Upaya Meraih Kekayaan: Jangan Anggap Sepele Doa dan Tawakal

Rabu, 14 Oktober 2020 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Ia berkata, “Aku tidak mampu membayar diriku agar aku terbebas dari perbudakkan. Karena itu tolonglah aku!”

Ali bin Abi Thalib berkata, “Maukah engkau aku ajarkan kepadamu suatu kalimat yang Rasulullah SAW ajarkan kepadaku? Sekiranya engkau mempunyai utang walau sebesar gunung Shir, Allah Azza wa Jalla akan menunaikannya untukmu!”

Beliau berkata, “Katakanlah (doa berikut):

اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dari-Mu daripada apa haram. Dan berilah aku kecukupan dengan anugerah-Mu sehingga tidak memerlukan selain Engkau. (Shahîh Sunan At-Turmudzi, no. 2822)

Tawakal
Adnan ath-Tharsyah juga mengatakan manusia akan kuat dan terhormat kala ia tidak mengadukan kesusahannya dan menyerahkan urusannya kepada sesamanya. Ia akan menjadi mulia ketika ia adukan keperihannya dan menyerahkan urusannya kepada Allah Taala; Dzat Yang Maha Kuasa mendatangkan manfaat dan menampik madharat. ( )

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ نَزَلَتْ بِهِ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِالنَّاسِ لَمْ تُسَدَّ فَاقَتُهُ وَمَنْ نَزَلَتْ بِهِ فَاقَةٌ فَأَنْزَلَهَا بِاللَّهِ فَيُوشِكُ اللَّهُ لَهُ بِرِزْقٍ عَاجِلٍ أَوْ آجِلٍ

Barangsiapa ditimpa kefakiran, lalu ia adukan kepada manusia, maka kebutuhannya tidak akan dipenuhi. Dan barangsiapa yang dikenai kefakiran lalu ia adukan kepada Allâh Azza wa Jalla (dan ia serahkan kepada-Nya), maka Allâh Azza wa Jalla akan menyegerakan untuknya rezeki yang disegerakan, atau rezeki yang ditunda nantinya. (Shahîh Sunan At-Tirmidzi, no. 1895)

Ia serahkan segala keperluan dan keluhannya kepada Allah SWT. Ia bersimpuh berdoa penuh hiba kepada Allah SWT untuk memenuhi segala kebutuhan semua makhluk-Nya. ( )

Ia bertawakal kepada Allah, mengharap agar Dia berkenan memenuhi kebutuhannya. Allah akan menyegerakan kecukupan, dengan memberinya rezeki dalam waktu dekat, ataupun rezeki yang ditunda untuk suatu saat kelak. Ini semua tidaklah mengherankan, karena Allah Dzat satu-satunya yang memberi rezeki.

Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah Taala, maka Allah akan memberinya kecukupan dari-Nya. Allah Taala berfirman:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ

Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. [Ath-Thalâq/ 65: 3]

Sekiranya seseorang bertawakal kepada Allah Taala dengan sebenar tawakal, dengan penuh keyakinan bahwa tidak ada yang memberi atau menahan rezeki selain Allah Azza wa Jalla, lalu ia berusaha dengan menekuni mata pencahariannya, pasti ia akan diberi rezeki, layaknya burung yang keluar di pagi hari buta dengan perut kosong dan pulang di petang hari dalam keadaan kenyang. ( )

Jadi tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla adalah sebab yang paling agung dalam mendatangkan rezeki. Tawakal adalah setengah dari agama ini, yang merupakan bentuk permintaan tolong seoang hamba kepada Rabbnya.

Ia adalah amalan hati, bukan ucapan lisan atau perbuatan anggota badan, bukan pula pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Tawakal yang paling utama adalah tawakal dalam hal yang wajib; yaitu yang wajib terhadap Allah Azza wa Jalla, yang wajib terhadap sesama manusia, dan yang wajib terhadap dirinya. Yang wajib terhadap Allah adalah dengan meminta tolong kepada Allah Ta’ala dalam taat kepada-Nya, bertumpu pada-Nya dan tidak bersandar pada kekuatan dirinya. Ini disertai dengan usaha dan ikhtiar. ( )Adapun yang wajib terhadap diri adalah dengan bersandar kepada Allah Azza wa Jalla dalam memperbaiki urusan dirinya, sambil meniti jalan untuk mencari kebaikan diri dan kemanfaatannya.

Sedangkan yang wajib terhadap sesama manusia adalah bertawakal kepada Allah SWT dalam memperbaiki perkaranya, dengan memperkuat relasi antara diri dan Rabb nya, sehingga Allah pun akan membuat relasi dirinya dengan sesama manusia menjadi harmonis. Sebagaimana ia juga meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam memperbaiki sesama manusia, tidak mengandalkan ilmu dan usahanya. Karena ia tahu bahwa hati manusia ada di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. ( )

Sedangkan tawakal yang paling bermanfaat adalah tawakal terhadap suatu efek yang terjadi dalam hal kemaslahatan terkait agama, dan dalam hal menolak bahaya terkait agama.

Ini merupakan tawakalnya para nabi dalam menegakkan agama Allah Azza wa Jalla dan menolak sepak terjang yang dilakukan para perusak di muka bumi. Dan inilah tawakalnya para pewaris nabi.

Ada yang mengartikan tawakal sebagai bentuk percaya dan yakin dengan (kekuasaan) Allah Azza wa Jalla, merasa tenang dan nyaman dalam bersandar kepada-Nya.



Ada lagi yang mengartikannya sebagai bentuk keridhaan terhadap apa yang ditakdirkan. Sebagian orang salih berkata, “ada orang yang berkata: aku bertawakal kepada Allah Azza wa Jalla! Namun sebenarnya ia dusta kepada Allah Azza wa Jalla. Sekiranya ia benar-benar tawakkal kepada Allâh Azza wa Jalla, ia pasti akan ridha dengan apa yang Allah perbuat terhadapnya.

Mewujudkan tawakal, bukan kemudian berarti meniadakan usaha menempuh sebab dan ikhtiar mencari rezeki. Tawakal akan menjadi nonsense ketika tanpa diiringi usaha menempuh sebab dan ikhtiar. Tawakkal tanpa ikhtiar sama saja dengan bentuk berpangku tangan dan pengangguran.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1621 seconds (0.1#10.140)