Umar bin Khattab: Akan Kuhantam Raja-Raja Persia itu dengan Raja-Raja Arab

Jum'at, 09 Oktober 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Kata Sa’ad, "Separuhnya?"

“Tidak,” kata Rasulullah lagi.

“Sepertiganya?” tanya Sa’ad lebih lanjut.

Ketika itu Rasulullah berkata: "Sepertiga, sepertiga itu banyak. Lebih baik Anda membiarkan ahli waris itu kaya daripada membiarkan mereka menjadi beban dan meminta-minta kepada orang."

Di samping sifat-sifatnya demikian itu Sa’ad adalah kesatria dan pahlawan pemberani. Ia termasuk pemanah yang terbilang dari sahabat-sahabat Rasulullah. Dia ikut terjun dalam beberapa peperangan di Badr, Uhud, Khandaq, Hudaibiah, Khaibar, dalam pembebasan Makkah dan dengan semua ekspedisi bersama Rasulullah.



Dalam pembebasan Makkah dia yang membawa salah satu dari tiga bendera Muhajirin. Dalam Perang Uhud, ketika orang banyak yang berlarian, ia tetap bertahan bersama Rasulullah.

Dia melindungi Rasulullah demikian rupa sehingga Rasulullah berkata: "Sa’ad, lepaskan (anak panahmu). Kupertaruhkan ibu-bapaku untukmu!"

Dia adalah orang pertama yang melepaskan anak panah dalam Islam tatkala ia berangkat dalam satuan Ubaidah bin al-Haris ke suatu tempat mata air di Hijaz di Wadi Rabig.

Ia bertemu dengan rombongan Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb. Lalu mereka menarik diri tanpa terjadi bentrokan senjata selain panah yang dilepaskan Sa’ad. Itu sebabnya ia berkata: "Saya orang pertama di kalangan Arab yang melepaskan anak panah di jalan Allah."

Begitu itulah sifatnya. Tidak heran jika ia menjadi singa yang masih dengan cakarnya, dan secara aklamasi semua orang setuju ia diangkat menjadi komandan pasukan yang akan diberangkatkan ke Irak untuk menghadapi suatu situasi yang paling kritis yang pernah dihadapi pasukan Muslimin.

Pasukan Terbesar
Sa’ad berangkat dari Madinah menuju Irak dengan 4000 prajurit dengan membawa istri dan anak-anak mereka. Sesudah ia berangkat berdatangan pula kekuatan pasukan ke Madinah berturut-turut memenuhi seruan Khalifah Umar. Mereka dikirim untuk bergabung menyusul Sa’ad.



Dengan demikian jumlah dan kekuatan pasukannya bertambah. Yang membuat kekuatannya bertambah karena seluruh Semenanjung Arab mengirimkan putra-putra terbaiknya, terdiri dari para pahlawan, kesatria penunggang kuda, penyair, orator dan pemimpin-pemimpin yang masing-masing mempunyai kepemimpinan dan kedudukan tersendiri.

Di antara mereka terdapat Amr bin Ma'di Karib az-Zabidi, Tulaihah bin Khuwailid al-Asadi, Asy'as bin Qais al-Kindi dan beberapa lagi pemimpin yang lain, masing-masing memimpin kabilahnya. Ketika Sa’ad sudah mendekati Zarrud kekuatannya sudah mencapai 20.000 ribu orang.



Kekuatan Musanna yang ditarik ke Zu Qar sesudah pertempuran Buwaib, dan sesudah kekuasaan Persia berada di tangan Yazdigird, sebanyak 3000, dari jumlah kabilah-kabilah berdekatan yang bergabung dengan mereka 5000. Pasukan yang datang dari Syam di bawah komando Hasyim bin Utbah sebanyak 8000. Dengan demikian jumlah anggota pasukan yang berangkat dari berbagai penjuru untuk berpartisipasi di Kadisiah sekitar 36.000.

Sejak Musanna berangkat ke Delta Furat dan Tigris di masa pemerintahan Abu Bakr, ini termasuk pasukan terbesar yang pernah disiapkan Muslimin untuk menyerang Irak.

Musanna Wafat
Tatkala Sa’ad sampai ke Syaraf, sementara menunggu kedatangan pasukan yang dari Syam, penggalangan kekuatan itu sudah selesai. Tetapi Musanna tidak bersama pasukannya, karena luka-lukanya akibat pertempuran di jembatan telah membusuk dan dia meninggal setelah pimpinan pasukan diserahkan kepada Basyir bin al-Khasasiah. Juga al-Mu'anna bin Harisah, saudara Musanna, tidak ikut serta dalam pasukan ini, sebab dia mendapat berita, bahwa Qabus bin Qabus bin al-Munzir pergi ke Kadisiah atas perintah pihak Persia untuk mengajak orang-orang Arab bergabung dengan pasukan Persia memerangi pasukan Muslimin.

Dia adalah penulis Banu Bakr bin Wa'il, seperti an-Nu'man bin al-Munzir ketika dulu menulis kepada mereka mengajak bergabung dengan pasukannya. Mu'anna cepat-cepat meninggalkan Zu Qar menuju daerah Banu Bakr bin Wa'il untuk mengacaukan rencana Qabus, dan meminta Banu Bakr tetap setia pada kekuasaan Muslimin.



Setelah itu ia kembali ke Zu Qar dengan membawa Salma istri saudaranya, Musanna, dan sama-sama berangkat menyusul Sa’ad di Syaraf, yang ketika itu sudah siap akan bertolak ke Kadisiah.

Salma dan Mu'anna masuk menemui Sa’ad. Ia menyampaikan poran tentang Qabus dan Banu Bakr bin Wa'il. Disebutkannya juga pesan Musanna kepadanya untuk tidak menyerang musuh, Persia, kalau mereka dan semua staf berkumpul, dan jangan menyerang mereka di dalam wilayah mereka sendiri, tetapi seranglah mereka di daerah yang berbatasan dengan negeri mereka, yang dekat ke daerah pedalaman Arab dan tidak jauh dari daerah perkotaan. Kalau Allah memberikan kemenangan kepada pasukan Muslimin melawan musuh, segala yang ditinggalkan untuk mereka; kalau kebalikannya mereka lebih tahu mencari jalan keluar dan lebih berani di negeri sendiri, sampai nanti Allah memberikan giliran mereka yang membalas menyerang musuh.

Setelah Sa’ad mengetahui pendapat Musanna dan wasiatnya, ia merasa makin sedih atas kematiannya itu dan mendoakannya. Pimpinan yang di tangannya supaya diteruskan dan ia mengharapkan segala yang baik bagi keluarganya.

Setelah itu ia melamar Salma dan mengawininya. Perkawinan cara demikian ini merupakan salah satu adat kebiasaan orang Arab sebagai penghargaan untuk mengenang almarhum dan sebagai penghormatan kepada jandanya sehingga ia tetap dengan harga dirinya dan terhormat seperti pada masa suaminya yang dulu masih hidup. (Bersambung)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6134 seconds (0.1#10.140)