Makanan Khas Sufi Tidak Sama dengan Makanan Biasa

Kamis, 10 September 2020 - 09:16 WIB
loading...
Makanan Khas Sufi Tidak Sama dengan Makanan Biasa
Ilustrasi/Ist
A A A
SUFISME tentu saja mempunyai terminologi teknis yang khas, dan puisi-puisi Maulana Jalaluddin Rumi kaya akan jenis-jenis umum dan khusus dari istilah-istilah dasar itu.

Sebagai contoh, ia menggambarkan dalam kitab ketiganya, Diwan asy-Syams at-Tabriz, beberapa konsep pikiran dan aktivitas yang diproyeksikan dalam suatu pertemuan rahasia para darwis . ( )

Diramu dengan puisi rapsodik (penuh semangat), ajaran-ajaran sufi "dalam pemikiran dan tindakan" disampaikan melalui metode yang secara khusus dirancang proyeksinya:



Bergabunglah dengan komunitas Sufi, jadilah seperti mereka, maka lihatlah kebahagiaan dari kehidupan sejati. Pergilah sepanjang jalan yang runtuh dan lihatlah orang-orangyang merana (para pemilik rumah yang runtuh). Minumlah anggur, agar engkau tidak mempunyai rasa malu. Tutuplah kedua mata lahirmu, sehingga engkau bisa melihat dengan mata batin. Bukalah kedua tanganmu, jika engkau mengharap pelukan. Hancurkan berhala bumi untuk melihat wajah banyak berhala. Mengapa seorang perempuan tua begitu senang menerima sebuah mahar -- dan karena tiga potong roti, mengapa engkau menerima kewajiban militer?



Sahabat kembali di malam hari; malam ini jangan minum -- tutuplah mulutmu dari makanan, hingga engkau memperoleh makanan mulut. Di Majelis sang Pembawa Cawan yang ramah, berputarlah -- masuklah ke dalam lingkaran. Berapa lama engkau mengitarinya? Inilah tawarannya -- tinggalkan satu kehidupan, raihlah keramahan Pengembala... Hentikan pikiran kecuali bagi pencipta pikiran -- berpikir tentang "kehidupan" lebih baik dibandingkan berpikir tentang roti. Di keluasan bumi Tuhan, mengapa engkau tertidur di sebuah penjara? Abaikan pemikiran-pemikiran rumit -- untuk melihat jawaban jawaban yang tersembunyi. Diamlah untuk meraih kalam abadi. Tinggalkan "kehidupan" dan "dunia" untuk menyaksikan "Kehidupan Dunia".



Idries Shah dalam The Sufis menjelaskan meskipun aktualitas sufi tidak bisa diuji kemurniannya oleh kriteria yang lebih terbatas dari pemikiran diskursif, puisi ini bisa dilihat sebagai suatu perakitan faktor-faktor utama dalam metode Rumi. ( )

Ia mendeskripsikan arti penting komunitas yang dicurahkan untuk memahami realitas, di mana realitas hanyalah sebagai suatu pengganti. Pengetahuan ini hadir melalui hubungan dengan orang lain, dengan terlibat dalam kegiatan kelompok, begitu pula dalam pemikiran dan kegiatan personal. ( )

Suatu yang mendasar hanya hadir jika pola-pola pemikiran tertentu telah direduksi dengan perspektif yang tepat. Sang Salik harus "membuka tangannya" untuk menerima sebuah pelukan, bukan mengharap sebuah pemberian sementara ia berdiri pasif menunggunya.

"Perempuan tua yang lemah" adalah semua bentuk pengalaman duniawi sebagai pantulan dari suatu realitas terakhir yang hampir tidak mungkin dibandingkan dengan apa yang tampak sebagai kebenaran. Untuk "tiga potong roti" dalam kehidupan biasa, orang rela menjual potensialitasnya.



Sahabat datang di malam hari -- datang, yaitu ketika segala sesuatu masih tinggal dan ketika seseorang tidak tenggelam oleh pemikiran otomatis.

Makanan khas Sufi tidaklah sama dengan makanan biasa; tetapi ia merupakan bagian esensial dari kemanusiaan.



Kemanusiaan berputar-putar di sekitar realitas dalam sebuah sistem yang tidak sejati. Ia harus memasuki lingkaran dan bukannya sekadar mengikuti garisnya.

Hubungan kesadaran sejati dengan apa yang kita pandang sebagai kesadaran itu bagaikan hubungan dari seratus kehidupan dengan satu kehidupan.

Beberapa karakteristik kehidupan sebagaimana kita ketahui -- karakter pemangsa dan egoisme serta banyak lagi lainnya sebagai penghalang bagi kemajuan -- harus dilenyapkan oleh faktor-faktor halus. (Bersambung)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1535 seconds (0.1#10.140)