Kisah Sufi Saiful Muluk Sang Pencari Kebenaran

Minggu, 05 Desember 2021 - 10:52 WIB
loading...
A A A


Si pencari kebenaran itu pun melanjutkan pengembaraannya, dan pergi ke Kashmir untuk belajar kepada seorang guru di sana. Ketika berjalan lewat Asia Tengah lagi, Saiful Muluk sampai di sebuah pasar di Bokhara ketika sedang diadakan lelang.

Seorang lelaki terlihat membawa seekor kucing, burung, dan anjing yang baru saja dibelinya. "Kalau saja aku tak berlama-lama di Kashmir kemarin," pikir Saiful Muluk, "tentu aku sempat membeli binatang-binatang itu, yang pastilah merupakan bagian dari takdirku."

Kemudian, ia mulai khawatir, sebab meskipun telah dilihatnya bersamaan burung, kucing, dan anjing itu, ia belum menyaksikan segaris awan kecil.

Segalanya tampak serba salah baginya. Satu hal yang menenangkannya adalah ketika dibacanya dalam catatannya, nasihat seorang Guru Agung: 'Hal-hal terjadi dalam urutan. Orang membayangkannya berlangsung dalam kaidah tertentu. Tetapi nyatanya, urutan itu kadang-kadang berbeda dari yang kita bayangkan."

Kemudian, orang itu menyadari bahwa meskipun ketiga binatang tadi telah dibeli di sebuah lelang, sebenarnya Ansari tidak mengatakan padanya untuk membeli ketiganya di sebuah lelang. Ia tak mengingat isi nasihat itu, 'Kalau Saudara bisa menemukan seekor burung, kucing, dan anjing pada satu tempat, tangkaplah dan peliharalah mereka sampai akhir.'

Jadi, mulailah Saifulmuluk mencari pembeli ketiga binatang tadi, kalau-kalau ketiganya masih berada 'pada satu tempat'.

Setelah bertanya ke sana ke mari, tahulah ia bahwa lelaki itu bernama Ashikikhuda, dan bahwa ketiga binatang itu dibelinya hanya untuk melepaskan mereka dari penderitaan terkurung dalam sangkar selama lelang berlangsung, yang telah beberapa minggu lamanya, menanti seorang pembeli. Ketiganya masih berada 'pada satu tempat' dan Ashikikhuda sangat senang bisa menjualnya kepada Saifulmuluk.

Si pencari kebernaran itu pun tinggal di Bokhara, sebab tidak mungkin baginya berkelana bersama ketiga binatang itu. Setiap hari ia bekerja di sebuah pabrik pemintalan wol, malam harinya pulang membawa makanan bagi ketiga binatang tadi. Waktu berlalu selama tiga tahun.

Pada suatu hari, ketika ia telah menjadi seorang ahli pintal, dan hidup sebagai anggota terhormat dalam masyarakat itu bersama ketiga binatang peliharaannya, Saiful Muluk berjalan-jalan ke pinggiran kota dan dilihatnya setipis awan, melayang-layang hampir di kaki langit.

Pemandangan awan yang aneh itu menyentak ingatannya, dan Nasihat Pertama Sang Bijak pun teringat kembali, 'Awan tipis isyarat bahaya.'

Saiful Muluk pun segera pulang ke rumahnya, mengambil binatang peliharaannya dan bergegas melarikan diri ke arah barat. Ia sampai di Isfahan hampir tanpa sepeser uang pun.

Berhari-hari kemudian tahulah ia bahwa awan yang dilihatnya itu ternyata debu derap kuda gerombolan penakluk, yang menyerbu Bokhara dan membunuh semua penduduknya.

Dan, nasihat Ansari muncul dalam ingatannya, 'Apa pula gunanya pengetahuan tentang tempat manusia dalam dunia kalau manusia itu mati?'

Orang-orang Isfahan tak peduli pada ketiga binatang dan orang asing yang pemintal wol itu; dan dalam waktu lama, Saiful Muluk pun hidup melarat.

Ia pun berlutut di tanah sambil menangis, "O, Para Penerus Sang Agung! O, Yang Agung! Engkau yang telah Berubah! Datang dan bantulah aku, sebab keadaanku sudah terpuruk; aku tak sanggup lagi mencari sendiri makanan, dan binatang peliharaanku kelaparan dan haus."



Sementara berbaring di sana, antara sadar dan lelap, perutnya terasa perih karena lapar, dan ia pun telah pasrah kepada takdirnya.

Tiba-tiba, dilihatnya suatu bayangan yang tampak betul-betul nyata. Bayangan itu berbentuk sebuah cincin emas, bertahtakan batu berlian mengkilap, yang memancarkan api, bersinar bagai lautan cahaya pendar, dan dari kedalamannya terpencar nyala kehijauan.

Lalu, terdengar sebuah suara, sepertinya suara, berkata, "Itu adalah mahkota emas sepanjang zaman, Samir Kebenaran, Cincin agung Raja Sulaiman, anak Daud, yang atasnya kedamaian turun, yang rahasianya tetap tersimpan."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2119 seconds (0.1#10.140)