Kisah Blusukan Nabi Daud yang Patut Ditiru Pemimpin Sekarang

Senin, 06 April 2020 - 15:28 WIB
Kisah Blusukan Nabi Daud yang Patut Ditiru Pemimpin Sekarang
Kisah Blusukan Nabi Daud yang Patut Ditiru Pemimpin Sekarang
A A A
Ustaz Miftah el-Banjary
Pakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an

Nabi Daud 'alaihissalam adalah seorang Nabi yang diangkat sebagai raja bagi Bani Israil. Suatu hari beliau menyamar sebagai rakyat jelata. Beliau berjalan blusukan ke jalanan untuk mengetahui dan melihat langsung kondisi rakyatnya.

Tak ada yang mengetahui bahwa beliau seorang Nabi , sekaligus seorang raja agung Bani Israil. Beliau hanya ingin memastikan bahwa tak ada seorang pun dari rakyatnya yang kelaparan, sakit atau kesusahan. Padahal wilayah kekuasaanya saat itu sangat luas dan belum ada alat transportasi secanggih hari ini.

Memang benar, tanggung jawab dan kepeduliaan yang tinggi dari seorang pemimpin menjadikan rakyatnya tidak ada yang kesusahan apalagi kelaparan. Semua orang yang ditemui memberikan kesan dan testimoni terhadap keadilan Raja Daud.

Dalam perjalanannya, Allah Ta'ala perintahkan Malaikat Jibril turun menyamar sebagai rakyat biasa. Ketika Nabi Daud berjumpa dengan Malaikat yang menyamarm beliau bertanya, "Bagaimana pendapatmu tentang kepemimpinan Daud?"

Jibril memuji sekaligus mengkritik Nabi Daud dengan mengatakan: "Sebaik-baiknya hamba adalah Daud, sayangnya dia memimpin tapi tetap makan dari kas negara Baitul Mal".

Mendengar perkataan itu, Nabi Daud terhenyak sembari berkata, "Kalau begitu ajarkan saya bagaimana caranya makan, tanpa menggunakan kas negara?"

Lalu Allah Ta'ala memerintahkan Malaikat Jibril mengajari Nabi Daud melunakkan besi untuk membuat pedang, baju besi serta peralatan perang lainnya dengan kekuatan tangannya. Akhirnya, setiap hari di luar kegiatatan kenegaraan, Nabi Daud membuat alat-alat perang tersebut dari besi dengan tangannya sendiri.

Hasil dari produk militer itu dijualnya senilai 6 ribu Dirham. Dari hasil itulah, Nabi Daud makan dan mencukupi nakfkah keseharian dan keluarganya. Apa pesan dari kisah singkat ini?

Pesannya, jika ingin menjadi seorang pemimpin sejati, pemimpin yang menjadikan kepemimpinannya sebagai ladang amal akhirat, maka janganlah berharap makan dari kas negara, jangan makan dari gaji semata.

Berusahalah bekerja mencari usaha sampingan yang lebih halal. Carilah passive income di luar gaji jabatan. Jangan menggunakan jabatan untuk kehidupan keseharian, apalagi demi memperkaya diri dan keluarga.

Lantas, mengapa hari ini ada banyak pejabat negara tak sewibawa pemimpin dahulu? Apakah karena beda orang yang dipimpin atau beda wilayah? Tidak! Tidak ada yang berbeda, melainkan semangat dan motivasinya.

Jika dulu orang yang menjadi pemimpin adalah orang-orang yang benar-benar mewakafkan dirinya sebagai pelayan negara, khadim kemasalahatan ummat, sesuai hadis Rasulullah SAW : "Sayyidul Qaum Khadimuhum (sebaik-baiknya pemimpin adalah pelayan bagi kaumnya)."

Lihat saja, Abu Bakar Shidiq radhiyallahu 'anhu, di akhir jabatannya hanya meninggalkan sehelai selimut tebal kasar nan lusuh dan beberapa koin Dirham yang cukup membeli potong roti. Sedangkan kas negara yang ditinggalkan berlimpah dari hasil kepemimpinannya.

Begitu pula, Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu yang hampir-hampir tak meninggalkan harta apa-apa. Sampai-sampai beliau tak mampu membelikan anaknya baju baru di hari lebaran, padahal kas negara dari kepemimpinannya melimpah.

Maka hari ini, motivasi kebanyakan orang menjadi pemimpin hanya demi meraih keuntungan bisnis semata. Menikmati fasilitas negara dan melakukan korupsi atas nama kepentingan rakyat dan orang banyak.

Semoga kisah Nabi Daud dan kemimpinan para sahabat Nabi bisa dijadikan teladan. Islam mengajarkan bahwa para pemimpin yang adil akan diganjar dengan kedudukan tinggi di sisi Allah. Mereka termasuk golongan orang-orang yang mendapat naungan Allah Ta'ala pada hari Kiamat.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2614 seconds (0.1#10.140)