Palestina, Sultan Hamid II dan Doa Umat Islam

Jum'at, 10 Mei 2019 - 16:10 WIB
Palestina, Sultan Hamid II dan Doa Umat Islam
Palestina, Sultan Hamid II dan Doa Umat Islam
A A A
Ustaz Miftah el-Banjary Pakar Ilmu Linguistik Arab & Tafsir Alquran
Lulusan Institute of Arab Studies Cairo-Mesir


Berawal dari mimpi seorang jurnalis berkebangsaan Yahudi; Theodore Herzl yang ingin mendirikan negara Israel Raya, dia menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Der Judenstaat” (Negara Yahudi) pada tahun 1896 M.

Sejak saat itulah terbentuk sebuah gerakan Zionisme yang bercita-cita mendirikan kembali kerajaan Yahudi. Di dalam buku itu Herzl menuliskan bahwa jika orang Yahudi ingin mencapai lagi kejayaan bangsa Yahudi, maka mereka harus mendirikan sebuah negara Israel Raya di Palestina. (Baca Juga: Puasa Ramadhan dan Solusi Gerakan Kejujuran Nasional)

Adapun syarat berdirinya negara Israel itu -menurut mereka- mereka harus menghimpun dan mengumpulkan seluruh orang-orang Yahudi dari berbagai negara untuk berkumpul di satu tanah yang mereka sebut “Promised Land” atau “Tanah yang Dijanjikan Tuhan” untuk bangsa Yahudi.

Mulai berdatanganlah orang-orang Yahudi dari berbagai diaspora negara-negara Eropa untuk menduduki dan menguasai wilayah tanah Palestina yang telah dibebaskan oleh kaum muslimin sejak 400 tahun yang lalu.

Namun, kekhalifahan Turki Utsmani telah mengeluarkan dekrit yang melarang didirikannya permukiman permanen Yahudi di Palestina, sekaligus menolak izin perpindahan bangsa Yahudi ke Palestina sejak tahun 1882. Tentu saja, hal itu menjadi batu sandungan bagi gerakan Zionisme mewujudkan ambisinya.

Melalui tokoh-tokohnya Yahudi melakukan berbagai upaya. Pada tahun 1902 M, Theodore mengirimkan delegasi kepada Sultan Hamid II; sultan ke-34 dari kekhalifahan Turki Utsmani sebagai penguasa Palestina ketika itu untuk membujuk dan melobi sang Sultan agar menjual tanah kepemilikan Palestina kepada orang-orang Yahudi atau minimal mengizinkan bagi imigran bangsa Yahudi masuk ke wilayah Palestina.

Theodero mengutus seorang pendeta Yahudi bernama Muosyeh Levi untuk menawarkan sejumlah kesepakatan. Ada 5 penawaran yang ditawarkan oleh orang Yahudi kepada Sultan Hamid II, yaitu:
1) Memberikan hadiah uang sebanyak 150 juta Poundsterling kepada Sultan secara pribadi.
2) Melunasi utang-utang kesultanan Turki Ustmani sebanyak 33 juta Poudsterling.
3) Memberikan pinjaman tanpa bunga sebanyak 35 juta Poundsterling terhadap kesultanan Turki Utsmani.
4) Membangun kapal induk untuk menjaga pertahanan kesultanan yang bernilai 120 juta Frank.
5) Membangunkan Universitas Utsmani di Palestina.

Namun, semua tawaran itu ditolak. Lantas apa jawaban oleh Sultan Hamid II yang menomental itu? “Palestina bukan milikku. Palestina bukan milik kesultanan Ottoman. Palestina milik umat Islam. Palestina direbut dengan darah dan air mata. Umat Islam telah mengorbankan nyawa dalam mempertahankannya. Saya tidak akan melepaskan Palestina meski sejengkal pun. Hendaknya orang-orang Yahudi menyimpan uangnya.

Jika suatu saat kekhilafahan Turki Utsmani runtuh, kemungkinan besar mereka akan mampu menguasai Palestina secara gratis. Namun, selama aku masih hidup, meski terpotong-potong tubuhku, lebih ringan daripada aku harus lepaskan Palestina dari kesultananku.”

Sejak itulah, perlawanan Israel ditujukan untuk melemahkan kesultanan Turki Utsmani hingga akhirnya runtuh pada tahun 1924 M. Tak lama kemudian, pada tahun 1948, resmilah berdiri Negara Israel Raya di Palestina.

Meskipun negara Israel keberadaannya tidak diakui oleh negara Palestina sebagai sebuah negara, namun akibat kekuatan persenjataan dan hegemoni politik Barat membuat warga Palestina menjadi tertindas di tanah buminya yang sah. Mereka menjadi terjajah oleh penjajah baru yang ingin mendirikan sebuah negara diatas negara yang sudah berdiri sejak lama.

Hari ini, di tengah umat muslim dunia tengah berpuasa, umat muslim di Palestina kembali menghadapi ujian gempuran brutal dari Israel yang seakan tak pernah puas memuntahkan isi amunisi persenjataan mereka terhadap warga sipil penduduk setempat demi ambisi mereka mendirikan Negara Israel Raya.

Seluruh media-media mainstream dunia bungkam atas segala tindakan kejahatan dan kebiadaban Israel itu. Mereka tutup mata atas genangan darah yang tumpah mengalir di atas kota suci itu, meski ada jutaan anak dan warga muslim yang menjadi korban akibat serangan itu. Sedangkan jika hanya ada puluhan atau ratusan orang non-muslim yang menjadi korban dari dugaan pelaku terorisme mereka gaungkan ke seluruh penjuru dunia.

Kita memang tak memiliki kuasa untuk mengubah keadaan, tapi kita masih memiliki keyakinan bahwa ada kuasa Allah untuk mendatangkan pertolongan dan kemenangan. Justru, di saat kita diam, kita khawatir terhadap sabda Nabi Saw: “Barangsiapa yang tidak perduli terhadap keadaan kaum muslimin, dia bukan dari golonganku!”

Duka saudara kita di Palestina juga seharusnya menjadi duka kita umat Islam di seluruh dunia. Meski tanpa daya upaya untuk memberikan bantuan pertolongan, namun kita masih memiliki dua tangan untuk mengangkat seraya berdo’a.

Allahummanshur Islam fi Falestîn, allahummanshur ikhwaana fi Falestîn
! Ya Allah berilah kemenangan Islam di Palestina, ya Allah berilah bantulah saudara-saudara kami di Palestina. Amin ya Rabb alamien.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4328 seconds (0.1#10.140)