Perang Kadisiah: Mukjizat Pasukan Muslim dan Nujum Panglima Perang Persia

Kamis, 22 Oktober 2020 - 09:15 WIB
loading...
A A A
Demikian juga egoisme para pembesar dan pangeran-pangeran itu, karena kecintaan kepada ambisinya yang begitu besar, maka hatinya telah tertutup dari segala yang lain. Semangat ini telah menjalar kepada semua orang Persia.

Ini pula yang menyebabkan penduduknya tunduk dan senang hidup dalam kehinaan. Mereka telah tertipu dengan keadaan itu tatkala pihak Romawi mengalahkan mereka, lalu Syam dan Mesir pun lepas dari tangan mereka. ( )

Mereka lupa bahwa Romawi dulu juga seperti Persia, runtuh dan teipecah belah. Setelah oleh Romawi mereka dipukul mundur ke tempat semula, mereka mengira bahwa perang akan ada pasang surutnya, kalah dan menang silih berganti. Mereka lupa bahwa kekuatan yang bersih dari segala noda tak akan dapat dipukul mundur.

Kalaupun pada suatu waktu terjadi demikian tentu karena ada cacat di dalamnya. Pihak Persia tidak begitu peduli atas serangan pasukan Muslimin yang pertama. Dikiranya bahwa tak lama mereka akan mundur sendiri melihat kekuatan dan kehebatan nama Persia. Setelah mereka melihat kemenangan yang diperoleh lawannya, baru mata mereka terbuka, tetapi terbuka untuk melihat kekalahan dan hilangnya kerajaan mereka. ( )

Masih akan ada gunanyakah angkatan bersenjata yang kekuatan moralnya sudah hancur demikian rupa jika kelak berhadapan dengan angkatan bersenjata yang berkekuatan sempurna?

Kekuatan ini ialah berjuang demi cita-cita yang luhur, yang sudah dijadikan keyakinannya, dan melihat mati untuk itu merupakan mati syahid yang dipersembahkan kepada Tuhannya, dan karenanya pula pintu-pintu surga akan selalu terbuka untuk dimasuki sebagai tempat bahagia, dengan mendapat rida Allah untuk selamanya!

Kaum Muslimin sudah seia sekata dengan cita-citanya itu, dan untuk itulah ia menyerahkan hidupnya kepada Allah. Untuk mewujudkannya, ia lebih memilih mati daripada hidup. Dengan demikian ia mendapat kekuatan yang sudah tersedia dalam dirinya untuk mengembalikan umat manusia ke jalan yang lurus, dan untuk menyampaikan suatu risalah, suatu ajaran yang harus diperdengarkan kepada dunia untuk melestarikan kehidupan dunia itu. ( )

Kekuatan semacam itu tidak akan dapat dibendung oleh kekuasaan betapapun besarnya, dan tak ada kekuatan apa pun yang akan dapat merintangi penyampaian risalah demikian itu.

Karena itulah, maka pasukan gajah Persia itu lari dan barisan mereka porak poranda dalam ketakutan ketika menghadapi pasukan Muslimin. Maka jalan untuk menyampaikan risalah pun terbuka. Ternyata orang begitu patuh menyambut risalah itu. Mereka melihat kebenaran begitu kuat tergambar pada setiap kata, pada setiap kalimat dalam ajaran itu. Kemudian mereka melihat di dalamnya tak ada tempat untuk segala yang batil, yang palsu, dan bagaimanapun kebatilan harus binasa.

Inilah rahasianya mengapa pasukan Muslimin menang menghadapi pasukan Persia dalam Pertempuran Kadisiah. Pelajaran yang dapat kita simpulkan dan yang terbaik, di antaranya yang dapat kita baca dalam firman Allah ini:

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ

"Sungguh, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa sebelum bangsa itu mengubah keadaan diri sendiri." (Quran Surat Ar-Ra’d Ayat 11)

Keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya telah mengubah jiwa kaum Muslimin, mereka dibimbing ke jalan yang benar, yang sebagai landasannya sudah berdiri sebuah peradaban yang tinggi. Maka dengan Islam mereka menjadi kuat dan mereka pun memperkuatnya. ( )

Sebaliknya Persia dan Romawi, kecintaan mereka kepada kenikmatan hidup duniawi masih lebih kuat daripada prinsip-prinsip yang luhur, yang telah memberi arti dan nilai tersendiri bagi kehidupan umat manusia, dan membuat kita benar-benar menghayatinya. Sedang mereka telah diperbudak oleh kenikmatan hidup, yang dalam kenyataannya memang tak memberikan apa-apa kepada mereka.

Muslimin telah mengubah keadaan diri sendiri tatkala mereka beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Mereka berpegang pada cita-cita luhur yang dilukiskan oleh Allah dalam ajaran-Nya kepada Nabi-Nya. ( )

Berkat adanya perpaduan itu kaum Muslimin telah menjadi satu umat, setiap orang dari mereka dalam umat ini sudah seperti anggota badan dalam tubuh, bukan kekuatan yang berdiri sendiri, melainkan kekuatan tubuh seluruhnya. Setiap laki-laki dan setiap perempuan sebagai anggota umat, mempunyai kekuatan yang diangkat dari cita-cita luhur itu, kemudian mendorongnya kuat-kuat untuk memasuki perjuangan mahaberat demi cita-citanya itu. Dengan itu ia dibawa ke suatu titik yang sudah tak mengenal lemah, mundur atau kalah. Malah ia lebih memilih mati sebagai pribadi terhormat daripada hidup dalam kehinaan.

Kita sudah melihat betapa lemahnya Tulaihah bin Khuwailid ketika berhadapan dengan Khalid bin Walid dalam Perang Riddah, tetapi bagaimana kemudian ia menjadi begitu kuat berhadapan dengan pasukan Persia di Kadisiah! ( )

Kita juga sudah melihat bagaimana Amr bin Ma'di Karib dan Asy'as bin Qais tak berdaya dalam pemberontakan mereka ketika menghadapi pasukan Muslimin, tetapi setelah itu bagaimana pula mereka mati-matian bertempur di Kadisiah yang kemudian dikenang orang demikian rupa!

Soalnya, ketika Tulaihah mendakwakan diri nabi begitu kuat, penuh semangat tetapi keimanannya lemah, maka semangat yang tinggi dengan keimanan yang lemah itu ternyata tak ada artinya.

Begitu juga Amr bin Ma'di Karib, Asy'as bin Qais dan yang lain yang pernah membangkang dan memerangi kekuasaan Muslimin. Tetapi setelah mereka kembali kepada Islam dan menjadi bagian dari umat yang bangga karena keimanannya, maka dengan keimanannya, kekuatan itu bertambah. ( )

Bagaimana peranannya dalam Pertempuran Kadisiah sudah kita lihat, dan sesudah Kadisiah pun kepahlawanan dan kejayaannya diabadikan dalam sejarah.

Meninggalkan Kesenangan
Dalam tubuh ini kedudukan Amirulmukminin sama dengan kepala, mengatur berbagai masalah demi kebaikan semua, la meninggalkan kesenangan dengan hidup menderita demi kesejahteraan semua. Dalam hal ini Umar bin Khattab telah mengambil teladan dari Rasulullah SAW, kemudian dari Abu Bakar . Dia sendiri adalah teladan yang sangat ideal dalam hal keadilannya, keteguhan hatinya dan setiap pribadi sebagai anggota umat, lebih diutamakan daripada dirinya.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2512 seconds (0.1#10.140)