Perang 24 Jam: Panglima Persia Menemui Ajalnya Saat Zuhur Tiba

Rabu, 21 Oktober 2020 - 10:45 WIB
loading...
A A A
Hal ini besar sekali pengaruhnya terhadap berdirinya sebuah kedaulatan Islam, sama seperti pengaruh Perang Badar terhadap berdirinya Islam.

Haekal mengatakan pasukan Muslimin akan membayar dengan harga berapa pun untuk meneruskan kemenangan yang sangat mendukung itu. Kita sudah melihat tindakan mereka yang sungguh berjaya itu dan kita sudah melihat perjuangan pahlawan-pahlawannya yang sudah bertempur mati-matian, seperti yang dilakukan oleh Qa'qa' bin Amr, semua itu adalah contoh yang paling menonjol. Kita melihat bagaimana mereka mengorbankan darah dan nyawa demi mencapai kemenangan, maka Allah membalasnya dengan dua macam karunia yang indah sekali. ( )

Selama tiga puluh hari yang berakhir dengan kemenangan itu, terbunuh dari mereka 6.000 orang, dan selama dua hari pertempuran Aimas dan Agwas 2.500 orang.

Jumlah korban sebanyak itu di luar yang dapat dibayangkan pihak Arab masa itu. Tetapi itu tidak seberapa dibandingkan dengan yang terbunuh di pihak Persia dalam prahara yang hiruk pikuk itu — yakni mereka yang hanyut dan tenggelam di sungai dan yang mati tersungkur saat melarikan diri.

Rampasan Perang
Sekarang Qa'qa' dan Zuhrah serta komandan pasukan yang lain sudah kembali. Mereka mengerumuni Sa’ad bin Abi Waqqash, dan melihat keadaan panglima itu — berkat kemenangan — sudah berangsur sembuh dari penyakit yang dideritanya. Segala harta dan rampasan perang kini dikumpulkan.

Ternyata semua itu berada di luar khayalan orang Arab. Sa’ad bin Abi Waqqash memanggil Hilal bin Alqamah dan menanyakan tentang Rustum; lalu katanya: "Lucutilah dia sekehendakmu." Semua yang ada pada korban itu sudah diambilnya, tak ada yang tertinggal. Jumlah semuanya mencapai tujuh puluh ribu. ( )

Sayang, kalau tidak karena topinya' jatuh ke sungai, bagian Hilal tentu akan berlipat ganda. Kemudian Zuhrah bin al-Hawiah datang membawa rampasan perang milik Jalinus. Sa’ad memperkirakan terlalu besar untuk diberikan seluruhnya kepadanya.

Mengenai ini ia menulis surat kepada Umar, yang dibalas oleh Umar dengan mengatakan: "Lakukanlah terhadap Zuhrah seperti yang sudah dialaminya, dan sisa rampasan perang yang masih ada biarkan di tangan Anda. Berikan rampasannya dan tambahkan lima ratus buat teman-temannya."

Rampasan perang itu oleh Sa’ad dibagi-bagikan kepada anggota-anggota pasukannya. Yang dari pasukan berkuda (kavaleri) enam ribu dan yang berjalan kaki (infanteri) dua ribu. Kemudian ditambahkan untuk penduduk negeri masing-masing lima ratus.

Sungguhpun begitu, selain seperlima yang oleh Sa’ad sudah dipisahkan untuk dikirim ke Madinah, rampasan perang itu masih banyak sisanya. Apa yang sudah dilakukan Sa’ad itu dilaporkannya kepada Umar, dengan menanyakan apa yang harus dilakukannya dengan sisa yang masih ada.

Umar membalas: "Yang seperlima kembalikan kepada pasukan Muslimin, dan berikan kepada yang menyusul Anda yang tidak mengalami pertempuran."

Semua perintah Umar oleh Sa’ad dilaksanakan. Tinggal lagi yang masih ada di tangannya, terpaksa ditanyakan kepada Umar apa yang harus ia lakukan. Umar memerintahkan agar dibagi-bagikan kepada orang-orang yang hafal Qur'an. ( )

Ketika ia akan membagikan kepada mereka tiba-tiba datang Amr bin Ma'di Karib dan Bisyir bin Rabi'ah al-Khas'ami. Kedua orang ini sudah berjuang mati-matian dalam pertempuran itu. Mereka harus mendapat balasan dua kali lipat. Karena pertempuran itu maka mereka ingin mendapat nasib seperti penghafal Al-Qur'an .

Sa’ad bertanya kepada Amr bin Ma'di Karib: "Firman Allah mana yang masih Anda hafal?"

Amr menjawab: "Saya masuk Islam di Yaman, kemudian ikut berperang sehingga terlalu sibuk saya untuk menghafal Qur'an."

Sa’ad menolak memberikan bagian harta penghafal Qur'an kepadanya. Ketika ia menanyakan kepada Bisyir tentang Qur'an yang dihafalnya, ia menjawab: Bismillahir-rahmanir-rahim! Mereka yang hadir di tempat itu tertawa semua. Dan Bisyir pun tidak mendapat bagian.

Dengan jawaban Sa’ad itu sudah puaskah kedua kesatria itu lalu mereka diam? Tidak! Malah Amr berkata (dalam bentuk syair):

Kalau kami gugur, tak ada orang yang akan menangisi kami
Malah Quraisy berkata: Bukankah itu sudah suratan?
Dalam bertempur kami dipersamakan
Dalam pembagian dinar persamaan tak ada.

Sedang Bisyir bin Rabi'ah berkata (juga dalam bentuk syair):

Kuderumkan untaku di gerbang Kadisiah
Dan Sa’ad bin Waqqas pemimpinku.
Sa’ad seorang pemimpin, segalanya yang baik
Ia tak kenal yang buruk
Tetapi Jarir pemimpin terbaik di Irak
Ingatlah-hentakan pedangku, semoga Allah membimbingmu
Di pintu Qudais, medan perang yang sungguh sulit
Petang itu mereka berharap sekiranya ada dari mereka
Yang dipinjami sepasang sayap burung
Ia akan terbang jauh .
Sa’ad adalah pemimpin, buruk tanpa yang baik
Harumnya jauh seperti Abu Zanad yang pendek.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1702 seconds (0.1#10.140)