Islam Mengajarkan untuk Tidak Mencari-cari Kesalahan Orang Lain

Sabtu, 25 Mei 2019 - 03:36 WIB
Islam Mengajarkan untuk Tidak Mencari-cari Kesalahan Orang Lain
Islam Mengajarkan untuk Tidak Mencari-cari Kesalahan Orang Lain
A A A
Dalam Alqur'an Al-Karim, mencari-cari kesalahan orang lain disebut dengan istilah "tajassasu" (tajassus). Perbuatan ini hampir sama dengan berburuk sangka. Keduanya tergolong sifat tercela yang amat dibenci Allah dan Rasul-Nya.

Sebagaimana firman Allah dalam Alqur’an: "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12).

Ulama besar Yaman, Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad (1634-1720), dalam kitabnya An-Nashoihud Diniyah menjelaskan bahaya dari sifat "tajassasu" tersebut. "Kita dilarang menyelidiki kesalahan orang lain yang tidak jelas. Bahkan hal itu diharamkan. Allah ta’ala berfirman wa laa tajassasuu (Dan jangan kamu mencari-cari kesalahan orang lain)," kata Habib Abdullah Al-Haddad dalam kitab yang disusunnya.

Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa mencari-cari kesalahan saudaranya, maka Allah akan menampakan kejelekannya." (Baca Juga: Adab Berpuasa: Jaga Lidah dari Dusta dan Ghibah)

Umat Islam diwajibkan menyuruh berbuat yang ma'ruf ketika melihat orang-orang meninggalkannya dan menyalahkan orang yang melakukan kemungkaran.

Habib Abdullah Al-Haddad menegaskan bahwa seorang mukmin yang bertaqwa tidak akan berkata sembarangan dan tidak mengatakan selain kebenaran. Setiap muslim wajib berbaik sangka kepada kaum muslimin.

"Banyak orang saling menyampaikan kabar dan mereka menggampangkan hal itu. Yang disukai oleh orang-orang adalah siapa yang cocok dengan keinginan mereka, meskipun tidak lurus kepada Allah. Sedangkan yang tercela menurut mereka adalah yang berbeda dengan mereka, meskipun seorang hamba itu saleh," jelasnya.

Karena itu, setiap mukmin wajib berhati-hati dalam semua urusan. Sebab, zaman ini penuh dengan fitnah dan banyak manusia yang menyimpang dari kebenaran, kecuali yang dikehendaki Allah. (Baca Juga: Inilah 'Penyakit' yang Menimpa Umat Nabi Muhammad dan Obatnya)

Bersikap Lemah Lembut
Ketahuilah bahwa sikap lemah lembut dan menjauhi kekerasan adalah modal besar dalam menerima kebenaran. Hendaklah seorang mukmin bersikap demikian terhadap orang yang disuruh maupun dilarang atau dinasihati diantara.

Berbicaralah kepadanya dengan lunak dan rendah hati, karena sifat lemah lembut itu merupakan kebaikan pada sesuatu. Allah. Sedangkan kekasaran itu adalah kejelekan sebagaimana dikatakan oleh Nabi SAW.

Allah ta’ala berfirman: "Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS Ali-Imran: 159)

Di ayat lain, Allah ta'ala juga berfirman, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka." (QS Ali-Imran: 105)

Ini adalah larangan dari Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman. Umat Islam diminta agar tidak menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih dalam agama. Sebab para ahlu kitab yang berselisih mengenai agama mereka itu mendapat siksa yang besar.

Karena itu setiap mukmin harus berusaha melindungi dirinya dan keluarganya dari siksa api neraka. Selain mengamalkan Alqur’an dan As-Sunnah, berusahalah menjauhi permusuhan dan bersikap lemah lembutlah kepada semua orang.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3048 seconds (0.1#10.140)