Al-Qur'an dan Hadis Melarang Mengambil yang Bukan Haknya

Senin, 21 September 2020 - 21:00 WIB
loading...
A A A
Kedua, hukum. Satu, memberikan risywah dan menerimanya hukumnya adalah haram. Dua, melakukan korupsi hukumnya adalah haram. Tiga, memberikan hadiah kepada pejabat:
a. Jika pemberian hadiah itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan, maka pemberian seperti itu hukumnya halal (tidak haram), demikian juga menerimanya.

b. Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang jabatan, maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan. Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan apa-apa, maka memberikan dan menerima hadiah tersebut tidak haram.

Kemudian, jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan (perkara), maka bagi pejabat haram menerima hadiah tersebut. Sedangkan bagi pemberi, haram memberikannya apabila perberian dimaksud bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang batil (bukan haknya).

Berikutnya, jika antara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan, baik sebelum maupun sesudah pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk sesuatu yang batil, maka halal (tidak haram) bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi pejabat haram menerimanya.

"Ketiga: Seruan. Semua lapisan masyarakat berkewajiban untuk memberantas dan tidak terlibat dalam praktek hal-hal tersebut. Keempat: Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini."

SurveiKorupsi dan Religiusitas
Secara empiris, perbandingan korupsi dengan tingkat religiusitas dan keberagaman masyarakat Indonesia dengan korupsi pernah dipotret oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI). Selama kurun 16-22 Agustus 2017, LSI melakukan survei nasional bertajuk "Korupsi, Religiusitas, dan Intoleransi". Berikut ini dinukilkan dari dokumen ‘Presentasi Rilis’ dan ‘Press Release' survei yang telah lebih dulu penulis unduh di laman resmi LSI.

LSI memilih 1540 responden di seluruh Indonesia dengan metode multi-stage random sampling. Berdasar jumlah sampel ini, diperkirakan margin of error sebesar ± 2,6 % dengan tingkat kepercayaan 95 %. Para responden adalah personal yang sudah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

LSI menemukan, saat survei Agustus 2017, mayoritas warga yakni 54 % merasa bahwa tingkat korupsi di Indonesia mengalami peningkatan dalam dua tahun terakhir. Di sisi lain, warga yang merasa ‘tingkat korupsi meningkat' berkurang proporsinya dibanding temuan pada 2016 yaitu 70 %. Berikutnya 19,3 % menilai tingkat korupsi menurun dan 24,5 % berpendapat tidak ada perubahan. Selain itu mayoritas warga menilai pemerintah serius (55,9 %) dan sangat serius melawan korupsi (11,4 %).

LSI menemukan, korelasi antara pengalaman masyarakat diminta memberikan uang/hadiah di luar biaya resmi oleh pegawai pemerintah dan pengalaman mereka memberi uang/hadiah di luar biaya resmi sangat kuat (0.706). Artinya, semakin sering aparat pemerintah bertindak korup terhadap warga, maka warga juga akan semakin sering bertindak korup dengan mengikuti permintaan aparat pemerintah tersebut.

Dari sisi sikap terhadap korupsi, LSI menyimpulkan, pandangan masyarakat Indonesia tentang praktik korupsi cukup memprihatinkan. Musababnya, sebanyak 30,4 % berpendapat bahwa pemberian uang/hadiah untuk memperlancar urusan ketika berhubungan dengan instansi pemerintah (gratifikasi) merupakan hal yang wajar. Angka yang hampir sama yakni 35,2 % pun ditemukan dalam sikap pemakluman masyarakat terhadap tindakan kolusi.

Survei ini menemukan, adanya hubungan antara perilaku dan sikap masyarakat terhadap korupsi. Terdapat hubungan positif dan signifikan di antara keduanya. Semakin warga bersikap memaklumi praktik korupsi, semakin korup juga perilaku mereka.Dari aspek religiusitas dan keberagaman, khusus responden muslim, sekitar 74,9 % warga muslim merasa dirinya sangat atau cukup saleh. Kemudian, sekitar 82,9 % warga muslim sangat atau cukup sering mempertimbangkan agama ketika membuat keputusan penting.

Untuk aspek ini, ada tiga temuan LSI. Satu, masyarakat muslim Indonesia tergolong relijius. Alasannya, sebanyak 74,9 % dari seluruh umat Islam di Indonesia sangat atau cukup saleh. Oleh karenanya, wajar jika 82,9 % dari mereka sangat sering atau cukup sering mempertimbangkan agama ketika membuat keputusan penting.

Dua, kesalehan masyarakat juga tercermin dari praktik ritual yang dilakukan. Sebanyak 55,9 % rutin melakukan shalat wajib lima waktu dan 28,4 % cukup sering melakukannya. Sementara yang rutin puasa Ramadhan sebanyak 67,5 % dan sering puasa 24,6 %. Berikutnya, mereka yang selalu menjalankan shalat sunnah 14,4 % dan yang sering sebanyak 30,3 %.

Tiga, meskipun demikian, makna agama dan perilaku ritual yang dijalani hanya berhubungan signifikan dengan sikap mereka terhadap korupsi. Tidak ada hubungannya dengan perilaku korupsi . Sehingga, semakin relijius maka hanya semakin bersikap antikorupsi. Perilaku korup tetap berjalan dan tidak ada hubungannya dengan masalah agama. [ ]

(Bersambung)!
(rhs)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3563 seconds (0.1#10.140)