Puasa dan spirit transparansi birokrasi

Senin, 06 Agustus 2012 - 10:27 WIB
Puasa dan spirit transparansi birokrasi
Puasa dan spirit transparansi birokrasi
A A A
BERBEDA dengan ibadah yang lain, puasa adalah ibadah rahasia (sirriyah). Dikatakan sirriyah karena yang mengetahui seseorang itu berpuasa atau tidak hanyalah orang yang berpuasa itu sendiri dan Allah SWT.

Dalam ibadah puasa, kita dilatih dan dituntut untuk berlaku jujur. Kita dapat saja makan dan minum seenaknya di tempat sunyi yang tidak terlihat seorang pun. Namun, kita tidak akan mau makan atau minum karena kita sedang berpuasa. Padahal, tidak ada orang lain yang tahu apakah kita puasa atau tidak. Namun, kita yakin perbuatan kita itu dilihat Allah SWT. Orang yang sedang berpuasa juga dapat dengan leluasa berkumur sambil menahan setetes air segar ke dalam kerongkongan, tanpa sedikit pun diketahui orang lain.

Perbuatan orang itu hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan. Hanya Allah dan diri si shaim itu saja yang benar-benar mengetahui kejujuran atau kecurangan dalam menjalankan ibadah puasa. Tetapi dengan ibadah puasa, kita tidak berani berbuat seperti itu, takut puasa batal. Orang yang berpuasa dilatih untuk menyadari kehadiran Tuhan. Ia dilatih untuk menyadari bahwa segala aktivitasnya pasti diketahui dan diawasi Allah SWT. Apabila kesadaran ketuhanan ini telah menjelma dalam diri seseorang melalui training dan didikan puasa, insya Allah akan terbangun sifat kejujuran.

Jika manusia jujur telah lahir, dan menempati setiap sektor dan instansi, lembaga bisnis, atau lembaga apa saja, tidak ada lagi korupsi, pungli, suap-menyuap, dan penyimpangan-penyimpangan moral lainnya. Kejujuran merupakan mozaik yang sangat mahal harganya. Bila pada diri seorang manusia telah melekat sifat kejujuran, semua pekerjaan dan kepercayaan yang di amanahkan kepadanya dapat diselesaikan dengan baik dan terhin dar dari penyelewengan-penyelewengan.

Kejujuran juga menjamin tegaknya keadilan dan kebenaran. Dalam konteks kejujuran inilah, sesungguhnya nilai puasa Ramadan dapat dijadikan inspirasi untuk melakukan transparansi dalam penyelenggaraan negara (birokrasi). Prinsip kejujuran ini pula yang menjadi bagian penting dalam rangka mengaplikasikan penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government). Di antara hal yang paling krusial dalam penyelenggaraan good governance dan clean government adalah pada domain pengelolaan keuangan negara berbasis etika keterbukaan.

Dalam konteks nilai moral, posisi pemerintah dan DPR adalah pemegang kebijakan publik (ulil amri) dengan amanat yang amat berat dengan tujuan utama menyejahterakan rakyat. Selain itu, untuk menghindari penyelewengan dan tindak korupsi, pengelolaan keuangan daerah juga mustinya dijalankan sesuai prinsip etis dan asas penyelenggaraan negara, meliputi prinsip kepastian hukum, prinsip tertib penyelenggaraan negara, prinsip kepentingan umum, prinsip keterbukaan, prinsip proporsionalitas, prinsip profesionalitas, dan prinsip akuntabilitas.

Akhirnya pengelolaan negara bergantung pada itikad bersama. Jika mampu konsisten melaksanakan prinsip-prinsip etik pengelolaan yang baik sebagaimana disebutkan di atas dan berkomitmen untuk mengabdi dan menyejahterakan rakyat, pelanggaran dan penyalahgunaan anggaran akan mampu diminimalisasi. Sebaliknya, hanya berpretensi pada kepentingan politik sesaat, cerita lama tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme akan terus bergaung dan cita-cita untuk menyejahterakan rakyat barangkali hanyalah dongeng semata.

Kita berharap semoga Ramadan 1433 H kali ini mampu mendorong kejujuran semua elemen bangsa ini untuk bersama-sama membangun Indonesia menuju cita-cita bersama. Amin.

DIDI IRAWADI SYAMSUDDIN
Anggota DPR / Ketua DPP Partai Demokrat
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4366 seconds (0.1#10.140)