Kisah Habib Umar dan Sebuah Tim Sepak Bola

Jum'at, 22 November 2019 - 17:29 WIB
Kisah Habib Umar dan Sebuah Tim Sepak Bola
Kisah Habib Umar dan Sebuah Tim Sepak Bola
A A A
Kala itu usia Habib Umar bin Hafidz , ulama besar pemimpin Pondok Darul Musthafa Hadramaut Tarim Yaman masih sangat muda. Habib Ali Al-Jufri mengisahkan awal mula dakwah Habib Umar seperti dipublish akun Instagram @habibumar_indonesia dua hari lalu.

Suatu hari ketika beliau (Habib Umar) keluar dari masjid, ada segerombolan anak muda bertanya kepada Beliau: "Habib, menurut Anda sepak bola halal atau haram?"

Habib Umar tersenyum lalu menjawab: "Halal.. siapa bilang sepak bola haram? Selama tidak membuat kalian meninggalkan kewajiban seperti salat danlain-lain. Mengapa? Apakah kalian bermain sepak bola?"

"Iya Habib". "Dimana kalian bermain?" "Di Lapangan itu Habib". Habib Umar menjawab: "Baik.. Insya Allah nanti aku akan pergi kesana untuk melihat kalian bermain "

Coba perhatikan, Habib Ali mengomentari kisah ini. Jika sekarang kalian melihat Habib Umar hanya mengajar, berceramah dan lain-lain. Jangan kalian berfikir nanti ketika kalian pulang ke negara kalian masing-masing, kalian hanya akan duduk di masjid atau pesantren saja menunggu orang-orang datang kepada kalian. Kalian juga harus (datang kepada mereka agar kalian) tau keadaan masyarakat disekitar kalian."

Sejak saat itu, Habib Umar seringkali turun ke lapangan, berkumpul, bercanda dan tentunya melihat permainan mereka. Ketika Habib Umar sudah mulai akrab dan dekat dengan mereka, beliau berkata:

"Aku sangat ingin melihat permainan kalian. Tapi ada satu masalah".

"Masalah apa Habib?"

"Kalian bermain memakai celana pendek yang tidak menutupi aurat, sedangkan menurut ulama kita, melihat aurat hukumnya haram," kata Habib Umar.

"Jangan khawatir Habib. Insya Allah mulai besok kami semua akan menutup aurat kami.. Yang penting Habib selalu hadir bersama kami".

Lihatlah, Habib Ali mengomentari kembali "Bagaimana dakwah itu harus dengan cara lembut dan perlahan. Jika dari awal Habib sudah berkata seperti itu kepada mereka, maka jelas mereka tak akan pernah menerima nasihat beliau".

Suatu hari kelompok anak muda itu berkata kepada Habib: 'Habib kami akan menghadapi turnamen penting, pemenang turnamen ini akan mendapat piala, kami ingin Habib hadir dan menyaksikan permainan kami".

"Darimana kalian dapatkan piala itu?" tanya Habib Umar.

"Dari kami sendiri, semua tim yang akan bertanding patungan dan hasilnya kami belikan piala," kata para pemuda itu.

"Itu haram hukumnya karena termasuk judi," kata Habib Umar memberi arahan.

"Jadi bagaimana solusinya Habib? Sebuah turnamen harus ada pialanya".

"Jika hadiahnya dari peserta maka itu judi, kalau begitu biar aku saja yang membeli pialanya," kata Habib Umar.

Akhirnya beliaulah yang membeli piala yang menjadi hadiah utama turnamen tersebut. Padahal kehidupan ekonomi beliau pada waktu itu jauh dari kata mencukupi.
Kisah Habib Umar dan Sebuah Tim Sepak Bola

Dengan metode dakwah seperti itu, Habib Umar akhinra berhasil mengambil hati para pemuda tersebut, hingga suatu hari beliau berkata kepada mereka: "Aku sudah sering datang ke tempat kalian. Sekarang giliran kalian berkunjung ke tempatku," kata Habib Umar yang kala itu Beliau masih belajar dan mengajar di Ribath Baidho', Pesantren asuhan Habib Muhammad Al-Haddar, guru yang juga mertua beliau.

"Habib.. Kami ingin kesana, tapi kami malu. Habib tau sendiri disana adalah tempat para santri, tempat pengajian-pengajian yang jelas tidak layak dan pantas diisi oleh orang seperti kami," kata para pemuda itu.

"Jangan khawatir.. Aku akan menyiapkan tempat khusus untuk kalian di masjid lantai dua," kata Habib Umar.

Dan mulai saat itu, pemuda-pemuda yang masih nol ilmu agama itu, dengan pakaian-pakaian 'gaul' mereka semakin rutin hadir ke Ribath. Habib Umar sendiri yang mendidik mereka, mengajarkan mereka mengaji Alqur'an, menceritakan kepada mereka sejarah-sejarah Nabi. Meski kebanyakan dari mereka masih miskin adab dan sopan santun, bahkan ketika Habib Umar mengajar, mereka sudah biasa selonjoran kaki di depan beliau. Namun, Habib tetap sabar membimbing mereka satu persatu.

Habib Ali mengatakan, berkat dakwah cinta dan kasih sayang Habib Umar, sekarang para pemuda pemain sepak bola itulah yang mengisi mimbar-mimbar masjid di Kota Baidho'. Merekalah yang menghidupan aktivitas dakwah di Baidho' dan sekitarnya.

Habib Ali seakan berpesan, untuk membaca sejarah Habib Umar, janganlah melihat titik puncak dimana beliau sekarang berada, dimana beliau mendapat tingginya pangkat dan kemuliaan. Tapi lihatlah jauh ke belakang sana, dimana beliau dengan ketulusan, kesungguhan, dan jerih-payah beliau bisa mendapatkan semua kemuliaan yang bisa kita saksikan saat ini.

Dari kisah Habib Umar di atas, teringat sebuah pesan dari Habib Ali Al-Jufri untuk para ulama dan pendakwah. Kala itu beliau berkata: "Sampai kapan kita akan melihat para pemuda (yang jauh dari agama) itu dengan pandangan merendahkan? Di sekitar kita banyak pemuda yang memiliki potensi sangat besar. Yang memiliki peluang untuk menjadi pribadi yang baik. Jika Anda lihat ada pemuda yang berambut mohawk, memakai anting dan kalung rantai, memakai celana sobek-sobek. Ketahuilah bahwa ia bagaikan sebuah permata. Hanya saja permata itu jatuh dan terkotori oleh sampah-sampah di sekitarnya. Maka jangan pernah kita menganggap permata itu bagian dari sampah, tapi kewajiban kita adalah mengambil permata itu, membersihkannya, dan menempatkannya pada tempat yang layak."

Demikian kisah Habib Umar bin Hafidz yang penuh hikmah dan pelajaran. Kisah ini mengajarkan kita untuk selalu memuliakan semua orang dan berkasih sayang kepada sesama tanpa memandang status dan kedudukannya.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5943 seconds (0.1#10.140)