Beginilah Kondisi Para Sahabat setelah Berakhirnya Bulan Ramadhan

Minggu, 08 Mei 2022 - 09:21 WIB
loading...
Beginilah Kondisi Para Sahabat setelah Berakhirnya Bulan Ramadhan
Setelah berlalunya Ramadhan, para generasi sahabat (salafush shalih) mereka merasa sedih karena khawatir bahwa amalan yang telah mereka kerjakan di bulan Ramadhan tidak diterima oleh Allah ta’ala. Foto ilustrasi/ist
A A A
Bulan Ramadhan yang penuh berkah telah berlalu. Bulan yang akan menjadi saksi yang akan membela setiap orang yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan ketaatan kepada Allah atau justru menjadi saksi yang akan menghujat setiap orang yang memandang remeh bulan Ramadhan.

Oleh karena itu, hendaknya diri kita masing-masing membuka pintu muhasabah terhadap diri kita. Amalan apakah yang kita kerjakan di bulan tersebut? Apakah faedah dan buah yang kita petik pada bulan Ramadhan tersebut? Apakah pengaruh bulan Ramadhan tersebut terhadap jiwa, akhlak dan perilaku kita?



Pertanyaan yang teramat mendesak untuk dijawab oleh diri kita masing-masing adalah, Setelah Ramadhan berlalu, sudahkah kita menunaikan berbagai sebab yang akan mempermudah amalan kita di bulan Ramadhan diterima di sisi-Nya dan sudahkah kita bertekad untuk terus melanjutkan berbagai amalan ibadah yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan?

Menurut Ustadz Muhammad Nur Ichwan Muslim, tidakkah kita meneladani generasi sahabat (salafush shalih), di mana hati mereka merasa sedih seiring berlalunya Ramadhan. Mereka merasa sedih karena khawatir bahwa amalan yang telah mereka kerjakan di bulan Ramadhan tidak diterima oleh Allah ta’ala.

Sebagian ulama salaf mengatakan:

Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadhan. Kemudian mereka pun berdo’a selama 6 bulan agar amalan yang telah mereka kerjakan diterima oleh-Nya.”

Oleh karena itu, para salafush shalih senantiasa berkonsentrasi dalam menyempurnakan dan menekuni amalan yang mereka kerjakan kemudian setelah itu mereka memfokuskan perhatian agar amalan mereka diterima karena khawatir amalan tersebut ditolak.

Dalam kitab Lathaaiful Ma’ari disebutkan bahwa ’Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu mengatakan :

Hendaklah kalian lebih memperhatikan bagaimana agar amalan kalian diterima daripada hanya sekedar beramal. Tidakkah kalian menyimak firman Allah ’azza wa jalla,

إِنَّمَا يَتَقَبَلُ اللهُ مِنَ اْلمُتَّقِيْنَ

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amalan) dari orang-orang yang bertakwa.” (Al Maaidah: 27).”

Demikianlah sifat yang tertanam dalam diri mereka. Mereka bukanlah kaum yang merasa puas dengan amalan yang telah dikerjakan. Mereka tidaklah termasuk ke dalam golongan yang tertipu akan berbagai amalan yang telah dilakukan.

Akan tetapi mereka adalah kaum yang senantiasa merasa khawatir dan takut bahwa amalan yang telah mereka kerjakan justru akan ditolak oleh Allah ta’ala karena adanya kekurangan. Demikianlah sifat seorang mukmin yang mukhlis dalam beribadah kepada Rabb-nya.

Allah ta’ala telah menyebutkan karakteristik ini dalam firman-Nya :

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ


"Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (QS Al Mukminun: 60).



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1759 seconds (0.1#10.140)