Kisah Sufi: Maruf Si Tukang Sepatu dan Istrinya Fatima

Minggu, 14 November 2021 - 16:16 WIB
loading...
A A A
Raja itu mendua hati perihal Maruf dan memutuskan mengujinya. Raja mempunyai sebuah berlian berharga, yang akan dihadiahkannya kepada saudagar Maruf, untuk melihat apakah ia mengetahui nilainya atau tidak. Kalau Maruf mengetahui harga permata itu, Sang Raja yang seorang rakus akan memberi putrinya dinikahi Si Tukang Sepatu. Tetapi kalau saudagar itu tak mengetahuinya, ia akan dijebloskan ke dalam penjara.

Maruf pun datang ke istana, lalu berlian itu diberikan kepadanya. "Berlian ini untukmu, Maruf yang baik," kata raja itu. "Tetapi beritahu aku, kenapa tak kau bayar utangmu?"

"Sebab, Yang Mulia, kafilah hamba, yang berisi benda tak ternilai itu, belum lagi sampai. Ada pun permata ini, hamba pikir lebih baik disimpan Yang Mulia saja, sebab tak ada nilainya dibandingkan semua permata yang sangat berharga yang terdapat di dalam kafilah hamba," jawab Maruf.

Karena dikuasai kerakusan, raja itu membebaskan Maruf dan mengirim pesan kepada perwakilan para saudagar tadi agar berdamai dengan si Peminjam.

Ia memutuskan menikahkan putrinya dengan saudagar itu, meskipun ditentang oleh Wazir yang Agung, penasihatnya. Pejabat itu mengatakan bahwa Maruf jelas seorang penipu. Namun, raja itu ingat bahwa Sang Penasihat telah bertahun-tahun mencoba menarik hati putri raja sehingga raja pun menganggap nasihatnya itu purbasangka belaka.

Ketika diberitahu bahwa raja akan memberikan putrinya kepadanya, Maruf pun berkata kepada Wazir, "Katakan kepada Yang Mulia bahwa hingga nanti kafilah hamba tiba, terisi penuh permata tak ternilai dan sejenisnya, hamba belum mampu mempersembahkan hadiah sepantasnya bagi seorang istri-putri, dan karena itu aku mohon agar pernikahan kami ditunda dulu."

Mengetahui hal itu, Sang Raja pun segera membuka perbendaharaan hartanya bagi Maruf agar ia bisa memilih apa pun yang dibutuhkannya bagi suatu cara hidup yang dianggapnya patut, dan mengambil hadiah yang sesuai dengan kedudukannya sebagai menantu raja.

Belum pernah ada pernikahan seperti itu di negara tersebut maupun lainnya. Tak hanya tanda mata yang dibagikan berupa segenggam penuh permata, tetapi juga kepada setiap orang yang mendengar tentang pernikahan itu diberikan sebuah hadiah mewah. Perayaan berlangsung empat puluh hari lamanya dalam kemegahan yang tak tertandingi.



Ketika akhirnya keduanya sendiri saja, Maruf berkata kepada pengantinnya, "Aku telah mengambil begitu banyak harta ayahmu sehingga hatiku susah," sebab ia merasa hatinya ciut.

"Tak usah dipikirkan lagi," kata sang Putri, "nanti kalau kafilahmu sudah datang, semua akan teratasi."

Sementara itu, Wazir menghasut raja agar menyelidiki keadaan Maruf yang sebenarnya. Mereka berdua pun meminta bantuan Sang Putri, yang setuju saja untuk mencari tahu, pada saat yang tepat, kebenaran dari perkara itu.

Malam harinya, ketika mereka berbaring berpelukan, putri itu meminta suaminya menjelaskan perihal kafilahnya yang hilang.

Maruf baru saja hari itu juga mengatakan pada temannya, Ali, bahwa ia memang mempunyai sebuah kafilah penuh barang tak ternilai. Namun kini, ia memutuskan mengungkapkan yang sebenarnya. "Aku tak punya kafilah," katanya."

Dan meskipun dugaan Wazir benar, perkataannya didorong oleh kerakusan semata. "Ayahmu pun memberi kau padaku karena kerakusannya. Lalu, kenapa pula kau setuju menikahiku?" ujar Maruf.

"Kau suamiku," jawab Sang Putri. "Dan aku tak akan pernah mempermalukanmu. Ambillah lima puluh ribu keping uang emas ini, tinggalkan negeri ini, kemudian kirimlah sebuah pesan dari tempat yang aman, dan aku akan menyusulmu ke sana. Sementara itu, aku akan mengamati perkembangan keadaan istana."

Di kegelapan malam itu juga, Maruf kabur mengenakan pakaian seorang budak.

Dan, ketika Sang Raja dan penasihatnya meminta Putri Dunia menceritakan hasil penyelidikannya, ia berkata, "Ayah tersayang dan Wazir yang berjasa, aku baru saja mau mengajukan pertanyaan itu kepada suamiku, Maruf, tadi malam, ketika suatu peristiwa aneh terjadi."

"Peristiwa apa gerangan?" tanya keduanya serempak.

"Sepuluh orang Mameluke, berpakaian sangat mewah, muncul di jendela kamar kami; mereka membawa sepucuk surat dari kepala kafilah Maruf. Isi surat itu mengatakan bahwa kafilah terlambat tiba ke istana sebab sekelompok orang Badui menyerang mereka, menewaskan lima puluh dari lima ratus pengawal, lalu membawa kabur sejumlah barang dagangan beserta dua ratus muatan unta."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1594 seconds (0.1#10.140)