Amalan Mabit dan Melempar Jumrah

Jum'at, 09 Agustus 2019 - 09:05 WIB
Amalan Mabit dan Melempar Jumrah
Amalan Mabit dan Melempar Jumrah
A A A
Imam Shamsi Ali
Presiden Nusantara Foundation
Pembimbing haji Nusantara USA

Setelah melempar Jumrah Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, jamaah Haji pada umumnya langsung ke Mekkah untuk melakukan Thawaf dan Sa'i. Thawaf ini adalah Thawaf haji yang dikenal dengan Thawaf Ifadhoh.

Setelah Tawaf dan Sa'i haji, jamaah secara otomatis memasuki situasi Tahallul Tsani. Artinya, tidak ada lagi larangan Ihram yang berlaku. Sang haji telah halal (bebas) dari larangan-larangan Ihram.

Setelah melakukan Thawaf di Masjidil Haram, jamaah diharuskan untuk kembali ke Mina sebelum terbenam matahari sore itu untuk melakukan mabit. Mabit di Mina, sebagaimana melempar Jumrah, adalah bagian dari wajib haji. Artinya, jika tidak dilakukan maka haji diharuskan memotong kambing atau domba.

Mabit di Mina, seperti disebutkan terdahulu, boleh dua malam atau tiga malam. Keduanya disebutkan secara sama dalam Alqur'an .

Selama dua malam (11, 12) atau tiga malam (11, 12, 13) bermalam di tenda-tenda Mina yang memang permanen (ber-AC). Selama 2 hari 2 malam, atau 3 hari 3 malam jamaah akan melakukan salat-salat secara Qashar tanpa jama’.

Pada tanggal 11 Dzulhijjah setelah tergelincir matahri dilakukanlah pelemparan tiga jumatj (shugra, wustha dan Aqabah). Demikian juga pada tanggal 12 Dzlhijjah. Dan tanggal 13 Dzulhijjah bagi nafar tsani.

Memang Rasulullah SAW melakukan pelemparan hari-hari Tasyri’ setelah tergelincir matahari. Tapi karena pada saat itu kemungkinan sangat padat, apalagi Saudi telah mengatur jadwal pelemparan itu, maka sebaiknya dicari saja waktu yang sesuai. Jangan dipaksakan untuk waktu tertentu demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Perlu diingat bahwa beberapa kali peristiwa buruk terjadi di musim haji, terjadinya di Mina ini. Pada tahun 1991 misalnya terjadi peristiwa terowongan yang menegakkan artisan orang. Termasuk banyak dari kalangan jamaah haji Indonesia.

Melempar Jumrah Shugra dan Wustha dapat dilakukan dari arah mana saja. Yang penting batu lemparan hendaknya mengenai tiang (simbol syetan).

Tapi melempar Jumrah Aqabah disunnahkan dari seberang Ka'bah. Artinya melempar ke arah Ka'bah. Sebenarnya hal ini tidak susah karena tempat jatuhnya bebatuan Jumrah Aqabah memang hanya satu sebelah. Sementara tempat jatuhnya batu untuk Shugra dan Wustho mengelilingi tiang.

Sebenarnya ada perbedaan pendapat para ulama tentang sasaran pelemparan ini. Ada yang mengatakan harus kena tiangnya. Dan ini yang mayoritas. Tapi ada pula yang mengatakan yang penting batunya terjatuh ke dalam tempat bebatuan yang disediakan itu.

Demikianlah amalan-amalan mabit dan melempar Jumrah dilakukan selama dua hari bagi nafar awal. Atau tiga hari bagi nafar tsani.

Mana yang lebih baik, nafar awal atau nafar tsani? Jawabannya sama saja. Yang menentukan niat dan cara pelaksanaanya (kesahihannya).

Bagi yang nafar awal harus meninggalkan Mina sebelum terbenam matahari pada tanggal 12 Zuilhijjah sore. Dan yang nafar tsani akan meninggalkan Mina pada tangga 13 Zulhijjah siang atau sore.

Dengan selesainya mabit dan pelemparan Jumrah di Mina selesai pula semua rangkaian ibadah haji. Tinggal satu amalan ritual yang wajib dilakukan oleh jamaah. Yaitu Thawaf Wada’.

Thawaf Wada’ atau Thawaf selamat tinggal adalah aktivitas terakhir yang dilakukan oleh jamaah sebelum meninggalkan tanah haram kembali ke negaranya. Cara melakukannya sama dengan Thawaf yang lain. Hanya saja niatnya adalah untuk Thawaf Wada’ tersebut.

Setelah Thawaf maka tidak ada lagi kegiatan di Tanah Haram. Tinggal baik bus menuju bandara untuk terbang kembali ke negara asal.

Semoga perjalanan haji para hujjaj dimudahkan, dan yang terpenting dikaruniai haji mabrur oleh Allah SWT. Amin.... Bersambung!
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2348 seconds (0.1#10.140)