Yang Utama dan Yang Dilarang Saat Berkurban

Selasa, 28 Juli 2020 - 15:40 WIB
loading...
A A A
“Ibnul Malak (ulama Hanafi, wafat 801H) memiliki pendapat gharib (nyeleneh) ketika ia berkata: “tidak boleh memotong rambut hewan yang akan disembelih tersebut, demikian juga kulitnya dan kukunya”. Maka Ibnul Malak memahami yang dilarang adalah hewannya. Ia juga mengatakan: “sebagian ulama mengambil zhahir hadis ini, mereka melarang memotong rambut dan kuku hewan yang belum disembelih. Imam Malik dan Asy Syafi’i berpendapat bahwa perkara ini (tidak memotong rambut dan kuku) hukumnya mustahab, sedangkan Abu Hanifah dan murid-muridnya membolehkan”. Dalam pernyataan Ibnul Malak ini terdapat unsur gharib (nyeleneh)” (Mirqatul Mafatih).

Kesimpulannya, yang dilarang untuk memotong kuku dan rambut adalah shahibul qurban, yaitu orang yang berniat untuk berkurban. Semenjak 1 Dzulhijjah dan ia sudah berniat untuk berkurban maka tidak boleh memotong kuku atau rambutnya hingga hewan kurbannya disembelih. mematuhi larangan termasuk ittiba' (mengikuti Rasulullah).

Secara umum ittiba‘ adalah mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, melakukan ibadah sesuai dengan tuntunannya. Hal ini adalah sebuah kewajiban. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS. Al-Ahzab: 21 )

Semua ibadah harus didasarkan pada ittiba’. Dalam kaitannya dengan salah satu amalan di bulan Dzulhijjah ini Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

خُذُوْا عَنِّيْ مَنَاسِكَكُمْ

“Ambillah dariku (contoh) tata cara manasik haji kalian.” (HR. Al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra).

Dalam riwayat Imam Muslim rahimahullah, ia berkata :

لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ

“Agar kalian mengambil cara manasik kalian (dariku).” (HR. Muslim: 1297)

Dalil ini sangat jelas menunjukkan kepada kita tentang kedudukan Ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam melakukan ibadah.

Kualitas ittiba’ akan menetukan besar kecilnya kemuliaan. Semakin seorang ittiba’, semakin ia mulia dan selamat. Para sahabat menjadi generasi terbaik karena mereka memang benar-benar mewujudkan ittiba’ yang sesungguhnya dalam kehidupan mereka. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu, ia menuturkan:

فَقَدِمَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بِسِعَايَتِهِ قَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَ أَهْلَلْتَ يَا عَلِيُّ قَالَ بِمَا أَهَلَّ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu datang dengan membawa si’ayah. Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam pun bertanya kepadanya: ‘Dengan apa engkau tadi bertalbiyah wahai Ali?’ Ali menjawab: ‘Aku bertalbiyah dengan talbiyahnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.’” (HR. Bukhari)

Umar bin Khattab pernah mengatakan ketika mencium Hajar Aswad:

وَاللَّهِ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْه وَسَلَّم قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ

“Demi Allah aku menciummu padahal aku sangat tahu bahwa engkau hanyalah sebongkah batu yang tidak bisa memberi manfaat atau mudharat. Kalaulah bukan karena aku pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menciummu, aku tidak akan menciummu.” (HR Bukhari-Muslim)

Oleh sebab itu, mengambil pelajaran dari syariat di bulan Dzulhijjah yang mulia ini, maka marilah membenahi ittiba’ kita kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Jangan banyak tanya atau meremehkan, jangan kemudian mengatakan “Ini kan hanya sunnah, tidak wajib.” (Baca juga : Aurat Dilihat Sesama Muslimah, Bagaimana Hukumnya? )

Jika sesuatu itu memang ajaran Rasulullahhallallahu alaihi wa sallam maka terima dan laksanakan. Agar kita selamat dan menjadi pribadi-pribadi yang mulia.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1033 seconds (0.1#10.140)