Sudah Mabrurkah Haji Anda? Melihat Kembali Jejak Kita di Arafah

Rabu, 13 Juli 2022 - 05:15 WIB
loading...
A A A
Mengaku Salah
Dan berdoalah kepada Allah dengan mengakui kesalahan dan segala dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya berjudul "Meraih Cinta Ilahi Pencerahan Sufistik" mencontohkan doa itu sebagai berikut:

“Tuhanku, telah lama aku mengabaikan-Mu. Telah lama aku tulikan telingaku untuk mendengarkan seruan-Mu. Aku pusatkan perhatian hanya pada ambisiku. Hatiku dipenuhi kedengkian dan kebengisan. Tanganku berlumuran darah orang-orang yang aku zalimi. Tubuhku sudah penuh dibalut lumpur kebusukan.

Ampunilah semua dosa yang pernah kulakukan. Semua kejelekan yang pernah aku rahasiakan. Bangunkan aku dari ketergelinciranku. Peganglah tanganku, kuatkan kakiku, sehingga walau bertatih-tatih, aku tetap berjalan menuju ridha-Mu.

Bantulah aku menundukkan kehendakku pada kehendakMu, segarkan jiwaku dengan siraman cinta-Mu. Tuhanku sesunggunya kasih sayang-Mu lebih luas dari dosa-dosaku, sekiranya dosa-dosaku di hadapan-Mu sangat besar, kasih sayang-Mu jauh lebih besar dari dosa-dosaku.

Jika aku tidak layak untuk bisa menggapai kasih sayang-Mu, kasih sayang-Mu lebih layak untuk memenuhi dan meliputiku, karena kasih sayang-Mu meliputi segala suatu wahai Yang paling Pengasih dari segala yang mengasihi."



Pengakuan
Arafah itu sendiri bermakna pengakuan, pengenalan. Ketika di Arafah seorang hamba seharusnya menemukan makrifah pengetahuan sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanannya, menyadari keagungan Tuhan, menyadari kesalahankesalahannya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya.

Kesadaran-kesadaran itulah yang mengantarkan untuk menjadi arif (sadar) dan mengetahui.

Kesadaran yang demikian, menurut Quraish Shihab mengutip Ibnu Sina, akan membentuk manusia yang arif. Yakni manusia yang mampu memberikan kesejukan, kecintaan, kebenaran dan keadilan kepada umat manusia. Kualitas individu yang demikian, akan mampu melihat dan mempersepsikan bahwa yang baik sebagai kebaikan, yang benar sebagai kebenaran, yang jelek sebagai kejelekan dan yang salah sebagai kesalahan.

Hatinya selalu gembira, dan semua makluk dipandangnya sama (karena memang semuanya sama, sama-sama membutuhkan-Nya). Ia tidak akan mencari-cari dan mengintip-intip kelemahan, kejelekan dan kesalahan orang lain. Karena jiwanya selalu diliputi oleh rahmat dan kasih sayang.

Arafah merupakan refleksi pusaran hidup manusia yang menyimbolkan bahwa manusia kelak akan dikumpulkan di Padang Mahsyar ( QS al-An’am [6] :51) untuk mempertanggungjawabkan seluruh amalnya selama di dunia.

Allah Taala berfirman:

وَاَنۡذِرۡ بِهِ الَّذِيۡنَ يَخَافُوۡنَ اَنۡ يُّحۡشَرُوۡۤا اِلٰى رَبِّهِمۡ‌ لَـيۡسَ لَهُمۡ مِّنۡ دُوۡنِهٖ وَلِىٌّ وَّلَا شَفِيۡعٌ لَّعَلَّهُمۡ يَتَّقُوۡنَ

Artinya: Peringatkanlah dengannya (Al-Qur'an) itu kepada orang yang takut akan dikumpulkan menghadap Tuhannya (pada hari Kiamat), tidak ada bagi mereka pelindung dan pemberi syafaat (pertolongan) selain Allah, agar mereka bertakwa. ( QS al-An’am [6] :51)



Padang Mahsyar adalah sebuah padang yang sangat panas dan menyengat. Di sana manusia ditimpa perasaan resah dan gelisah, karena akan ditimbang kadar amal perbuatannya. Bagi orang yang timbangan amalnya buruk, mereka berharap bisa hidup kembali ke dunia untuk bersedekah dan beramal saleh.

Allah SWT berfirman:

حَتّٰٓى اِذَا جَآءَ اَحَدَهُمُ الۡمَوۡتُ قَالَ رَبِّ ارۡجِعُوۡنِۙ
لَعَلِّىۡۤ اَعۡمَلُ صَالِحًـا فِيۡمَا تَرَكۡتُ‌ؕ كَلَّا‌ ؕ اِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَآٮِٕلُهَا‌ؕ وَمِنۡ وَّرَآٮِٕهِمۡ بَرۡزَخٌ اِلٰى يَوۡمِ يُبۡعَثُوۡنَ
فَاِذَا نُفِخَ فِى الصُّوۡرِ فَلَاۤ اَنۡسَابَ بَيۡنَهُمۡ يَوۡمَٮِٕذٍ وَّلَا يَتَسَآءَلُوۡنَ
فَمَنۡ ثَقُلَتۡ مَوَازِيۡنُهٗ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ
وَمَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِيۡنُهٗ فَاُولٰٓٮِٕكَ الَّذِيۡنَ خَسِرُوۡۤا اَنۡفُسَهُمۡ فِىۡ جَهَـنَّمَ خٰلِدُوۡنَ‌
تَلۡفَحُ وُجُوۡهَهُمُ النَّارُ وَهُمۡ فِيۡهَا كٰلِحُوۡنَ
اَلَمۡ تَكُنۡ اٰيٰتِىۡ تُتۡلٰى عَلَيۡكُمۡ فَكُنۡتُمۡ بِهَا تُكَذِّبُوۡنَ‏
قَالُوۡا رَبَّنَا غَلَبَتۡ عَلَيۡنَا شِقۡوَتُنَا وَكُنَّا قَوۡمًا ضَآلِّيۡنَ‏

Artinya: (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan." Sekali-kali tidak! Sesungguhnya itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh sampai pada hari mereka dibangkitkan.

Apabila sangkakala ditiup maka tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu (hari Kiamat), dan tidak (pula) mereka saling bertanya.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7366 seconds (0.1#10.140)