Sejarah FKUB: Peredam Konflik Antarumat Beragama yang Sempat Ditolak Kehadirannya

Kamis, 08 Agustus 2024 - 20:42 WIB
loading...
Sejarah FKUB: Peredam...
Sebagian kalangan ada yang menolak kehadiran FKUB. Ilustrasi: NU/MHY
A A A
Wakil Presiden Ma'ruf Amin berpolemik dengan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas perihal wewenang Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Menag menghapus wewenang FKUB dalam masalah mengeluarkan rekomendasi pendirian rumah ibadah , sedangkan Wapres menolakpenyunatan wewenang forum tersebut.Lalu, apa sejatinya FKUB itu?

FKUB lahir dilatarbelakangi polemik yang terjadi di masyarakat tentang Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.01/BER/MDM-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintah dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya. Polemik itu mencapai puncaknya pada tahun 2005.

Sebagian kalangan masyarakat menginginkan agar SKB tersebut dicabut karena dianggap menghambat pendirian rumah ibadah. Di pihak lain ada sebagian masyarakat yang menghendaki supaya SKB tersebut tetap dipertahankan.



Dalam Buku "Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor. 9 Tahun 2006 dan Nomor. 8 Tahun 2006" yang disusun Badan Litbang Dan Diklat Departemen Agama RI (Jakarta; Maloho Jaya Abadi, 2010) disebutkan dalam menghadapi polemik yang berkembang di masyarakat ini, Presiden memerintahkan kepada Menteri Agama, untuk mengkaji SKB No. 01 tahun 1969.

Dari hasil kajian yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menyatakan bahwa keberadaan SKB tersebut masih diperlukan, tetapi perlu disempurnakan.

Berdasar hasil kajian ini, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri membentuk satu tim khusus untuk membahas penyempurnaan SKB No. 01 tahun 1969. Dalam prosesnya, penyempurnaan ini melibatkan anggota tetap dan majelis-majelis agama yang masing-masing agama diwakili oleh dua orang, pertemuan itu berlangsung sampai 11 kali pertemuan.

Hasil kajian tersebut dirumuskan dalam bentuk Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006, yang ditandatangani oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 21 maret 2006.

PBM tersebut memuat tiga hal: Pertama, Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat beragama. Kedua, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Ketiga, Pendirian Rumah Ibadat.



FKUB merupakan forum yang dibentuk oleh masyarakat di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, dan difasilitasi oleh pemerintah daerah dalam rangka membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.

Sedangkan jumlah pengurus, komposisi, dan keanggotaan, serta tugas FKUB provinsi dan kabupaten/kota telah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006.

Reaksi yang timbul akibat lahirnya FKUB cukup beragam. Secara ringkas, sikap yang muncul terhadap FKUB ini dapat dikategorikan menjadi 3 macam.

Pertama, menerima kehadiran FKUB karena merupakan amanah dari peraturan perundang-undangan di Indonesia dan membawa dampak posistif dalam kehidupan umat beragama. Penerimaan ini biasanya didasari belum adanya suatu wadah atau forum yang secara khusus mengurusi kehidupan antarumat beragama.

Kedua, menerima keberadaan FKUB dengan menggabungkan atau melebur wadah atau forum yang serupa dengan FKUB yang sebelumnya sudah terbentuk di suatu wilayah. Adapun teknis penggabungan tersebut bisa dengan cara menghapus forum yang sudah terbentuk dan anggota pengurusnya menjadi anggota FKUB, atau bisa juga dengan tetap menjaga keberadaan dan tugas forum tersebut namun anggota forum itu juga menjadi anggota pengurus FKUB sebagaimana terjadi di Provinsi Papua.



Ketiga, menolak kehadiran FKUB meski tidak dapat menghalangi atau membatalkan terbentuknya FKUB di wilayah tersebut. Penolakan ini didasarkan pada sudah terbentuknya suatu wadah yang mewadahi seluruh elemen umat beragama dan telah eksis dalam memelihara kehidupan beragama di wilayah tersebut.

Di samping itu, ada kekhawatiran akan adanya banyak intervensi pemerintah karena FKUB difasilitasi oleh pemerintah. Hal ini berdampak pada kinerja FKUB yang kurang optimal karena komunikasi yang terhambat dan hubungan yang tidak harmonis.
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3177 seconds (0.1#10.140)