Inilah Peran Imam Madzhab dalam Menjelaskan Isi Alqur'an

Senin, 16 September 2019 - 09:32 WIB
Inilah Peran Imam Madzhab dalam Menjelaskan Isi Alquran
Inilah Peran Imam Madzhab dalam Menjelaskan Isi Alqur'an
A A A
DR KH Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab & Tafsir Alquran
Alumni Institute of Arab Studies Kairo-Mesir

Menjajaki serta mendalami asal-usul hukum syariat itu tidak semudah membaca buku-buku fiqh terjemahan atau semudah browsing artikel di internet.

Ilmu agama yang mendalam itu tidak didapatkan secara instan dalam semalam hanya bermodalkan laptop atau copy paste dari status di media-media sosial.

Kita perlu mengetahui serta menghargai usaha dan kesungguhan para ulama dalam merumuskannya hingga menjadi ilmu yang mudah dicerna dan diamalkan hingga hari ini.

Sekiranya bukan karena kesungguhan ijtihad para ulama, semisal imam madzhab yang telah mencurahkan pemikiran serta keilmuan mereka hanya untuk memberikan pencerahan kepada umat ini, tentu kita akan kacau menjalankan banyak teori dalam beribadah.

Salah satu contohnya, perdebatan panjang di kalangan empat Imam madzhab populer dalam menguraikan kedudukan posisi satu huruf i'rab dalam Alqur'an . Semisal kedudukan huruf "Ba" pada redaksi kata "Bi ru'usikuum" pada surah Al-Maidah ayat 6 menghasilkan beragam variasi hukum ijtihad.

Perbedaan pandangan mereka berangkat dari keluasaan pemahaman kebahasaan yang mereka kuasai dalam menganalisa persoalan linguistik. Semisal pemahaman keilmuan nahwu yang mendalam yang mutlak dimiliki oleh para penafsir Alqur'an dalam memahami teks ayat.

Hingga akhirnya, dari tinjauan analisis linguistik tersebut, kemudian menghasilkan berbagai hukum ijtihad yang berbeda-beda. Misalnya dalam kasus ini, kita akan menemukan perbedaan pandangan hukum ijtihad pada hukum batasan basuhan wudhu di bagian kepala, dari satu huruf Ba' pada firman Allah berikut ini:
Inilah Peran Imam Madzhab dalam Menjelaskan Isi Alqur'an

Berangkat dari redaksi ayat ini, muncullah berbagai tafsiran berdasarkan pendekatan ilmu nahwu dalam melihat posisi i'rab huruf Ba' pada redaksi "Bi'ru'usikum".

1. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik memahami bahwa huruf Ba' pada redaksi kalimat "Bi ru'usikuum" posisinya sebagai "Ba'a Ziyadah" yang tidak memiliki fungsi dan makna tertentu.

2. Dari pandangan itu, menurut pandangan mazhab Maliki bahwa membasuh kepala dalam berwudhu hukumnya wajib secara keseluruhan kepala, tanpa terkecuali, sebab huruf Ba' tidak berfungsi dan dia diathafkan pada kata "Faghsilu".

3. Sedangkan menurut mazhab Hanafi batasan wajibnya minimal seperempat bagian kepala.

4. Berbeda dengan pandangan Imam Syafi'i yang memandang huruf ba' pada redaksi kalimat "Bi ru'usikuum" posisinya sebagai "Ba' Lib tab'ied" huruf Ba' yang bermakna "Sebagian".

Berangkat dari pandangan kebahasaan itu, Imam Syafi'i menghasilkan fatwa berbeda bahwa batasan kewajiban basuhan wudhu minimal hanya 3 helai rambut atau sekadar tersentuh bagian tumbuhnya rambutnya di kepala.

Imam Syafi'i, memiliki pandangan yang lebih kontekstual dan luas dalam memahami teks ayat. Sehingga fatwanya lebih mudah diterima dan memudahkan dari sisi aplikasinya pada masa kekinian serta relevan dengan kondisi saat ini.

Sehingga, madzhab Syafi'iyyah, khususnya bagi kaum muslimin di Asia Tenggara lebih cocok dan diminati ketimbang madzhab lainnya. Ini hanya sekadar contoh terkecil saja.

Bayangkan, betapa hebatnya Alqur'an, serta kedalaman ilmu para ulama terdahulu dalam merumuskan hukum-hukum ijtihad mereka agar memudahkan bagi kita dalam menjalankan perintah-perintah syariat dalam beragama.

Itu baru persoalan satu huruf saja pada satu redaksi kalimat dalam ayat ini. Sementara pada ayat yang sama, masih ada puluhan persoalan yang masih diperdebatkan posisi irab atau kedudukannya dalam tinjauan analisis kebahasaan yang akan menghasilkan beragam fatwa dan hukum-hukum lainnya. Masya Allah!

Naif sekali, jika hanya dengan cukup mendengar kajian-kajian singkat, sekedar membaca buku-buku fiqh terjemahan, kemudian ada yang langsung berkata:

"Kita tidak perlu bermazhab, langsung saja mengamalkan Islam dari sumbernya, Alqur'an dan Hadits!"

Padahal, tanpa mereka para ulama madzhab, sulit bagi kita untuk mengetahui mana perintah di dalam Alqur'an yang merupakan perintah wajib, sunnah, makruh atau ketentuan mana perintah yang halal, haram, makruh dan mubah.

Bersyukurlah kita dengan nikmat ilmu para ulama yang terus menerus ikhlas mewakafkan diri dan pemikiran mereka demi agama ini. Allahu A'lam.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8290 seconds (0.1#10.140)