Idul Fitri dan Introspeksi Diri

Kamis, 14 Juni 2018 - 03:30 WIB
Idul Fitri dan Introspeksi Diri
Idul Fitri dan Introspeksi Diri
A A A
Dede Rosyada
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Umat Islam di seluruh pelosok dunia menjelang berakhirnya Ramadhan masih memperlihatkan gairah sikap keberagamaan yang terjaga. Gairah keberagamaan ini tampak sebagai manifestasi nilai-nilai Ramadhan yang dijalani selama satu bulan. Sebuah nilai yang mewujud dalam laku lampah sehari-hari. Dan kini Idulfitri menjemput.

Puasa adalah ibadah spesial. Oleh sebab itu melalui Rasul-Nya, Tuhan menegaskan bahwa seluruh amal dan karya ibadah umat manusia adalah untuk mereka, kecuali puasa. Ibadah puasa umat muslimin itu adalah untuk Aku, dan hanya Aku lah yang bisa mengukur imbalan pahalanya.

Bersamaan dengan itu pula, ibadah puasa juga sangat spesial, dan Tuhan pun menggunakan kata al shiyam, ketika menyampaikan perintah-Nya itu. Artinya, umat Islam diperintahkan tidak hanya melaksanakan ibadah puasa dengan baik, tapi juga mentransformasi-kan nilai-nilai spiritual puasa pada aspek kehidupan profesi dan social, sehingga mencapai ketakwaan yang holistik dan sempurna.

Setidaknya ada dua nilai spiritual yang amat berharga dari ibadah puasa, untuk ditransformasikan pada kehidupan profesi dan sosial, yaitu integritas, dan persaudaraan universal. Keduanya amat berharga untuk pembangunan bangsa saat ini.

Integritas
Ibadah puasa dikerjakan oleh setiap muslim karena diperintah oleh Tuhan, dikerjakan dalam pengawasan Tuhan, dan didedikasikan hanya untuk mendapatkan ridho-Nya. Dalam rentang waktu 14 jam berpuasa, selalu ada kesempatan untuk merusak ibadah tersebut, tapi kita mampu menjaga itu semua. Berbagai godaan yang akan membatalkan puasa selalu ada, godaan yang akan mengurangi nilai ibadah puasa, selalu datang menghampiri.Bahkan terakhir godaan datang dari dalam diri sendiri, dengan keinginan hawa nafsu untuk mendapat penilaian positif dari orang lain. Tapi kita mampu menahan semua godaan tersebut, hanya karena Allah SWT.Pada titik inilah nilai spiritual ibadah puasa amat berharga dan diperintahkan Tuhan untuk ditansformasikan pada pekerjaan profesi dan kegiatan sosial.Sebagai profesional, setiap manusia, selalu bekerja agar berprestasi yang diukur dengan capaian target kinerja, sehingga tunjangannya naik dan promosi jabatan terbuka. Jika ada di antara umat Islam memiliki frame of thinking seperti ini, maka mereka akan merugi karena reward dunia akan diperoleh sesuai capaiannya, tetapi secara eskatologis dia tidak memperoleh apa-apa.
Oleh sebab itu, Tuhan memerintahkan untuk spiritualisasi profesi, yakni bekerja dari Tuhan, bersama Tuhan dan untuk Tuhan. Sistem berfikir seperti ini pulalah yang akan menjadikan pekerjaan profesi dan sosial bernilai spiritual, bahkan dapat menjauhkan negara dan bangsa ini dari gratifikasi, korupsi, tidak berdisiplin, dan sebaliknya akan mendorong kreativitas serta inovasi. Hal itu karena Tuhan itu selalu ada di hati mereka, mendorong mereka berkarya serius, dan mengontrol berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi.

Persaudaraan Universal
Dalam menyempurnakan ibadah puasa, umat Islam diperintahkan untuk berbagi, baik dalam konteks berbuka maupun pembayaran zakat fitrah sebagai wujud cinta kasih dalam bingkai persaudaraan. Berbagi sangat penting dalam Islam, dan Tuhan menjadikannya sebagai kualifikasi keimanan seseorang. Bahkan untuk zakat fitrah, boleh didistribusikan pada masyarakat non-muslim yang tidak mampu.

Nilai agung Ramadhan ini diperintahkan Tuhan untuk ditransformasikan pada kehiduan berbangsa dan bernegara, bahwa sesama seagama harus saling kasih, tidak boleh saling membenci, apalagi menakut-nakuti, mengancam dan bahkan membunuh tanpa alasan hukum. Islam adalah agama kasih bukan agama permusuhan. Dalam ajaran Islam “seluruh umat Islam adalah saudara, dan belum beriman seseorang sebelum mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”.

Demikian pula dengan saudara-saudara yang tidak segama, harus saling kasih dan saling melindungi satu sama lain, karena semua umat manusia terlahir dari leluhur yang sama. Dengan demikian, mengembangkan persatuan dan kesatuan, tanpa memperhatikan perbedaan agama, etnik dan budaya yang menjadi modal dasar pembangunan adalah perintah Tuhan.

Pada akhirnya, momentum Idul Fitri ini menjadi sangat penting untuk introspeksi diri dalam rangka kembali pada asal kejadiaan manusia, yakni mengabdi hanya kepada Tuhan, baik melalui ibadah ritual, profesional maupun sosial, serta mengembangkan persatuan dan kesatuan yang keduanya menjadi modal dasar dalam pemajuan bangsa ke depan.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4484 seconds (0.1#10.140)