Pandangan Islam Terhadap Waria, Begini Kisahnya

Rabu, 12 Februari 2020 - 19:30 WIB
Pandangan Islam Terhadap Waria, Begini Kisahnya
Pandangan Islam Terhadap Waria, Begini Kisahnya
A A A
Kontroversi selebgram dan artis Lucinta Luna yang memiliki dua jenis kelamin menarik perhatian publik. Ini terungkap saat Polrestro Jakarta Barat mengamankan Lucinta Luna karena kasus psikotropika. Di KTP, jenis kelaminnya perempuan, sedangkan di Paspor tertulis laki-laki.

Muncul pertaanyaan, bagaimana pandangan Islam terhadap masalah kelamin ganda? Perlu diketahui, waria dan manusia berkelamin ganda telah ada sejak zaman Nabi. Dalam Fiqih klasik para ulama mazhab juga telah membahas persoalan ini.

Dari 'Aisyah radliallahu 'anha (RA), ia berkata, "Seorang laki-laki (banci) masuk menemui istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW), dan para sahabat menganggapnya sebagai ghairu ulil Irbah (orang-orang yang tidak punya nafsu kepada wanita). Suatu ketika Nabi SAW masuk menemui kami sementara laki-laki banci itu bersama istri-istri beliau seraya mensifati wanita dengan berkata: ‘Wanita itu jika menghadap ke depan maka ia menghadap dengan empat (lipatan), dan jika menghadap ke belakang maka ia menghadap dengan delapan (lipatan)'. Maka Nabi SAW bersabda: "Ketahuilah, aku melihat orang ini (banci) mengetahui apa yang ada pada wanita, maka jangan sekali-kali ia masuk menemui kalian." Mereka pun akhirnya memakai hijab." (HR Al-Bukhari)

Waria Bernama Hit

Abu Bakar bin Al-Araby menyatakan bahwa waria yang biasa masuk ke rumah Nabi itu bernama "Hit" sebagaimana disebutkan dalam "Al Qibas fi Syarhil Muwatho". Beberapa pensyarah hadis yang dikutip dari arrisalah.net menjelaskan bahwa lelaki banci yang biasa masuk ke rumah Nabi dan meminta makanan adalah seorang lelaki banci yang diduga masuk kategori 'ghoiru ulil irbah', lelaki yang tidak memiliki hasrat seksual terhadap perempuan. Oleh karenanya, dia diijinkan masuk rumah beliau. Namun tatkala Nabi mendengar lelaki banci itu mensifati wanita dengan cara lelaki mensifati, Nabi melarangnya untuk masuk rumah.

Jika tidak dipahami dengan benar, hadis ini bisa disalahgunakan sebagai legitimasi kaum homo seksual dan transgender. Yaitu bahwa, waria sudah ada sejak zaman Nabi dan Nabi tidak pernah menyalahkan. Nabi melarang waria itu masuk rumah karena ucapannya yang tidak sopan.

Penjelasan
Dalam Fiqih para ulama mazhab telah membahas persoalan ini, namun homoseksual, banci dan kelamin ganda adalah tiga hal yang berbeda. Ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan guna memahami hal ini.

1. Khuntsa
Yaitu seseorang yang memiliki dua alat kelamin. Biasa diterjemahkan dengan hermaphrodit (untuk hewan) atau intersex (untuk manusia). Fiqih Islam klasik mengakui khuntsa bahkan ada fikih khusus khuntsa.

2. MukhannatsBiasa diartikan banci atau waria (wanita-pria). Mukhannats adalah lelaki yang memiliki kelamin lelaki, tapi berperilaku mirip perempuan. Dalam hal ini, mukhannats dibagi menjadi dua: pertama, mukhannats bil khilqah. Yaitu seorang lelaki yang memang sifat bawan lahirnya seperti perempuan; cara bicara, gestur tubuh dan semua tingkahnya. Orang sering mengatakan, jiwa perempuan yang terperangkap dalam tubuh lelaki.
Mukhannats jenis ini dibagi menjadi dua yaitu pertama, memiliki syahwat terhadap wanita meski berperilaku seperti wanita dan yang tidak memiliki syahwat terhadap wanita. Jika dia memiliki syahwat terhadap perempuan, maka statusnya sebagaimana lelaki pada umumnya dan berlaku atasnya hukum lelaki. Namun jika tidak memiliki hasrat terhadap wanita, dia dibolehkan bergaul bersama wanita. Bahkan Mazhab Hanbali menayamakan statusnya seperti mahram (al Mughni VII/426). Mereka dimasukkan dalam kategori ghoiru ulil irbah (lelaki yang tak memiliki syahwat terhadap wanita).

Kedua, mukhannats yang dibuat-buat. Yaitu seorang lelaki normal yang sengaja menjadi banci. Meniru gaya bicara dan perilaku wanita. Jenis ini adalah mukhannats yang dilaknat sebagaimana dalam hadits larangan bagi lelaki meniru perilaku wanita.

Imam Ath-Thabari berkata, "Jika ada yang bertanya, 'Dari sisi apa mukhannits dilaknat padahal semua itu adalah ciptaan Allah dan bukan usaha dari hamba sendiri? Bukankah semestinya celaan itu ditujukan kepada sesuatu yang bisa diusahakan, ada pilihan melakukan atau meninggalkan? Kalau begitu, berarti bisa juga orang dicela karena kulitnya, bau badan dan semua bagian organ tubuhnya?" Maka jawabannya, "Laknat Nabi itu ditujukan pada sesuatu selain yang tidak bisa diubah. Mukhannits dilaknat karena perilakunya yang kewanita-wanitan dan perilakunya yang mencoba menyerupai wanita. Padahal Allah telah menciptakannya dengan wujud lelaki.

Demikian pula perilakunya yang dilarang berupa menyerupai perempuan dalam hiasan dan pakaian (takhannuts). Rasulullah saat melihat seorang waria tidak mencela 'kewariaannya', beliau pernah melihat waria memakai pewarna kuku pada kuku kaki dan tangannya, (tapi membiarkannya). Sampai ketika beliau mendengarnya mensifati wanita dengan sesuatu yang beliau benci, padahal wanita saja dilarang mensifati seperti itu, apalagi bagi lelaki, beliau menyuruh si waria keluar.

Kalau saja celaan dan laknat itu ditujukan pada penciptaan asal seorang waria, tentu Nabi akan akan langsung menyuruhnya keluar dari rumahnya begitu melihatnya. Tapi beliau tidak melakukan itu. Hal yang dicela adalah ketika dia melakukan sesuatu yang diharamkan Allah. (Syarh al Bukhari li Ibni Bathal IX/141).

Kesimpulan

Fenomena waria di zaman sekarang memang diakui dalam Islam. Jika merupakan sifat bawaan, dianjurkan agar berusaha sekuat tenaga menghilangkannya karena bagaimanapun lelaki tidak boleh menyerupai perempuan. Jika dia tidak memiliki syahwat terhadap perempuan, dia dihukumi seperti mahram bagi semua perempuan, tapi bukan berarti dia boleh melakukan hubungan dengan sesama lelaki karena hal itu tetap haram, sebagaimana penjelasan Imam Ath-Thbari di atas.

Jika dia memiliki syahwat terhadap perempuan, maka hukumnya sama seperti lelaki pada umumnya. Adpun jika dia hanya meniru-niru gaya wanita dan sengaja menjadi banci, itu adalah perbuatan terlaknat dan pelakunya harus bertaubat.

Sementara Pengasuh Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat mengemukakan, yang paling sering ditemukan saat ini adalah takhannuts yaitu berlagak atau berpura-pura jadi khuntsa, padahal dari segi pisik dia punya organ kelamin yang jelas. Orang yang melakukan takhannuts ini jelas melakukan dosa besar karena perbuatannya menyimpang dengan menyerupai wanita.

Rasulullah SAW pernah mengumumkan, bahwa perempuan dilarang memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan. Di samping itu beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki.

Termasuk di antaranya tentang bicaranya, geraknya, cara berjalannya, pakaiannya, dan sebagainya. Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan masyarakat, ialah karena sikap yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang berlagak seperti perempuan dan perempuan bergaya seperti laki-laki, maka ini berarti suatu sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.

Rasulullah SAW pernah menghitung orang-orang yang dilaknat di dunia ini di antaranya laki-laki yang memang oleh Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia menjadikan dirinya sebagai perempuan dan menyerupai perempuan. Kedua, yaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah sebagai perempuan betul-betul, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan menyerupai orang laki-laki. (Hadis Riwayat Thabrani)

Wallahu A'lam Bish-Showab
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4017 seconds (0.1#10.140)