Di Lembah Kedua: Pikiran Tak Bisa Tinggal Bersama Kedunguan Cinta

Sabtu, 19 September 2020 - 13:37 WIB
loading...
A A A
Sultan pun berkata, "O kau yang telah menarik diri dari kehidupan yang biasa, cinta bagimu bagai permainan polo?"

"Begitulah," jawab pengemis itu, "karena bola selalu bergerak, seperti hamba, dan hamba pun seperti bola itu. Bola dan hamba punya kepala yang berpusing, meskipun kami tak bertangan maupun berkaki. Kami dapat bersama-sama membicarakan penderitaan yang ditimbulkan oleh tongkat pemukul pada kami; tetapi bola itu lebih beruntung daripada hamba, karena kuda menyentuhnya dengan kakinya setiap kali. Bola itu menerima pukulan tongkat pemukul pada badannya, tetapi hamba merasakan pukulan-pukulan itu dalam hati hamba."

"Darwis yang miskin," kata Sultan, "kau membanggakan kemiskinanmu, tetapi mana bukti yang dapat kauperlihatkan?"

"Hamba korbankan segalanya demi cinta," jawab darwis itu, "itulah tanda kemiskinan rohani hamba. Dan bila Tuan, o Mahmud, pernah menghayati cinta yang sebenarnya, korbankanlah hidup Tuan untuk itu; bila tidak, Tuan tak berhak bicara tentang cinta."

Setelah berkata demikian, ia pun mati, dan dunia menjadi gelap bagi Mahmud.

Seorang Arab di Persia
Suatu kali seorang Arab pergi ke Persia dan heran melihat adat kebiasaan negeri itu. Pada suatu hari kebetulan ia melalui permukiman sekelompok kaum Qalandar dan melihat beberapa laki-laki yang tak bicara sepatah kata pun.

Mereka tak punya istri dan tak punya sekeping obol pun, tetapi mereka berhati suci dan bersih. Masing-masing memegang sebuah botol berisi anggur pekat yang dituangkannya dengan hati-hati sebelum duduk. Orang Arab itu merasa senang dengan mereka; ia pun berhenti dan pada saat itu hati dan pikirannya tertuju ke jalan itu.

Melihat ini kaum Qalandar itu berkata, "Masuklah, o orang yang tak berarti!"

Maka begitulah, mau tak mau ia pun masuk. Ia diberi sepiala anggur dan segera ia pun tak sadarkan diri. Ia jadi mabuk dan kekuatannya hilang. Emas dan perak serta barang-barangnya yang berharga diambil oleh salah seorang dari kaum Qalandar, dan kepadanya diberikan anggur lebih banyak lagi, dan akhirnya ia pun dilemparkan ke luar rumah.



Kemudian orang Arab itu pun pulang ke negerinya sendiri, bermata sebelah dan miskin, keadaannya berubah dan bibirnya kering. Setiba di tempat kelahirannya, kawan-kawannya bertanya padanya, "Ada apa? Kau pengapakan uang dan barang-barangmu yang berharga itu? Apakah dicuri orang ketika kau tidur? Adakah kau telah berbuat buruk di Persia? Ceritakan pada kami! Mungkin kami dapat menolongmu!"

"Aku ngeloyor ke sana-sini di jalan," katanya, "dan tiba-tiba saja aku bertemu dengan kaum Qalandar. Tak ada yang kuketahui lagi kecuali bahwa aku telah kehilangan semua milikku dan kini aku tak punya apa-apa lagi." Mereka minta padanya agar memberikan gambaran tentang kaum Qalandar itu. Jawabnya hanya, "Orang-orang itu cuma mengatakan padaku, 'Masuklah'."

Orang Arab itu seterusnya tetap dalam keadaan heran dan tercengang, seperti anak kecil, dan melongo karena kata "Masuklah".



Maka kau pun hendaknya melangkah maju. Bila kau tak mau, maka ikuti angan-anganmu. Tetapi bila kau lebih menyukai kerahasiaan cinta dari jiwamu, maka kau akan mengorbankan segalanya. Kau akan kehilangan apa yang kau pandang berharga, tetapi kau akan segera mendengar kata-kata khidmat, "Masuklah".

Si Pencinta yang Kehilangan Kekasihnya
Seorang laki-laki yang bercita-cita luhur jatuh cinta dengan seorang wanita muda jelita. Tetapi sementara itu wanita pujaan hatinya menjadi kurus dan sepucat ranting yang berwama kuning kunyit. Hari yang cerah lenyap dari hatinya; dan maut, yang menunggu dari jauh, datang mendekat.

Ketika laki-laki yang mencintainya mengetahui ini, ia pun mengambil parang dan berkata, "Aku akan pergi membunuh kekasihku di tempat ia terbaring agar si jelita yang bagai lukisan yang mengagumkan ini tidak mati karena kodrat."

Orang-orang pun mengatakan padanya, "Apa kau gila! Kenapa pula kau mau membunuh wanita itu di saat ia sudah mendekati ajalnya?"



Si pencinta itu berkata, "Jika dia mati karena tanganku, maka orang-orang pun akan membunuhku, sebab aku dilarang membunuh diriku sendiri. Kemudian di hari kiamat kelak, kami akan bersama lagi sebagaimana kami sekarang ini. Jika aku dibunuh, karena gairah hasratku padanya, maka kami akan menjadi satu, seperti nyala terang pada sebatang lilin yang dinyalakan."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7187 seconds (0.1#10.140)