Kisah Umar bin Khattab Ditikam Abu Lu'lu'ah Orang Kafir Persia
loading...
A
A
A
Hari itu Rabu 4 Zulhijah tahun ke-23 Hijriah. Khalifah Umar bin Khattab keluar dari rumahnya hendak mengimami salat subuh. Ia menunjuk beberapa orang di Masjid agar mengatur saf sebelum salat. Kalau barisan mereka sudah rata dan teratur, ia datang dan melihat saf pertama. Kalau ada orang yang berdiri lebih maju atau mundur, diaturnya dengan tongkatnya.
Begitu semua sudah teratur di tempat masing-masing, mulai ia bertakbir untuk salat. Saat itu tanda-tanda fajar sudah mulai tampak.
Baru saja ia mulai niat salat hendak bertakbir tiba-tiba muncul seorang laki-laki di depannya berhadap-hadapan dan menikamnya dengan khanjar tiga atau enam kali yang sekali mengenai bawah pusar.
Umar merasakan panasnya senjata itu dalam dirinya, ia menoleh kepada jemaah yang lain dan membentangkan tangannya seraya berkata: "Kejarlah anjing itu; dia telah membunuhku!"
"Anjing itu Abu Lu'lu'ah Fairuz, budak al-Mugirah," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987)
Lu'lu'ah Fairuz adalah orang Persia yang tertawan di Nahawand, yang kemudian menjadi milik al-Mugirah bin Syu'bah. Kedatangannya ke Masjid itu sengaja hendak membunuh Umar di pagi buta itu. Ia sudah bersembunyi di bawah pakaiannya dengan menggenggam bagian tengahnya khanjar bermata dua yang tajam. Ia bersembunyi di salah satu sudut Masjid.
Begitu salat dimulai ia langsung bertindak. Sesudah itu ia menyeruak lari hendak menyelamatkan diri. Orang gempar dan kacau, gelisah mendengar itu.
Orang banyak datang hendak menangkap dan menghajar anjing itu. Tetapi Fairuz tidak memberi kesempatan menangkapnya. Malah ia menikam ke kanan kiri hingga ada dua belas orang yang kena tikam, enam orang meninggal kata satu sumber dan menurut sumber yang lain sembilan orang.
Dalam pada itu datang seseorang dari belakang dan menyelubungkan bajunya kepada orang itu sambil menghempaskannya ke lantai. Yakin dirinya pasti akan dibunuh, Fairuz bunuh diri dengan khanjar yang digunakannya menikam Amirulmukminin.
Menurut Haekal, tikaman yang mengenai bawah pusarnya itu telah memutuskan lapisan kulit bagian dalam dan usus lambung yang dapat mematikan. Konon Umar tak dapat berdiri karena rasa perihnya tikaman itu, dan terhempas jatuh.
Abdur-Rahman bin Auf segera maju menggantikannya mengimami salat. Ia meneruskan salat itu dengan membaca dua surah terpendek dalam Qur'an: al-Asr dan al-Kausar.
Ada juga dikatakan bahwa orang jadi kacau-balau setelah Umar tertikam dan beberapa orang lagi di sekitarnya. Mereka makin gelisah setelah melihat Umar diusung ke rumahnya di dekat Masjid. Orang ramai tetap kacau dan hiruk-pikuk sehingga ada yang berseru: Salat! Matahari sudah terbit! Mereka mendorong Abdur-Rahman bin Auf dan dia maju salat dengan dua surah terpendek tersebut.
Haekal mengatakan sumber kedua ini sudah tentu lebih dapat diterima. Dalam suasana kacau begitu barisan orang untuk salat kembali sudah tidak akan teratur lagi, sementara Amirulmukminin tergeletak bercucuran darah di depan mereka, dan darah orang-orang yang juga terkena tikam bergelimang di sekitar mereka, dan si pembunuh juga sedang sekarat di tengah-tengah mereka!
Andaikata - dengan penderitaan akibat beberapa kali tikaman itu - kita dapat membayangkan Umar sedang berpikir untuk meminta Abdur-Rahman bin Auf menggantikannya dalam salat - suatu hal yang jauh dapat dibayangkan akal - tidaklah kita dapat membayangkan saat itu orang dapat mengatur barisan sementara mereka dalam suasana kegamangan dan ketakutan.
Tentunya ketika itu Umar sudah diusung ke rumahnya di dekat Masjid dalam keadaan sadar atau pingsan karena dahsyatnya tikaman itu dan orang sedang mengelilinginya ketika dibawa masuk kepada keluarganya.
Orang-orang yang terkena tikam dan dibawa keluar dari Masjid atau dipindahkan ke sekitarnya itu, sudah diberi pertolongan.
Mayat Fairuz juga dikeluarkan dan dibawa ke Butaiha. Setelah itu orang kembali ke Masjid dan membicarakan kejadian itu sampai kemudian ada orang yang mengingatkan mereka akan waktu salat. Ketika itulah mereka meminta Abdur-Rahman bin Auf untuk mengimami salat.
Begitu semua sudah teratur di tempat masing-masing, mulai ia bertakbir untuk salat. Saat itu tanda-tanda fajar sudah mulai tampak.
Baru saja ia mulai niat salat hendak bertakbir tiba-tiba muncul seorang laki-laki di depannya berhadap-hadapan dan menikamnya dengan khanjar tiga atau enam kali yang sekali mengenai bawah pusar.
Umar merasakan panasnya senjata itu dalam dirinya, ia menoleh kepada jemaah yang lain dan membentangkan tangannya seraya berkata: "Kejarlah anjing itu; dia telah membunuhku!"
"Anjing itu Abu Lu'lu'ah Fairuz, budak al-Mugirah," tulis Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Al-Faruq Umar" yang diterjemahkan Ali Audah menjadi "Umar bin Khattab, Sebuah teladan mendalam tentang pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya masa itu" (Pustaka Litera AntarNusa, 1987)
Lu'lu'ah Fairuz adalah orang Persia yang tertawan di Nahawand, yang kemudian menjadi milik al-Mugirah bin Syu'bah. Kedatangannya ke Masjid itu sengaja hendak membunuh Umar di pagi buta itu. Ia sudah bersembunyi di bawah pakaiannya dengan menggenggam bagian tengahnya khanjar bermata dua yang tajam. Ia bersembunyi di salah satu sudut Masjid.
Begitu salat dimulai ia langsung bertindak. Sesudah itu ia menyeruak lari hendak menyelamatkan diri. Orang gempar dan kacau, gelisah mendengar itu.
Orang banyak datang hendak menangkap dan menghajar anjing itu. Tetapi Fairuz tidak memberi kesempatan menangkapnya. Malah ia menikam ke kanan kiri hingga ada dua belas orang yang kena tikam, enam orang meninggal kata satu sumber dan menurut sumber yang lain sembilan orang.
Dalam pada itu datang seseorang dari belakang dan menyelubungkan bajunya kepada orang itu sambil menghempaskannya ke lantai. Yakin dirinya pasti akan dibunuh, Fairuz bunuh diri dengan khanjar yang digunakannya menikam Amirulmukminin.
Menurut Haekal, tikaman yang mengenai bawah pusarnya itu telah memutuskan lapisan kulit bagian dalam dan usus lambung yang dapat mematikan. Konon Umar tak dapat berdiri karena rasa perihnya tikaman itu, dan terhempas jatuh.
Abdur-Rahman bin Auf segera maju menggantikannya mengimami salat. Ia meneruskan salat itu dengan membaca dua surah terpendek dalam Qur'an: al-Asr dan al-Kausar.
Ada juga dikatakan bahwa orang jadi kacau-balau setelah Umar tertikam dan beberapa orang lagi di sekitarnya. Mereka makin gelisah setelah melihat Umar diusung ke rumahnya di dekat Masjid. Orang ramai tetap kacau dan hiruk-pikuk sehingga ada yang berseru: Salat! Matahari sudah terbit! Mereka mendorong Abdur-Rahman bin Auf dan dia maju salat dengan dua surah terpendek tersebut.
Haekal mengatakan sumber kedua ini sudah tentu lebih dapat diterima. Dalam suasana kacau begitu barisan orang untuk salat kembali sudah tidak akan teratur lagi, sementara Amirulmukminin tergeletak bercucuran darah di depan mereka, dan darah orang-orang yang juga terkena tikam bergelimang di sekitar mereka, dan si pembunuh juga sedang sekarat di tengah-tengah mereka!
Andaikata - dengan penderitaan akibat beberapa kali tikaman itu - kita dapat membayangkan Umar sedang berpikir untuk meminta Abdur-Rahman bin Auf menggantikannya dalam salat - suatu hal yang jauh dapat dibayangkan akal - tidaklah kita dapat membayangkan saat itu orang dapat mengatur barisan sementara mereka dalam suasana kegamangan dan ketakutan.
Tentunya ketika itu Umar sudah diusung ke rumahnya di dekat Masjid dalam keadaan sadar atau pingsan karena dahsyatnya tikaman itu dan orang sedang mengelilinginya ketika dibawa masuk kepada keluarganya.
Orang-orang yang terkena tikam dan dibawa keluar dari Masjid atau dipindahkan ke sekitarnya itu, sudah diberi pertolongan.
Mayat Fairuz juga dikeluarkan dan dibawa ke Butaiha. Setelah itu orang kembali ke Masjid dan membicarakan kejadian itu sampai kemudian ada orang yang mengingatkan mereka akan waktu salat. Ketika itulah mereka meminta Abdur-Rahman bin Auf untuk mengimami salat.
(mhy)