Karomah Sumnun yang Ceramahnya Selalu Berisi Cinta Mistis

Rabu, 24 Februari 2021 - 18:20 WIB
loading...
Karomah Sumnun yang Ceramahnya Selalu Berisi Cinta Mistis
Abul Hasan Sumnun bin Abdullah (Hamzah) al-Khauwash, ulama sufi yang terkenal dengan ceramah dan syair-syairnya berisi cinta mistis. Foto/ilustrasi
A A A
Berikut adalah kisah seorang sahabat Imam Sari as-Saqathi (ulama sufi terkemuka di Baghdad, wafat 253 H) yang dijukuli Sang Pecinta. Namanya adalah Abul Hasan Sumnun bin Abdullah (Hamzah) al-Khauwash, ulama sufi yang terkenal dengan ceramah dan syair-syairnya berisi cinta mistis. Pada akhir hayatnya, Sumnun didakwa oleh Ghulam al-Khalil dan wafat kira-kira Tahun 300 Hijriyah (913 Masehi).

Dalam buku "Kisah Karomah Wali Allah" karangan Syekh Yusuf bin Ismail an-Nabhani diceritakan, Sumnun adalah sahabat Imam Sari as-Saqathi dan tokoh sufi semasa dengan Imam Junaid Al-Baghdadi.



Beliau dijukluki Sang Pencita (walaupun beliau sendiri menjuluki dirinya sebagau Sumnun Pendusta). Sumnun mempunyai sebuah doktrin yang istimewa mengenai cinta. Doktrin ini lebih diutamakannya daripada doktrin mistik. Jadi berlawanan sekali dengan pandangan mayoritas tokoh-tokoh sufi.

Ketika Sumnun memberi ceramah mengenai cinta, dari angkasa meluncurlah seekor burung dan hinggap di atas kepalanya, kemudian pindah ke tangannya dan setelah itu ke dadanya. Dan dari dada Sumnun burung itu meloncat ke atas tanah, paruhnya dipatuk-patukkan dengan keras ke tanah sehingga mengeluarkan darah. Sesaat kemudian burung itu kehabisan tenaga dan mati.

Ketika Sumnun pergi ke Hijaz, orang-orang Faid mengundangnya untuk menyampaikan ceramah. Sumnun naik ke atas mimbar hendak berkhutbah ternyata tak seorang pun yang mendengarkannya. Maka perpalinglah ia kepada lampu-lampu di dalam masjid dan berkata: "Aku akan memberikan pengajaran kepada kalian mengenai cinta." Seketika itu lampu-lampu saling berbenturan dan hancur berantakan.

Dikisahkan, suatu hari Sumnun menikah dan dikaruniai seorang puteri. Ketika puterinya berusia tiga tahun, Sumnun sangat menyayanginya. Dan suatu malam Sumnun bermimpi dan dalam mimpinya ia menyaksikan dirinya telah berada pada Hari Berbangkit. Beliau menyaksikan setiap golongan ditegakkan sebuah panji. Salah satu di antara panji-panji itu sedemikian gemerlapnya sehingga menerangi padang-padang surgawi.

"Golongan apakah yang memiliki panji ini?" tanya Sumnun.

Kemudian ada yang berkata: "Golongan yang dikatakan Allah. Dia mencintai mereka dan mereka mencintai Dia (maksudnya golongan pencinta)."

Sumnun menyelinap ke tengah orang-orang yang berteduh di bawah panji itu. Tetapi salah seorang di antara mereka mendorongnya keluar.

"Mengapa engkau mengusirku?" Sumnun berteriak.

"Karena panji ini adalah panji para Pencinta, sedang engkau bukan seorang pencinta."

"Aku bukan seorang pencinta," teriak Sumnun. "Bukankah orang-orang menjulukiku sebagai Sumnun Sang Pencinta dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yag terkandung di dalam hatiku ini."

"Sumnun, dahulu engkau memang seorang pencinta. Tetapi sejak hatimu lebih cenderung kepda anakmu itu, namamu telah dihapus dari daftar para pencinta."

Di dalam mimpi, Sumnun mohon ampunan kepada Allah: "Ya Allah, jika karena anakku aku akan tergelincir, tunjukilah aku jalan yang baik."

Ketika Sumnun terbangun, terdengarlah suara gaduh: "Anak itu terjatuh dari atas loteng dan meninggal dunia."

Selanjutnya diriwiyatkan pula bahwa pada suatu ketika Sumnun menyenandungkan syair: "Tidak ada kebahagiaan bagiku, kecuali di dalam diri-Mu. Jadi, jika Engkau menghendaki, ujilah aku."

Sesaat itu juga saluran kencingnya tersumbat. Maka dikunjunginyalah sekolah demi sekolah dan kepada anak-anak murid ia berpesan: "Berodalah untuk pamanmu Sang Pendusta ini semoga Allah menyembuhkannya kembali."

Kisah Sumnun dan Ghulam Khalil
Ghulam Khalil memperkenalkan dirinya sebagai seorang sufi. Kepada khalifah, ia menukar keselamatan yang kekal abadi dengan kenikmatan-kenikmatan duniawi. Di depan khalifah ia selalu menfitnah para sufi dengan maksud agar mereka dihukum sehingga tak seorang pun memperoleh hikmah dari ajaran-ajaran mereka. Dengan demikian ia memperoleh kekuasaan yang tidak tercela.

Ketika Sumnun dewasa, kemasyhuran namanya tersiar ke mana-mana. Namun, Ghulam Khalil sering membuatnya menderita dan senantiasa mencari-cari kesempatan untuk dapat menfitnah Sumnun.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2294 seconds (0.1#10.140)