Peristiwa di Bulan Rajab: Isra' Mikraj, Kisah yang Penuh Polemik
loading...
A
A
A
Isra Mikraj terjadi pada periode akhir kenabian di Mekkah sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dalam bukunya "Quranic Suras Information" dan mayoritas ulama, Isra Mikraj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M.
Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mikraj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.
Hanya saja, Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab, dan saat itu belum ada kewajiban sholat lima waktu.
Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mikraj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mikraj.
Bukan hanya soal kapan Isra' Mikraj terjadi. Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" menjelaskan, polemik sekitar perbedaan pendapat soal Isra dan Mikraj di kalangan ahli-ahli ilmu kalam juga banyak terjadi.
Mu'awiyah ibnu Abi Sufyan ketika ditanya tentang Isra' Rasul menyatakan: Itu adalah mimpi yang benar dari Tuhan. Di samping semua itu orang berpegang kepada firman Tuhan: "Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu adalah sebagai ujian bagi manusia." ( Qur'an, 17 :60)
Sebaliknya orang yang berpendapat, bahwa Isra' dari Mekkah ke Baitul-Maqdis itu dengan jasad, landasannya ialah apa yang pernah dikatakan oleh Nabi Muhammad, bahwa dalam Isra' itu ia berada di pedalaman. Sedang Mikraj ke langit adalah dengan ruh.
Di samping mereka itu ada lagi pendapat bahwa Isra' dan mikraj itu keduanya dengan jasad.
Kisah Indah
Lepas dari itu, Emile Dermenghem (1892-1971) melukiskan kisah isra’ dan mikraj Nabi Muhammad SAW dengan sangat indah. Dermenghem adalah seorang orientalis Prancis dan tercatat pernah menjadi direktur Perpustakaan di Aljazair. Di antara karyanya adalah La Vie De Mahomet (Kehidupan Muhammad) yang terbit di Paris tahun 1929.
Islamstory.com menyebut, buku ini adalah salah satu tulisan paling akurat yang dibuat oleh seorang orientalis tentang Nabi Muhammad SAW.
Khusus tentang isra' dan mi'raj, Haekal juga memuji tulisan Dermenghem. "Dengan indah sekali Dermenghem melukiskan kisah ini yang disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi," komentarnya.
Dermenghem melukiskan kisah ini yang disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi, yang terjemahannya sebagai berikut:
Pada tengah malam yang sunyi dan hening, burung-burung malampun diam membisu, binatang-binatang buas sudah berdiam diri, gemercik air dan siulan angin juga sudah tak terdengar lagi, ketika itu Muhammad terbangun oleh suara yang memanggilnya:
"Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!"
Dan bila ia bangun, di hadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril dengan wajah yang putih berseri dan berkilauan seperti salju, melepaskan rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan pakaian berumbaikan mutiara dan emas. Dan dari sekelilingnya sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya memegang seekor hewan yang ajaib, yaitu buraq yang bersayap seperti sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul, dan Rasulpun naik.
Maka meluncurlah buraq itu seperti anak panah membubung di atas pegunungan Mekkah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu berhenti di gunung Sinai di tempat Tuhan berbicara dengan Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan. Sesudah itu kemudian meluncur di udara.
Sementara itu ada suara-suara misterius mencoba menghentikan Nabi, orang yang begitu ikhlas menjalankan risalahnya. Ia melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menghentikan hewan itu di mana saja dikehendakiNya.
Seterusnya mereka sampai ke Baitul Maqdis. Muhammad mengikatkan hewan kendaraannya itu. Di puing-puing kuil Sulaiman ia bersembahyang bersama-sama Ibrahim, Musa dan Isa.
Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mikraj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang populer.
Hanya saja, Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri menolak pendapat tersebut dengan alasan karena Khadijah radhiyallahu anha meninggal pada bulan Ramadan tahun ke-10 kenabian, yaitu 2 bulan setelah bulan Rajab, dan saat itu belum ada kewajiban sholat lima waktu.
Al-Mubarakfuri menyebutkan 6 pendapat tentang waktu kejadian Isra Mikraj. Tetapi tidak ada satupun yang pasti. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra Mikraj.
Bukan hanya soal kapan Isra' Mikraj terjadi. Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul "Sejarah Hidup Muhammad" menjelaskan, polemik sekitar perbedaan pendapat soal Isra dan Mikraj di kalangan ahli-ahli ilmu kalam juga banyak terjadi.
Mu'awiyah ibnu Abi Sufyan ketika ditanya tentang Isra' Rasul menyatakan: Itu adalah mimpi yang benar dari Tuhan. Di samping semua itu orang berpegang kepada firman Tuhan: "Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu adalah sebagai ujian bagi manusia." ( Qur'an, 17 :60)
Sebaliknya orang yang berpendapat, bahwa Isra' dari Mekkah ke Baitul-Maqdis itu dengan jasad, landasannya ialah apa yang pernah dikatakan oleh Nabi Muhammad, bahwa dalam Isra' itu ia berada di pedalaman. Sedang Mikraj ke langit adalah dengan ruh.
Di samping mereka itu ada lagi pendapat bahwa Isra' dan mikraj itu keduanya dengan jasad.
Kisah Indah
Lepas dari itu, Emile Dermenghem (1892-1971) melukiskan kisah isra’ dan mikraj Nabi Muhammad SAW dengan sangat indah. Dermenghem adalah seorang orientalis Prancis dan tercatat pernah menjadi direktur Perpustakaan di Aljazair. Di antara karyanya adalah La Vie De Mahomet (Kehidupan Muhammad) yang terbit di Paris tahun 1929.
Islamstory.com menyebut, buku ini adalah salah satu tulisan paling akurat yang dibuat oleh seorang orientalis tentang Nabi Muhammad SAW.
Khusus tentang isra' dan mi'raj, Haekal juga memuji tulisan Dermenghem. "Dengan indah sekali Dermenghem melukiskan kisah ini yang disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi," komentarnya.
Dermenghem melukiskan kisah ini yang disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi, yang terjemahannya sebagai berikut:
Pada tengah malam yang sunyi dan hening, burung-burung malampun diam membisu, binatang-binatang buas sudah berdiam diri, gemercik air dan siulan angin juga sudah tak terdengar lagi, ketika itu Muhammad terbangun oleh suara yang memanggilnya:
"Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!"
Dan bila ia bangun, di hadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril dengan wajah yang putih berseri dan berkilauan seperti salju, melepaskan rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan pakaian berumbaikan mutiara dan emas. Dan dari sekelilingnya sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya memegang seekor hewan yang ajaib, yaitu buraq yang bersayap seperti sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul, dan Rasulpun naik.
Maka meluncurlah buraq itu seperti anak panah membubung di atas pegunungan Mekkah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu berhenti di gunung Sinai di tempat Tuhan berbicara dengan Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa dilahirkan. Sesudah itu kemudian meluncur di udara.
Sementara itu ada suara-suara misterius mencoba menghentikan Nabi, orang yang begitu ikhlas menjalankan risalahnya. Ia melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menghentikan hewan itu di mana saja dikehendakiNya.
Seterusnya mereka sampai ke Baitul Maqdis. Muhammad mengikatkan hewan kendaraannya itu. Di puing-puing kuil Sulaiman ia bersembahyang bersama-sama Ibrahim, Musa dan Isa.