Syahidnya Yahya Sinwar: Mengingat Gugurnya Penakluk Eropa Abdurrahman al-Ghafiqi
loading...
A
A
A
Syahidnya Pemimpin Hamas, Yahya Sinwar , dalam baku tembak dengan tentara Zionis Israel mengingatkan kita akan peristiwa masa Tabiin . Kala itu, sejumlah pahlawan Islam juga syahid dalam membebaskan sejumlah wilayah dari kekufuran.
"Sinwar naik terus maju dan tidak mundur, terlibat di garis depan, bergerak di antara posisi tempur," kata Khalil al-Hayya, kepala cabang Hamas di Gaza saat mengumumkan syahidnya pahlawan Islam itu.
Pada era kekhalifahan Umayyah , banyak pahlawan Islam yang gagah berani syahid di medan pertempuran. Sebut saja Abdurrahman al-Ghafiqi .
Nama lengkapnya adalah Abu Sa'id Abdurrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi Al-Akki. Beliau adalah wali (gubernur) Al-Andalus yang menjabat dua kali. Ia pertama kali menjabat karena diangkat oleh rakyat Al-Andalus sebagai pemimpin mereka setelah terbunuhnya gubernur sebelumnya, As-Samah bin Malik Al-Khaulani.
Namanya dikaitkan dengan kepemimpinan kaum Muslimin dalam Pertempuran Balath Asy-Syuhada yang terkenal. Juga dikenal sebagai Pertempuran Tours atau Pertempuran Poitiers, yang berakhir dengan kemenangan kaum Frank dan penarikan pasukan Muslim setelah kesyahidan Abdurrahman Al-Ghafiqi.
Dr Abdurrahman Ra’at Basya dalam bukunya berjudul "Mereka adalah Para Tabi’in" berkisah, perang besar Toulouse telah melahirkan panglima baru yang tangkas dan berhasil menyelamatkan pasukan Islam dari timbulnya banyak korban.
"Jika pasukan itu ibarat kafilah yang hampir mati kehausan di tengah sahara, maka Abdurrahman al-Ghafiqi adalah orang yang menyuguhkan minum kepada mereka. Beliau menjadi tumpuan para prajurit muslimin untuk memulihkan kekuatan dan membimbing mereka menjauhi banyaknya korban yang berjatuhan," tuturnya.
Pertempuran Toulouse telah menorehkan luka pertama yang teramat pedih pada diri pasukan Islam sejak menginjakkan kakinya di Benua Eropa. Kehadiran Abdurrahman al-Ghafiqi menjadi penawar luka tersebut dan dengan tangannya yang penuh kasih dia merawat mereka sepenuh perhatian.
Kabar kekalahan pasukan Islam tersebut akhirnya sampai ke telinga Amirul Mukminin, Umar bin Abdul Aziz, di Damaskus. Selanjutnya, beliau memerintahkan agar seluruh prajurit melakukan bai’at kepada Abdurrahman al-Ghafiqi.
Kini beliau diangkat sebagai pemimpin seluruh Spanyol dan daerah-daerah Prancis yang sudah berhasil dikuasai. Dengan jabatan tersebut al-Ghafiqi mendapatkan otonomi untuk mengatur strategi yang dikehendakinya.
Pemimpin baru Abdurrahman al-Ghafiqi tidak membuang-buang waktu. Beliau segera membenahi kembali pasukan Islam, menempa tekad para prajurit, mengembalikan kepercayaan diri, kehormatan, dan kekuatan mereka.
Semua ditujukan untuk melanjutkan obsesi tokoh-tokoh muslimin Spanyol sejak Zaman Musa bin Nushair hingga as-Samah bin Malik, yaitu menguasa Prancis, Italia, Jerman hingga Konstantinopel, serta menjadikan laut putih tengah sebagai lautan Islam dan mengganti nama laut Romawi menjadi laut Syam.
Dua tahun penuh Abdurrahman al-Ghafiqi mempersiapkan diri untuk menyongsong perang besar itu. Beliau membentuk kesatuan-kesatuan prajurit dan tak henti-hentinya membakar gelora jihad mereka.
Di samping itu, beliau juga meminta bantuan kepada para pemimpin Islam di Afrika untuk mengirim prajurit-prajurit mereka yang memiliki nyali jihad dan rindu syahid.
Setelah itu, beliau mengutus Utsman bin Abi Nus’ah amir penjaga perbatasan untuk menyibukkan musuh dengan serangan-serangan sporadis sambil menunggu pasukan inti yang dipimpin oleh Abdurrahman al-Ghafiqi tiba di medan perang.
Menurut Dr Abdurrahman Ra’at Basya, pilihan Abdurrahman al-Ghafiqi ternyata keliru. "Utsman bin Abi Nus’ah adalah orang yang ambisius tetapi berwatak lemah. Jarak yang jauh dari pemimpinnya membuka peluang baginya untuk melakukan langkah-langkah yang bisa mengangkat namanya tanpa mempedulikan persoalan lainnya," tuturnya.
Dia bahkan menculik putri Duke Octania bernama Minin, seorang putri yang amat jelita. Dalam dirinya terkumpul kecantikan, kebangsawanan, usia belia, dan kekayaan sebagai penghuni istana.
Tak heran bila Utsman bin Abi Nus’ah akhirnya tergila-gila padanya dan memberikan perhatian berlebih dibanding kepada seorang istri.
"Sinwar naik terus maju dan tidak mundur, terlibat di garis depan, bergerak di antara posisi tempur," kata Khalil al-Hayya, kepala cabang Hamas di Gaza saat mengumumkan syahidnya pahlawan Islam itu.
Pada era kekhalifahan Umayyah , banyak pahlawan Islam yang gagah berani syahid di medan pertempuran. Sebut saja Abdurrahman al-Ghafiqi .
Nama lengkapnya adalah Abu Sa'id Abdurrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi Al-Akki. Beliau adalah wali (gubernur) Al-Andalus yang menjabat dua kali. Ia pertama kali menjabat karena diangkat oleh rakyat Al-Andalus sebagai pemimpin mereka setelah terbunuhnya gubernur sebelumnya, As-Samah bin Malik Al-Khaulani.
Namanya dikaitkan dengan kepemimpinan kaum Muslimin dalam Pertempuran Balath Asy-Syuhada yang terkenal. Juga dikenal sebagai Pertempuran Tours atau Pertempuran Poitiers, yang berakhir dengan kemenangan kaum Frank dan penarikan pasukan Muslim setelah kesyahidan Abdurrahman Al-Ghafiqi.
Dr Abdurrahman Ra’at Basya dalam bukunya berjudul "Mereka adalah Para Tabi’in" berkisah, perang besar Toulouse telah melahirkan panglima baru yang tangkas dan berhasil menyelamatkan pasukan Islam dari timbulnya banyak korban.
"Jika pasukan itu ibarat kafilah yang hampir mati kehausan di tengah sahara, maka Abdurrahman al-Ghafiqi adalah orang yang menyuguhkan minum kepada mereka. Beliau menjadi tumpuan para prajurit muslimin untuk memulihkan kekuatan dan membimbing mereka menjauhi banyaknya korban yang berjatuhan," tuturnya.
Pertempuran Toulouse telah menorehkan luka pertama yang teramat pedih pada diri pasukan Islam sejak menginjakkan kakinya di Benua Eropa. Kehadiran Abdurrahman al-Ghafiqi menjadi penawar luka tersebut dan dengan tangannya yang penuh kasih dia merawat mereka sepenuh perhatian.
Kabar kekalahan pasukan Islam tersebut akhirnya sampai ke telinga Amirul Mukminin, Umar bin Abdul Aziz, di Damaskus. Selanjutnya, beliau memerintahkan agar seluruh prajurit melakukan bai’at kepada Abdurrahman al-Ghafiqi.
Kini beliau diangkat sebagai pemimpin seluruh Spanyol dan daerah-daerah Prancis yang sudah berhasil dikuasai. Dengan jabatan tersebut al-Ghafiqi mendapatkan otonomi untuk mengatur strategi yang dikehendakinya.
Pemimpin baru Abdurrahman al-Ghafiqi tidak membuang-buang waktu. Beliau segera membenahi kembali pasukan Islam, menempa tekad para prajurit, mengembalikan kepercayaan diri, kehormatan, dan kekuatan mereka.
Semua ditujukan untuk melanjutkan obsesi tokoh-tokoh muslimin Spanyol sejak Zaman Musa bin Nushair hingga as-Samah bin Malik, yaitu menguasa Prancis, Italia, Jerman hingga Konstantinopel, serta menjadikan laut putih tengah sebagai lautan Islam dan mengganti nama laut Romawi menjadi laut Syam.
Dua tahun penuh Abdurrahman al-Ghafiqi mempersiapkan diri untuk menyongsong perang besar itu. Beliau membentuk kesatuan-kesatuan prajurit dan tak henti-hentinya membakar gelora jihad mereka.
Di samping itu, beliau juga meminta bantuan kepada para pemimpin Islam di Afrika untuk mengirim prajurit-prajurit mereka yang memiliki nyali jihad dan rindu syahid.
Setelah itu, beliau mengutus Utsman bin Abi Nus’ah amir penjaga perbatasan untuk menyibukkan musuh dengan serangan-serangan sporadis sambil menunggu pasukan inti yang dipimpin oleh Abdurrahman al-Ghafiqi tiba di medan perang.
Menurut Dr Abdurrahman Ra’at Basya, pilihan Abdurrahman al-Ghafiqi ternyata keliru. "Utsman bin Abi Nus’ah adalah orang yang ambisius tetapi berwatak lemah. Jarak yang jauh dari pemimpinnya membuka peluang baginya untuk melakukan langkah-langkah yang bisa mengangkat namanya tanpa mempedulikan persoalan lainnya," tuturnya.
Dia bahkan menculik putri Duke Octania bernama Minin, seorang putri yang amat jelita. Dalam dirinya terkumpul kecantikan, kebangsawanan, usia belia, dan kekayaan sebagai penghuni istana.
Tak heran bila Utsman bin Abi Nus’ah akhirnya tergila-gila padanya dan memberikan perhatian berlebih dibanding kepada seorang istri.