Kisah Bahtera Nuh Berlabuh di Gunung Judi pada 10 Muharam
loading...
A
A
A
Bahtera Nuh berlabuh pada tanggal 10 Muharam , setelah selama 150 hari air menggenangi bumi. Air turun dari langit berwarna kuning, dan keluar dari bumi berwarna merah. Menurut al-Qur'an pada surat Hud ayat 44 tempat berlabuh bahtera Nuh itu adalah di Gunung Joudi (ada yang menulis Judi, Judiy, dan Judd).
Dalam Tafsir Kementerian Agama dijelaskan setelah Allah membinasakan orang kafir, kemudian difirmankan oleh Allah, kepada bumi dan langit, "Wahai bumi yang telah memancarkan air dari sumbernya! Telanlah airmu hingga kering dan wahai langit! Berhentilah mencurahkan hujan."
Dan air pun disurutkan oleh Allah yang Mahakuasa, dan penetapan perintah Allah membinasakan orang-orang yang mendustakan dan menyelamatkan orang-orang yang beriman pun diselesaikan.
Kapal itu pun berlabuh di atas gunung Judi, yakni terletak di pegunungan Ararat (Turki), dan dikatakan, "Binasalah orang-orang zalim yang melampaui batas hukum Allah dan ingkar kepada-Nya, serta mendustakan Rasul-Nya."
Dr Maurice Bucaille dalam bukunya berjudul "Bibel, Quran, dan Sains Modern" menyebutkan tempat bahtera Nuh berhenti, menurut Bibel adalah di gunung Ararat (Kejadian 8, 4). "Sedangkan Quran menyebut Gunung Joudi," ujarnya.
Menurut Bucaille, Gunung Joudi ini adalah puncak tertinggi dari gunung-gunung Ararat di Armenia. Tetapi R Blachere berpendapat tak dapat dijamin bahwa tak ada perubahan-perubahan nama untuk menyesuaikan antara kedua riwayat. Menurut dia, banyak nama Joudi di Arabia, jadi persamaan nama mungkin buat-buatan.
Bucaille mengatakan secara definitif, terdapat perbedaan antara riwayat Quran dan riwayat Bibel. Perbedaan-perbedaan itu ada yang tak dapat diselidiki secara ilmiah karena tak ada data-data positif.
"Tetapi jika kita harus menyelidiki riwayat Bibel dengan perantaraan data-data yang jelas, kita dapat menyatakan bahwa dalam meriwayatkan Banjir dalam waktu dan tempat riwayat Bibel sudah terang tidak sesuai dengan hasil-hasil penyelidikan pengetahuan modern. Sebaliknya, riwayat Quran bersih dari segala unsur yang menimbulkan kritik objektif," katanya.
Antara waktu riwayat Bibel dengan waktu riwayat Quran apakah manusia sudah memperoleh informasi yang memberi penerangan tentang kejadian banjir itu?
Jawaban atas pertanyaan itu adalah "Tidak," kata Bucaille. Karena antara waktu Perjanjian Lama dan Quran, satu-satunya dokumentasi yang dimiliki manusia, tentang sejarah kuno adalah Bibel.
Jika faktor manusia tidak dapat menerangkan perubahan dalam riwayat, yakni perubahan yang sesuai dengan pengetahuan modern, maka kita harus menerima penjelasan lain, yaitu: Faktor itu adalah wahyu yang datang kemudian sesudah wahyu yang ditulis dalam Bibel.
Bersama Orang-Orang Beriman
Ibnu Katsir dalam bukunya "Qashash Al-Anbiya" menambahkan, setelah Nuh mendarat di al-Judi dan melanjutkan hidupnya bersama orang-orang yang beriman, Al-Quran menutup tirai pada kisah selanjutnya. Tidak diketahui bagaimana urusan dia dengan para pengikutnya berlanjut. "Yang diketahui atau dapat dipastikan adalah, bahwa pada saat kematiannya, dia meminta putranya untuk menyembah hanya kepada Allah saja, Nuh kemudian meninggal," ujar Ibnu Katsir.
Ath-Thabari mengutip firman Allah SWT dalam Al-Quran surat As-Saffat ayat 77: "Dan Kami jadikan anak cucunya (Nuh) orang-orang yang melanjutkan keturunan."
Ulama pada masa awal Islam, Ibnu Abbas, pun mengatakan hal yang serupa ketika menjelaskan tentang surat As-Saffat ayat 77. Ibnu Abbas berkata, “Hanya keturunan dari Nuh yang tersisa.”
Namun demikian, tidak semua tafsir berkata demikian, Quraish Shihab mengatakan, bahwa ada juga tafsir yang memiliki pendapat bahwa banjir bah pada masa Nuh tidak melanda seluruh bumi, sehingga memungkinkan adanya manusia lain.
Sementara itu, Qatadah bin an-Numan meriwayatkan peristiwa selanjutnya setelah bahtera tiba di al-Judi. Qatadah berkisah, ketika Nuh turun dari bahtera pada hari ke-10 al-Muharram, dia berkata kepada mereka yang bersamanya: "Bagi kalian yang telah berpuasa harus menyelesaikan puasanya, dan bagi kalian yang telah berbuka puasa harus berpuasa."
Ibnu Katsir melanjutkan Nuh melepaskan burung-burung, dan mereka beterbangan menyebar ke muka bumi. Setelah itu orang-orang beriman turun. Nuh meletakkan dahinya ke tanah dalam sujud.
Para pengikut Nuh menyalakan api dan duduk di sekitarnya. Menyalakan api dilarang selama di atas kapal, agar tidak menyalakan kayu bahtera dan membakarnya.
"Tak satu pun dari mereka makan makanan panas sepanjang seluruh periode banjir. Setelah pendaratan, ada satu hari puasa sebagai tanda terima kasih kepada Allah,” tulis Ibnu Katsir.
Setelahnya, Nuh kemudian membagi wilayah bumi kepada putra-putranya, sebagaimana dikatakan oleh Amir bin Sharahil al-Sha'bi, bahwa ketika Nuh, keturunannya, dan semua yang ada di dalam bahtera turun ke bumi, dia membagi bumi kepada para putranya ke dalam tiga bagian.
Kepada Sem, dia memberikan bagian tengah bumi di mana Yerusalem, Sungai Nil, Sungai Efrat, Tigris, Sayhan, Jayhan (Gihon), dan Fayshan (Pison) berada. Itu memanjang dari Pison ke timur Sungai Nil, dan dari daerah dari mana angin selatan bertiup hingga ke daerah dari mana angin utara bertiup.
Kepada Ham, dia memberikan bagian (bumi) di sebelah barat Sungai Nil dan daerah-daerah yang melampaui wilayah tempat angin barat bertiup. Bagian yang dia berikan kepada Yafet terletak di Pison dan daerah-daerah yang melampaui tempat angin timur bertiup.
Wasiat Nabi Nuh
Abdullah bin Amr bin al-As meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, ketika kematian Rasul Allah Nuh mendekat, dia memperingatkan para putranya: "Sungguh aku akan memberimu nasihat yang jauh jangkauannya, memerintahkan kalian untuk melakukan dua hal, dan memperingatkan kalian untuk tidak melakukan dua hal juga."
"Aku meminta kalian untuk beriman bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa jika tujuh langit dan tujuh bumi diletakkan pada satu sisi dari suatu ukuran, dan kata-kata “tidak ada tuhan selain Allah” ditempatkan di sisi yang lain, yang terakhir akan lebih besar daripada yang pertama. Aku memperingatkan kalian untuk tidak menyekutukan Allah dan melawan kesombongan.” (Sahih al-Bukhari)
Beberapa tradisi mengatakan bahwa makam Nuh berada di Masjid Suci di Makkah, sementara yang lain mengatakan bahwa dia dimakamkan di Baalabak, sebuah kota di Irak.
Dalam Tafsir Kementerian Agama dijelaskan setelah Allah membinasakan orang kafir, kemudian difirmankan oleh Allah, kepada bumi dan langit, "Wahai bumi yang telah memancarkan air dari sumbernya! Telanlah airmu hingga kering dan wahai langit! Berhentilah mencurahkan hujan."
Dan air pun disurutkan oleh Allah yang Mahakuasa, dan penetapan perintah Allah membinasakan orang-orang yang mendustakan dan menyelamatkan orang-orang yang beriman pun diselesaikan.
Kapal itu pun berlabuh di atas gunung Judi, yakni terletak di pegunungan Ararat (Turki), dan dikatakan, "Binasalah orang-orang zalim yang melampaui batas hukum Allah dan ingkar kepada-Nya, serta mendustakan Rasul-Nya."
Dr Maurice Bucaille dalam bukunya berjudul "Bibel, Quran, dan Sains Modern" menyebutkan tempat bahtera Nuh berhenti, menurut Bibel adalah di gunung Ararat (Kejadian 8, 4). "Sedangkan Quran menyebut Gunung Joudi," ujarnya.
Menurut Bucaille, Gunung Joudi ini adalah puncak tertinggi dari gunung-gunung Ararat di Armenia. Tetapi R Blachere berpendapat tak dapat dijamin bahwa tak ada perubahan-perubahan nama untuk menyesuaikan antara kedua riwayat. Menurut dia, banyak nama Joudi di Arabia, jadi persamaan nama mungkin buat-buatan.
Bucaille mengatakan secara definitif, terdapat perbedaan antara riwayat Quran dan riwayat Bibel. Perbedaan-perbedaan itu ada yang tak dapat diselidiki secara ilmiah karena tak ada data-data positif.
"Tetapi jika kita harus menyelidiki riwayat Bibel dengan perantaraan data-data yang jelas, kita dapat menyatakan bahwa dalam meriwayatkan Banjir dalam waktu dan tempat riwayat Bibel sudah terang tidak sesuai dengan hasil-hasil penyelidikan pengetahuan modern. Sebaliknya, riwayat Quran bersih dari segala unsur yang menimbulkan kritik objektif," katanya.
Antara waktu riwayat Bibel dengan waktu riwayat Quran apakah manusia sudah memperoleh informasi yang memberi penerangan tentang kejadian banjir itu?
Jawaban atas pertanyaan itu adalah "Tidak," kata Bucaille. Karena antara waktu Perjanjian Lama dan Quran, satu-satunya dokumentasi yang dimiliki manusia, tentang sejarah kuno adalah Bibel.
Jika faktor manusia tidak dapat menerangkan perubahan dalam riwayat, yakni perubahan yang sesuai dengan pengetahuan modern, maka kita harus menerima penjelasan lain, yaitu: Faktor itu adalah wahyu yang datang kemudian sesudah wahyu yang ditulis dalam Bibel.
Bersama Orang-Orang Beriman
Ibnu Katsir dalam bukunya "Qashash Al-Anbiya" menambahkan, setelah Nuh mendarat di al-Judi dan melanjutkan hidupnya bersama orang-orang yang beriman, Al-Quran menutup tirai pada kisah selanjutnya. Tidak diketahui bagaimana urusan dia dengan para pengikutnya berlanjut. "Yang diketahui atau dapat dipastikan adalah, bahwa pada saat kematiannya, dia meminta putranya untuk menyembah hanya kepada Allah saja, Nuh kemudian meninggal," ujar Ibnu Katsir.
Ath-Thabari mengutip firman Allah SWT dalam Al-Quran surat As-Saffat ayat 77: "Dan Kami jadikan anak cucunya (Nuh) orang-orang yang melanjutkan keturunan."
Ulama pada masa awal Islam, Ibnu Abbas, pun mengatakan hal yang serupa ketika menjelaskan tentang surat As-Saffat ayat 77. Ibnu Abbas berkata, “Hanya keturunan dari Nuh yang tersisa.”
Namun demikian, tidak semua tafsir berkata demikian, Quraish Shihab mengatakan, bahwa ada juga tafsir yang memiliki pendapat bahwa banjir bah pada masa Nuh tidak melanda seluruh bumi, sehingga memungkinkan adanya manusia lain.
Sementara itu, Qatadah bin an-Numan meriwayatkan peristiwa selanjutnya setelah bahtera tiba di al-Judi. Qatadah berkisah, ketika Nuh turun dari bahtera pada hari ke-10 al-Muharram, dia berkata kepada mereka yang bersamanya: "Bagi kalian yang telah berpuasa harus menyelesaikan puasanya, dan bagi kalian yang telah berbuka puasa harus berpuasa."
Ibnu Katsir melanjutkan Nuh melepaskan burung-burung, dan mereka beterbangan menyebar ke muka bumi. Setelah itu orang-orang beriman turun. Nuh meletakkan dahinya ke tanah dalam sujud.
Para pengikut Nuh menyalakan api dan duduk di sekitarnya. Menyalakan api dilarang selama di atas kapal, agar tidak menyalakan kayu bahtera dan membakarnya.
"Tak satu pun dari mereka makan makanan panas sepanjang seluruh periode banjir. Setelah pendaratan, ada satu hari puasa sebagai tanda terima kasih kepada Allah,” tulis Ibnu Katsir.
Setelahnya, Nuh kemudian membagi wilayah bumi kepada putra-putranya, sebagaimana dikatakan oleh Amir bin Sharahil al-Sha'bi, bahwa ketika Nuh, keturunannya, dan semua yang ada di dalam bahtera turun ke bumi, dia membagi bumi kepada para putranya ke dalam tiga bagian.
Kepada Sem, dia memberikan bagian tengah bumi di mana Yerusalem, Sungai Nil, Sungai Efrat, Tigris, Sayhan, Jayhan (Gihon), dan Fayshan (Pison) berada. Itu memanjang dari Pison ke timur Sungai Nil, dan dari daerah dari mana angin selatan bertiup hingga ke daerah dari mana angin utara bertiup.
Kepada Ham, dia memberikan bagian (bumi) di sebelah barat Sungai Nil dan daerah-daerah yang melampaui wilayah tempat angin barat bertiup. Bagian yang dia berikan kepada Yafet terletak di Pison dan daerah-daerah yang melampaui tempat angin timur bertiup.
Wasiat Nabi Nuh
Abdullah bin Amr bin al-As meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, ketika kematian Rasul Allah Nuh mendekat, dia memperingatkan para putranya: "Sungguh aku akan memberimu nasihat yang jauh jangkauannya, memerintahkan kalian untuk melakukan dua hal, dan memperingatkan kalian untuk tidak melakukan dua hal juga."
"Aku meminta kalian untuk beriman bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa jika tujuh langit dan tujuh bumi diletakkan pada satu sisi dari suatu ukuran, dan kata-kata “tidak ada tuhan selain Allah” ditempatkan di sisi yang lain, yang terakhir akan lebih besar daripada yang pertama. Aku memperingatkan kalian untuk tidak menyekutukan Allah dan melawan kesombongan.” (Sahih al-Bukhari)
Beberapa tradisi mengatakan bahwa makam Nuh berada di Masjid Suci di Makkah, sementara yang lain mengatakan bahwa dia dimakamkan di Baalabak, sebuah kota di Irak.
(mhy)