Kisah Bilal dan Adzan Terakhir yang Menggetarkan Madinah

Minggu, 06 Oktober 2019 - 11:04 WIB
Kisah Bilal dan Adzan Terakhir yang Menggetarkan Madinah
Kisah Bilal dan Adzan Terakhir yang Menggetarkan Madinah
A A A
Bilal bin Rabbah RA, sahabat Nabi berkulit hitam dari Habsyah (Ethiopia) yang memeluk Islam ketika menjadi budak. Beliau dimerdekakan Sayyidina Abu Bakar saat disiksa kafir Quraisy.

Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ( SAW), pernah mendengar suara terompa Bilal di surga. "Wahai, Bilal, mengapa engkau mendahuluiku masuk surga? Sesungguhnya ketika aku masuk surga tadi malam (malam Isra'), aku mendengar suara terompamu di hadapanmu".

Bilal menjawab: "Wahai Rasulullah, tidaklah sekali-kali aku menyerukan adzan, melainkan terlebih dahulu aku melakukan salat dua rakaat dan tidak sekali-kali aku mengalami hadast, melainkan aku berwudhu. sesudahnya, kemudian mengerjakan salat dua rakaat sebagai kewajibanku kepada Allah".

Ketika hukum syariat adzan diperintahkan oleh Allah, orang pertama yang disuruh Rasulullah mengumandangkan adzan ialah Bilal bin Rabbah. Ia dipilih karena suaranya sangat merdu dan lantang. Bilal pun dikenal sebagai muadzin pertama dalam Islam.

Posisinya di zaman Nabi tak tergantikan oleh siapapun, kecuali saat perang saja, atau saat keluar kota bersama Nabi. Karena beliau tak pernah berpisah dengan Nabi, kemanapun Nabi pergi.

Dikisahkan, ketika Nabi Muhammad SAW menemui Allah Ta’ala pada awal 11 Hijrah. Sejak itulah Bilal menyatakan diri tidak akan mengumandangkan adzan lagi. Ketika Khalifah Abu Bakar RA memintanya untuk jadi mu'adzin kembali, dengan hati pilu Bilal berkata: "Biarkan aku jadi muadzin Nabi saja. Nabi telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi."

Abu Bakar terus mendesaknya, dan Bilal pun bertanya: "Dahulu, ketika engkau membebaskanku dari siksaan Umayyah bin Khalaf. Apakah engkau membebaskanmu karena dirimu atau karena Allah?" Abu Bakar pun terdiam. "Jika engkau membebaskanku karena dirimu, maka aku bersedia jadi muadzinmu. Tetapi jika engkau dulu membebaskanku karena Allah, maka biarkan aku dengan keputusanku."

Mendengar itu, Abu Bakar pun tak bisa lagi mendesak Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan.

Kesedihan ditinggal wafat Nabi SAW terus menyelimuti hati Bilal. Dan kesedihan itu mendorongnya meninggalkan Madinah, dia ikut pasukan Fath Islamy menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria.

Lama Bilal tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Rasulullah SAW hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya: "Ya Bilal, wa maa hadzal jafa’? Hai Bilal, kenapa engkau tak mengunjungiku? Kenapa sampai begini?"

Bilal pun terbangun dan terperanjat. Dia pun segera menyiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah kepada Nabi. Sudah sekian tahun lamnaya dia meninggalkan Nabi.

Setiba di Madinah, tangisan Bilal pun pecah karena rasa rindunya kepada baginda Nabi sang kekasih. Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucu kesayangan Nabi yaitu, Hasan dan Husein (putra Syaidah Fathimah RA).

Bilal yang sudah beranjak tua dengan linangan air mata segera memeluk kedua cucu Nabi itu. Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal: "Wahai Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan buat kami? Kami ingin mengenang kakek kami (Rasulullah)."

Ketika itu, Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah melihat pemandangan mengharukan itu. Beliau juga memohon Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Bilal pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu salat tiba, ia naik di tempat biasa dia adzan pada masa Rasulullah masih hidup. Mulailah dia mengumandangkan adzan.

Saat lafadz "Allahu Akbar.. Allahu Akbar" dikumandangkan oleh Bilal, mendadak seluruh Kota Madinah senyap, segala aktivitas terhenti. Semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang mengingatkan sosok nan agung. Suara yang begitu dirindukan, itu telah kembali.

Ketika Bilal mengumandangkan kata "Asyhadu an laa ilaha illallah", seluruh isi kota Madinah berlarian menuju arah suara itu sembari berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.

Saat Bilal mengumandangkan "Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah", Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Nabi, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai.

Hari itu, Madinah mengenang masa indah saat Rasulullah SAW masih ada. Tak ada pribadi agung yang begitu dicintai seperti Nabi Muhammad SAW. Dan adzan itu, adzan yang tak bisa dirampungkan itu, merupakan adzan pertama dan terakhirnya Bilal sejak Nabi SAW wafat.

Setelah itu, Bilal tak pernah lagi mengumandangkan adzan karena kesedihan dan kerinduannya mengenang sosok Nabi mulia nan agung. Subhanallah, semoga kita dapat merasakan kecintaan sebagaimana dirasakan sahabat Nabi bernama Bilal bin Rabbah radhiallahu 'anhu.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3483 seconds (0.1#10.140)