Apa Malam Kemuliaan Itu dan Apa Arti Malam Qadar?
Jum'at, 23 April 2021 - 04:02 WIB
BERBICARA tentang Lailat Al-Qadar mengharuskan kita berbicara tentang surat Al-Qadar . Surat Al-Qadar adalah surat ke-97 menurut urutannya dalam Mushaf. Ia ditempatkan sesudah surat Iqra'. Para ulama Al-Quran menyatakan bahwa ia turun jauh sesudah turunnya surat Iqra'. Bahkan sebagian di antara mereka menyatakan bahwa surat Al-Qadar turun setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah.
M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul Wawasan Al-Quran menjelaskan penempatan urutan surat dalam Al-Quran dilakukan langsung atas perintah Allah SWT, dan dari perurutannya ditemukan keserasian-keserasian yang mengagumkan.
Kalau dalam surat Iqra' Nabi SAW (demikian pula kaum Muslim) diperintahkan untuk membaca, dan yang dibaca itu antara lain adalah Al-Quran, maka wajar jika surat sesudahnya yakni surat Al-Qadar ini berbicara tentang turunnya Al-Quran, dan kemuliaan malam yang terpilih sebagai malam Nuzul Al-Quran.
Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan, salah satunya adalah Lailat Al-Qadar, suatu malam yang oleh Al-Quran "lebih baik dari seribu bulan. Malam itu adalah malam yang penuh berkah, di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan."
Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami (QS Al-Dukhan [44]: 3-5).
Malam tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena kitab suci menginformasikan bahwa ia diturunkan Allah pada bulan Ramadhan (QS Al-Baqarah [2]: 185) serta pada malam Al-Qadar (QS Al-Qadr [97]: l).
Menurut Quraish Shihab, malam tersebut adalah malam mulia. Tidak mudah diketahui betapa besar kemuliannnya. Hal ini disyaratkan oleh adanya "pertanyaan" dalam bentuk pengagungan, yaitu:
وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا لَيۡلَةُ الۡقَدۡرِؕ
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (QS Al-Qadr [97]: 2)
Quraish Shihab menjelaskan 13 kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Quran, 10 di antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang berkait dengan hari kemudian, seperti: Ma adraka ma yaum al-fashl, dan sebagainya. Kesemuanya merupakan hal yang tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Tiga kali ma adraka sisa dari angka tiga belas itu adalah:
وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا الطَّارِقُۙ
Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu? ( QS Al-Thariq [86]: 2 )
وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا الۡعَقَبَةُ
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? ( QS Al-Balad [90]: 12 )
وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا لَيۡلَةُ الۡقَدۡرِؕ
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (QS Al-Qadr [97]: 2)
“Pemakaian kata-kata ma adraka dalam Al-Quran berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal-hal yang sangat hebat, dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia,” ujar Quraish Shihab.
M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul Wawasan Al-Quran menjelaskan penempatan urutan surat dalam Al-Quran dilakukan langsung atas perintah Allah SWT, dan dari perurutannya ditemukan keserasian-keserasian yang mengagumkan.
Kalau dalam surat Iqra' Nabi SAW (demikian pula kaum Muslim) diperintahkan untuk membaca, dan yang dibaca itu antara lain adalah Al-Quran, maka wajar jika surat sesudahnya yakni surat Al-Qadar ini berbicara tentang turunnya Al-Quran, dan kemuliaan malam yang terpilih sebagai malam Nuzul Al-Quran.
Bulan Ramadhan memiliki sekian banyak keistimewaan, salah satunya adalah Lailat Al-Qadar, suatu malam yang oleh Al-Quran "lebih baik dari seribu bulan. Malam itu adalah malam yang penuh berkah, di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan penuh kebijaksanaan."
Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami (QS Al-Dukhan [44]: 3-5).
Malam tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena kitab suci menginformasikan bahwa ia diturunkan Allah pada bulan Ramadhan (QS Al-Baqarah [2]: 185) serta pada malam Al-Qadar (QS Al-Qadr [97]: l).
Menurut Quraish Shihab, malam tersebut adalah malam mulia. Tidak mudah diketahui betapa besar kemuliannnya. Hal ini disyaratkan oleh adanya "pertanyaan" dalam bentuk pengagungan, yaitu:
وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا لَيۡلَةُ الۡقَدۡرِؕ
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (QS Al-Qadr [97]: 2)
Quraish Shihab menjelaskan 13 kali kalimat ma adraka terulang dalam Al-Quran, 10 di antaranya mempertanyakan tentang kehebatan yang berkait dengan hari kemudian, seperti: Ma adraka ma yaum al-fashl, dan sebagainya. Kesemuanya merupakan hal yang tidak mudah dijangkau oleh akal pikiran manusia, kalau enggan berkata mustahil dijangkaunya. Tiga kali ma adraka sisa dari angka tiga belas itu adalah:
وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا الطَّارِقُۙ
Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu? ( QS Al-Thariq [86]: 2 )
وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا الۡعَقَبَةُ
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? ( QS Al-Balad [90]: 12 )
وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا لَيۡلَةُ الۡقَدۡرِؕ
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (QS Al-Qadr [97]: 2)
“Pemakaian kata-kata ma adraka dalam Al-Quran berkaitan dengan objek pertanyaan yang menunjukkan hal-hal yang sangat hebat, dan sulit dijangkau hakikatnya secara sempurna oleh akal pikiran manusia,” ujar Quraish Shihab.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!