Wabah Corona, Konsepsi Kematian secara Medis dan Al-Qur'an

Senin, 30 Maret 2020 - 11:23 WIB
Wabah Corona, Konsepsi Kematian secara Medis dan Al-Quran
Wabah Corona, Konsepsi Kematian secara Medis dan Al-Qur'an
A A A
Mochammad Sa'dun Masyhur
Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran

Seiring dengan meluasnya wabah virus corona, muncul diskursus tentang kematian. Perbedaan mengemuka karena perspektif medis dihadapkan dengan konsepsi kematian dalam Islam, yang termaktub dalam kitab suci Alquran.

Secara medis, pasien yang terjangkit virus corona, sesuai imunitasnya dapat sembuh sendiri (self limited disease). Namun dapat juga berakibat sakit kronis hingga timbul kematian.

Dalam hubungannya dengan ajaran Islam, pandangan demikian dianggap mengikuti keyakinan kaum Qodariah, bahwa manusia memiliki pilihan-pilihan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Atau dalam pemikiran yang lebih liberal lagi, dianggap mengikuti kaum Mu'tazilah, yang sepenuhnya mengandalkan akal pikiran.

Sebaliknya, berkembang keyakinan secara diametral bahwa kematian itu sepenuhnya merupakan kehendak Allah. Dalam pandangan kaum Jabbariyah, kematian terjadi tanpa campur tangan apapun dan siapapun, sepenuhnya hak prerogatif Allah Subhanallahu Wata'ala.

Pertanyannya, benarkah kematian menurut medis dan berbagai pandangan dalam Islam itu berbeda dan bertentangan?
Sejauh mana kita memahami tentang kematian? Dan apakah yang dimaksud dengan kematian itu?

Sebenarnya dunia kedokteran masih kesulitan untuk memastikan perihal kematian. Hingga kini, dunia medis menerangkan kematian bukan dari sisi penyebabnya, tetapi dari perspektif akibat yang dapat dikenali. Karena itu medis menetapkan tiga fase kematian, yaitu mati klinis, mati otak, dan mati secara biologis.

Mati klinis ditandai dengan berhentinya pernapasan dan detak jantung, sehingga impuls dari otak memudar dan panca-indera tidak lagi bereaksi. Sedangkan mati otak ditandai dengan berhentinya semua fungsi otak, meskipun semua organ penting masih berfungsi, tetapi tidak lagi kendalikan otak. Adapun mati biologis diawali kondisi mati klinis dan mati otak, lalu ditandai dengan kondisi jasad menjadi kaku, diikuti kematian milyaran sel-sel tubuh, sehingga mulai terjadi proses pembusukan secara cepat.

Jadi jelas dunia kedokteran, melihat kematian itu dari perspektif akibat yang dapat dikenali. Sedangkan dalam Kaidah Medical Quran, yakni ketentuan baku sesuai kandungan ayat-ayat yang berhubungan dengan medis, menetapkan kematian itu dari perspektif penyebabnya.

Rumusan kematian dari perspektif penyebabnya itu, dinyatakan Alquran dalam beberapa ayat, berbunyi: Setiap (yang memiliki) nafs akan merasakan mati: kullu nafsin dzaaiqotul maut (QS. 3:185, QS. 21:25 dan QS. 29:57).

Dalam rumusan yang lain dinyatakan bahwa: Dan setiap (yang memiliki) nafs tidak akan mati, kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya (QS. 3:145).

Rumusan pada ayat terakhir ini sering menimbulkan salah persepsi. Betul bahwa kematian adalah hak prerogatif Allah terhadap seluruh mahluknya yang ber-nafs. Dalam kaitan itu harus dimengerti bahwa pernyataan kecuali dengan izin Allah itu, bukan pernyataan yang berdiri sendiri, tetapi diikuti dengan keterangan, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.

Dapat dijelaskan bahwa sesuai dengan ayat-ayat dalam penciptaan Adam dan istrinya, atau sejak pertama, manusia diciptakan sesuai dengan ketetapan-ketetapan, yakni sesuai sunatullah, masnuunin (QS. 22:26, 28, 33).

Adapun yang dimaksud sebagai ketetapan waktu yang telah ditetapkan itu bukan menunjuk pada kematian (predikat), tetapi pada nafs (subyek) yang menyebabkan kematian. Yakni menunjuk pada masa waktu setelah nafs (mahluk hidup) dijadikan dari inangnya, tumbuh berkembangnya, hingga terjadinya kerusakan dan kematiannya. Kata nafs ini menjadi kata kuci yang perlu dikamuskan dengan pendalaman secara khusus.

Selama ini persoalan timbul karena semua menganggap bahwa nafs ini dipahami sebagai nyawa, bahkan dipersepsikan sebagai ruuch, bukan suatu materi dalam tubuh secara fisik. Jika keyakinan itu dipertahan, tanpa dilandasi oleh bukti ilmiah, maka sampai kapanpun, kita akan berada dalam kebingungan dan kegelapan.

Akibatnya apa dan bagaimana nafs secara fisik sangat sulit dipahami dan dikenali. Wajar jika kemudian sering terjadi perbedaan persepsi dan perdebatan tanpa ujung. Tentang kematiam, misalnya, seolah-olah antara dunia medis dengan Alquran itu menjadi saling bertentangan.

Kaidah Kematian Menurut Alquran

Di tengah kegamangan dunia kedokteran tentang kematian itu, kaidah kematian menurut Alquran merupakan jawaban, yang sudah pasti benarnya. Tugas kita adalah mengungkap rahasia, dan menjelaskan, apakah nafs itu?

Sayangnya dalam kesempatan sempit ini tidak mungkin membahas secara menyeluruh perihal nafs, yang disebut Alquran sebanyak 296 kali itu. Namun setidaknya dapat digali bersama beberapa jejak tentang nafs tersebut.

Pada QS. 9. Attaubah, ayat 36, misalnya, selain menerangkan tentang perhitungan bulan dalam setahun dan bulan haram, juga memuat larangan, agar manusia tidak menthzolimi nafs, dirinya sendiri: falaa tathzlimuu fiihinna anfusakum.

Untuk mengidentifikasi nafs itu sangat menarik untuk mendalami ayat sebelumnya, QS. 9. Attaubah, ayat 35, menyebut secara eksplisit seluruh bagian lambung (junuub), seluruh tulang belakang (thzuhur) dan dahi (jibah, sebagai pelindung), merupakan bagian-bagian tubuh, yang dalam Kaidah Manusia Holistik menurut Alquran, sebagai bagian tubuh penentu dalam mekanisme dan metabolisme pembentukan, pertumbuhan, dan kerusakan nafs, yang berujung pada timbulnya sakit dan kematian.

Perlu diketahui bahwa nafs adalah salah satu dari 13 bahan muasal penciptaan manusia yang disebut oleh Alquran. Untuk pertama kalinya, nafs itu diciptakan bersamaan dengan penciptaan Adam dan istrinya, yang dinyatakan Alquran sebagai min nafsin wahidatin. Tepat jika dimaknai sebagai sebagian daripada sel-sel genetik dalam satu kesatuan (QS. 4:1, QS. 39:6, QS. 6:98 dan QS. 7:189).

Pemaknaan tersebut, selaras dengan keterangan bahwa nafs itu saling berpasangan. Fakta ini dikamuskan Alquran sebagai wal-anfa bil-anfi (QS. 5:45). Persis seperti kaidah dalam dunia geneologi, bahwa sel genetik itu juga saling berpasangan, dikenal sebagai sel genetik (gen) dan alel gen.

Lebih jauh, nafs juga disebut Alquran untuk menerangkan keberadaan sel genetik bagi binatang-binatang (QS. 39:06) dan tumbuh-tumbuhan (QS. 32:27). Di sinilah bertemu kesimpulan bahwa rumusan kullu nafsin itu sama artinya dengan setiap mahluk hidup pasti ber-sel genetik. Dan rumusan kullu nafsin dzaaiqotul maut berarti, setiap mahluk hidup yang bersel genetik (nafs) itu, pasti merasakan kematian.

Dalam hal ini muasal nafs sebagai sel genetik itu, sepenuhnya diciptakan dan berasal langsung dari Allah SWT. Fakta temuan mutahir berkaitan dengan bahan sel genetik di dunia, sangat mengejutkan. Ternyata nafs semula, yaitu apa-apa yang terkandung dalam sel genetik, memang bukan berasal dari bumi.

Fakta itu diketahui dalam Prosiding National Academy of Sciences (Nov 2019). Dalam jurnal ilmiah itu, Furukawa, seorang ilmuwan dari Universitas Tohoku, Jepang menyatakan, bahwa untuk pertama kalinya ilmuwan menemukan gula dan blok bangunan penting kehidupan, termasuk asam amino (komponen protein) dan nukleobase (komponen DNA dan RNA) pada meteor yang jatuh ke bumi. Berarti dapat disimpulkan bahwa bahan-bahan sel genetik itu berasal dari langit. Subhanallah.

Dari sedikit keterangan di atas, relevan dinyatakan bahwa nafs adalah sesuatu bagian inti terkecil yang berhubungan, dan penentu terjadinya sakit dan kematian bagi setiap mahluk hidup. Dan dijamin dapat dibuktikan secara ilmiah, bahwa nafs yang dimaksud Alquran adalah sel genetik.

Dalam kaitan itu dunia medis telah merumuskan bahwa pada setiap makhluk hidup, memiliki materi genetik yang terdiri atas kromosom, gen, DNA, dan RNA, yang akan diturunkan melalui proses reproduksi. Struktur sel genetik itu merupakan suatu molekul besar kompleks yang saling berpilin membentuk heliks ganda, berupa polimer dari ratusan hingga ribuan nukleotida.

Adapun setiap nukleotida tersebut terdiri dari: gula pentosa deoksiribosa (gula murni), gugus fosfat, dan basa nitrogen. Dalam kaitan itu, otomatis unsur-unsur lain yang bertentangan dan berlebihan, utamanya unsur gula apalagi sintetis, lemak jenuh dan polutan atau radikal bebas yang bersifat patogen, termasuk bakteri jamur dan virus semacam corona, sudah jelas akan merusak sel genetik, dan dapat menyebabkan sakit dan kematian.

Mengingat berbahayanya kerusakan sel genetik tersebut, pada QS. 9. Attaubah, ayat 36, beriring dengan keterangan awal ayat itu tentang siksa neraka jahanam, pada ujung ayat yang sama disampaikan ancaman yang keras. “Inilah harta benda (nutrisi) yang kamu simpan (berlebihan) untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (sakit akibat kerusakan nafsmu itu), karena apa-apa yang kamu simpan sendiri.

Dalam hal ini Allah melarang manusia membiarkan dan sengaja mendiamkan atas segala sesuatu yang dapat mengakibatkan kematian. Dan janganlah kamu membunuh nafs dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu: walaa taqtuluu anfusakum, Innallaha kaana bikum rochiima (QS. 4: 29).

Secara medis terjawab sudah, bahwa unsur-unsur lain yang bertentangan dan berlebihan termasuk serangan bakteri, jamur dan virus patogen seperti corona akan dapat menyebabkan kerusakan sel genetik, yang dalam Alquran diistilahkan nafs itu, dan akan berakibat timbulnya sakit, serta dapat berujung pada kematian. Karena itu kematian baik secara medis maupun menurut Alquran, sesungguhnya tidak ada perbedaan.

Sekiranya ada, perbedaan itu hanya pada pengunaan istilah saja. Sakit atau kematian menurut Alquran adalah kerusakan atau matinya nafs. Sedangkan dalam pandangan medis, sakit atau kematian adalah kerusakan atau matinya sel genetik, baik dalam bentuk kerusakan atau kematian sel yang terprogram secara biologis tipe 1 dan 2, maupun dalam proses non-fisiologis yang terjadi sebagai akibat dari infeksi atau cedera (nekrosis).

Kesipulannya, kematian baik secara medis maupun menurut Alquran itu adalah sama, karena nafs dalam Alquran itu dalam dunia medis sesungguhnya adalah sel genetik. Wallahua'lam bishowab.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3681 seconds (0.1#10.140)