Halalkah Makanan Sembelihan Kaum Yahudi, Kristen, dan Budha?

Senin, 27 Juli 2020 - 15:46 WIB
loading...
A A A
Imam Syafi'i --misalnya-- berpegang kepada sekian banyak hadis Nabi yang dinilainya tidak bertentangan dengan kandungan ayat tersebut. Karena walaupun redaksi ayat tersebut dalam bentuk hashr (pembatasan atau pengecualian), namun itu tidak dimaksud sebagai pengecualian hakiki.



Di sisi lain, penjelasan tentang haramnya babi seperti dikutip di atas adalah karena ia rijs (kotor).

Walaupun ilmuwan belum sepenuhnya mengetahui sisi-sisi rijs (kekotoran) baik lahiriah maupun batiniah yang diakibatkan oleh babi, namun dapat diambil kesimpulan bahwa segala macam binatang yang memiliki sifat rijs tentu saja diharamkan Allah. Di sinilah antara lain fungsi Rasul SAW sebagai penjelas kitab suci Al-Quran. Surat Al-A'raf : 157 melukiskan Nabi Muhammad SAW antara lain sebagai:



Menghalalkan untuk mereka (umatnya) yang baik-baik, dan mengharamkan yang khabits (buruk).

Nah, atas dasar inilah dipertemukan hadis-hadis Nabi yang mengharamkan makanan-makanan tertentu dengan ayat-ayat yang menggunakan redaksi pembatasan di atas. Misalnya hadis yang mengharamkan semua binatang yang bertaring (buas), burung yang memiliki cakar (buas), binatang yang hidup di darat dan di air, dan sebagainya.

Di samping itu, Al-Quran seperti terbaca pada ayat yang lalu, mengharamkan:



Memakan sembelihan yang disembelih selain atas nama Allah, atau dalam bahasa ayat lain:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ

Janganlah kamu memakan apa-apa yang tidak disebut nama Allah atasnya, karena yang demikian itu adalah kefasikan
(QS Al-An'am : 121).

Dari sini, lahir pembahasan panjang lebar --yang dapat ditemukan dalam buku-buku fiqih-- tentang syarat-syarat "penyembelihan" yang harus dipenuhi bagi kehalalan memakan binatang-binatang darat. Secara umum syarat tersebut berkaitan dengan (a) penyembelih, (b) cara dan tujuan penyembelihan, (c) anggota tubuh binatang yang harus disembelih, (d) alat penyembelihan.



Al-Quran secara eksplisit berbicara tentang butir a dan b di atas, dan mengisyaratkan tentang c dan d.

Dari surat Al-Ma-idah (5): 5 yang menegaskan bahwa,

لْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.

Dari ayat ini, para ulama menyimpulkan bahwa penyembelih haruslah dilakukan oleh seorang yang beragama Islam, atau Ahl Al-Kitab (Yahudi/Nasrani).

Baca juga
: Sumpah Nabi Sulaiman yang Tidak Dikabulkan Allah Ta'ala

Memang timbul perselisihan pendapat di kalangan ulama tentang siapa yang dimaksud dengan Ahl Al-Kitab, dan apakah umat Yahudi dan Nasrani masa kini, masih wajar disebut sebagai Ahl Al-Kitab. Dan apakah selain dari mereka, seperti penganut agama Budha dan Hindu, dapat dimasukkan ke dalamnya atau tidak?

Betapapun, mayoritas ulama menilai bahwa hingga kini penganut agama Yahudi dan Kristen masih wajar menyandang gelar tersebut, dan dengan demikian penyembelihan mereka masih tetap halal, jika memenuhi syarat-syarat yang lain. Salah satu syarat yang telah dikemukakan di atas adalah tidak menyembelih binatang atas nama selain Allah.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2043 seconds (0.1#10.140)