalan aku mendengar suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang pernah datang kepadaku di Gua Hiro, duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun ketakutan dan pulang, dan berkata: “Selimuti aku. Selimuti aku”.

Maka Allah Ta’ala menurunkan wahyu: (Wahai orang yang berselimut) sampai firman Allah (dan berhala-berhala tinggalkanlah). Sejak saat itulah wahyu terus turun berkesinambungan dan menandai dimulainya peradaban Islam.
Kisah Nabi Muhammad SAW Menerima Wahyu Pertama
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3693 seconds (0.1#10.140)