Di Kaki Ka'bah, Tatkala Khalifah Meminta Fatwa dari Bekas Budak

Kamis, 18 Juni 2020 - 15:07 WIB
loading...
A A A
Beliau membagi waktunya menjadi tiga bagian, sebagian untuk majikannya, beliau berkhidmat dengan baik dan menunaikan hak-hak majikannya. Sebagian lagi beliau pergunakan waktunya untuk menyendiri bersama Rabb-nya, beliau tenggelam dalam peribadatan yang begitu suci dan ikhlas karena Allah. Sepertiga lainnya beliau pergunakan untuk berkutat dengan ilmu. Beliau datangi sisa-sisa para sahabat Rasulullah yang masih hidup, dan berhasil mereguk ilmu dari sumbernya yang jernih.



Beliau mengambil ilmu dan Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Zubeir dan sahabat-sahabat lain yang mulia ridhwanullah ‘alaihim hingga dadanya penuh dengan ilmu, fikih dan riwayat dari Rasulullah.

Begitu majikan penduduk Makkah melihat budaknya telah menjual dirinya kepada Allah dan berbakat untuk menuntut ilmu, maka ia cabut haknya terhadap Atha’, dia merdekakan budaknya demi taqarrub kepada Allah, dengan harapan mudah-mudahan dia dapat memberikan manfaat bagi Islam dan kaum muslimin.



Sejak hari itu Atha’ bin Abi Rabah menjadikan Baitul Haram sebagai tempat tinggalnya, menjadi rumah tempat beliau bermalam, sebagai madrasah bagi beliau memperdalam ilmu, tempat salat untuk taqarrub kepada Allah dengan takwa dan ketaatan. Hingga para pakar sejarah berkata: “Masjid tersebut menjadi tempat tidur bagi Atha’ bin Abi Rabah selama kurang lebih 20 tahun.”

Sampailah tabi’in yang agung ini ke derajat yang tinggi dalam hal ilmu, puncak keluhuran martabat yang tiada manusia yang mampu meraih derajat tersebut melainkan sedikit sekali pada zaman beliau.



Telah diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar berkunjung ke Makkah untuk melakukan Umrah. Orang-orang mengerumuni beliau untuk menanyakan persoalan agama dan meminta fatwa kepada beliau, lalu beliau berkata: “Sungguh aku heran kepada kalian wahai penduduk Makkah, mengapa kalian mengerumuni aku untuk bertanya tentang masalah-masalah tersebut padahal di tengah-tengah kalian ada Atha’ bin Abi Rabah?!”

Atha’ bin Abi Rabah mencapai puncak derajat dalam hal agama dan ilmu karena dua hal: Pertama, beliau mampu mengendalikan jiwanya sehingga tidak memberikan peluang untuk sibuk dalam urusan yang tidak berguna baginya.


Kedua, beliau mampu mengatur waktunya sehingga tidak membuangnya secara sia-sia, seperti mengobrol maupun perbuatan tak berguna lainnya.

Muhammad bin Suuqah menceritakan kepada jama’ah yang mengunjungi beliau: “Maukah aku ceritakan kepada kalian sesuatu yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kalian sebagaimana kami telah mendapatkan manfaat karenanya?”

Mereka berkata: ‘Mau.”

Beliau berkata: “Suatu hari Atha’ bin Abi Rabah menasihatiku, “Wahai putra saudaraku, sesungguhnya orang-orang sebelum kita (yakni para sahabat) tidak menyukai banyak bicara.”

Lalu aku katakan: “Apa yang dianggap banyak bicara menurut mereka?”

Beliau menjawab: “Mereka menganggap bahwa setiap ucapan termasuk berlebih-lebihan melainkan dalam rangka membaca Al-Kitab dan memahaminya, atau membaca hadis Rasulullah yang diriwayatkan dan harus diketahui, atau memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dan yang mungkar, atau berbicara tentang ilmu yang dengannya menjadi sarana taqarrub kepada Allah Ta’ala, atau engkau membicarakan tentang kebutuhan dan pekerjaan yang memang harus dibicarakan.

Lalu beliau memperhatikan raut wajahku seraya berkata: “Apakah kalian mengingkari firman Allah: ‘Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu)” (A1-Infithar:10-11) dan bahwa masing-masing dan kalian disertai oleh dua malaikat: “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kin. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 17-18)


Kemudian beliau berkata: “Tidakkah salah seorang di antara kita merasa malu manakala dibukakan lembaran catatan amal yang dikerjakan sepanjang siang, lalu dia mendapatkan di dalamnya sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan urusan agama maupun kepentingan dunianya?”

Sungguh, Allah memberikan manfaat kepada banyak orang dengan ilmu Atha’ bin Abi Rabah. Di antara mereka ada yang menjadi ahli ilmu yang handal, ada yang menjadi pengusaha dan lain- lain.

ahi Munkar
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1371 seconds (0.1#10.140)