Jatuhnya Gubernur Madinah yang Mengganggu Keluarga Nabi SAW

Senin, 14 Juni 2021 - 10:08 WIB
loading...
A A A
Ibnu Hurmuz menyesal karena mampir di rumah Fathimah, sebab sesungguhnya dia tidak ingin mengadukan Ibnu Dhahhak kepada khalifah di Damaskus.

Tibalah Ibnu Hurmuz di Damaskus bersamaan dengan hari datangnya utusan yang membawa surat pengaduan Fathimah binti Husein. Dalam pertemuan dengan khalifah, Ibnu Hurmuz ditanya tentang kondisi di Madinah, juga tentang Salim bin Abdillah dan para fuqaha lainnya.

Yazid bin Abdul Malik bertanya, “Adakah hal-hal penting yang perlu Anda utarakan atau berita-berita yang perlu dibahas?”

Ibnu Hurmuz sama sekali tak menyebut-nyebut kisah Fathimah binti Husein. Mulutnya terkunci rapat tentang sikap walinya kepada Salim bin Abdullah.



Selagi dia masih menjelaskan tentang laporan keuangan yang diminta, penjaga masuk untuk melaporkan bahwa utusan Fathimah binti Husein minta izin untuk menghadap.

Pucatlah wajah Ibnu Hurmuz karena khawatir. Dia segera berkata, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniai Amirul Mukminin umur yang panjang. Memang benar Fathimah binti Husein juga menitip pesan kepada saya…” lalu dia menceritakan semuanya.

Mendengar penuturan Ibnu Hurmuz, Amirul Mukminin berdiri dari tempat duduknya dan berteriak marah, “Celaka! Bukankah aku bertanya kepadamu bagaimana berita Madinah? Pantaskah kejadian sebesar itu engkau sembunyikan dariku?” Ibnu Hurmuz segera mohon maaf dan mencari dalih.

Kemudian, utusan tersebut masuk dan menyerahkan surat Fathimah binti Husein. Amirul Mukminin langsung membuka dan membacanya. Pandangan matanya. Dia berteriak lantang, “Ibnu Dhahhak sudah berani mengganggu keluarga Rasulullah dan tak menghiraukan nasihat Salim bin Abdullah?! Siapa yang bisa memperdengarkan kepadaku jeritan gubernur Ibnu Dhahak sementara dia tersiksa di Madinah sedangkan aku tetap duduk di Damaskus?”

Di antara hadirin berkata, “Wahai amirul mukminin, tak ada yang lain di Madinah kecuali Abdul Wahid bin Bisyr an-Nadhari, angkatlah beliau. Saat ini beliau tinggal di Tha’if.”

Khalifah berkata, “Benar… demi Allah… dia memang layak untuk tugas ini.” Maka khalifah meminta kertas dan menulis surat pengangkatan gubernur:

“Dari Amirul Mukminin, Yazid bin Abdul Malik kepada Abdul Wahid bin Bisyr an-Nadhari.

Assalamu’alaikum

“Bersama surat ini saya melantik Anda sebagai gubernur di Madinah. Jika surat ini telah sampai kepada Anda, maka datanglah ke Madinah dan turunkanlah Ibnu Dhahhak dari jabatannya. Perintahkan agar dia membayar denda 40.000 dirham, lalu hukumlah dia hingga aku mendengar teriakannya dari Madinah.”

Berangkatlah utusan yang membawa surat tersebut menuju Tha’if melewati Madinah. Ketika di Madinah dia tidak tinggal di tempat Ibnu Dhahhak, bahkan memberi salampun tidak. Gubernur itu menjadi curiga dan khawatir akan dirinya. Diutusnya seseorang untuk mengundang utusan tersebut ke rumahnya. Lalu dia bertanya tentang sebab-sebab kedatangan utusan tersebut.

Utusan itu tak menjawab pertanyaan-pertanyaan Ibnu Dhahhak. Lalu Ibnu Dhahhak mengambil sesuatu di balik tempat tidurnya dan berkata, “Lihatlah, bungkusan ini berisi seribu dinar emas. Aku bersumpah akan merahasiakan apa yang kau bawa dan ke mana arah tujuanmu.”

Uang itupun diserahkan, lalu utusan tersebut menjawab pertanyaan Ibnu Dhahhak. Selanjutnya Ibnu Dhahhak berkata, “Tunggulah di sini selama tiga hari saja, aku akan pergi ke Damaskus sebentar. Baru setelah itu engkau boleh melanjutkan perjalananmu sesuai perintah yang kau terima.”

Ibnu Dhahhak bergegas menyiapkan kendaraannya, lalu segera meninggalkan Madinah menuju Damaskus. Setibanya di Damaskus, dia langsung menuju rumah saudara Yazid, Maslamah bin Abdul Malik. Dia adalah seorang yang baik lagi penolong. Ketika telah di hadapannya, Ibnu Dhahhak berkata:

Ibnu Dhahhak, “Aku berada di bawah lindunganmu, wahai amir.”

Maslamah: “Semoga baik-baik saja, apa yang terjadi atasmu?”
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1695 seconds (0.1#10.140)