Fatima al-Fihri, Penggagas Pertama Terbentuknya Universitas

Rabu, 08 Juli 2020 - 14:12 WIB
loading...
Fatima al-Fihri,  Penggagas Pertama Terbentuknya Universitas
Inilah Universitas Al-Qarawiyyin, Maroko, universitas tertua di dunia yang didirikan oleh perempuan muslimah bernama Fatima al-Fihri. Foto thedailystar
A A A
Terlintaskah dalam pikiran kita dari mana sebenarnya asal-usulnya sebuah universitas? Dari Eropa yang dikenal dengan kedigdayaannya? Ternyata bukan. Penggagas universitas pertama di dunia adalah seorang perempuan Muslim.

Dialah Fatima al-Fihri. Tidak hanya sekedar pendiri, ide mengenai universitas ini dan penentuan lokasinya pun semuanya berasal dari Fatima. Ia adalah seorang dermawan bersahaja yang mewakafkan sebagian besar harta warisannya untuk mendirikan Masjid al- Qarawiyyin (atau Qairouan), di kota Fez, Maroko. Sebuah masjid yang kelak menjadi cikal bakal universitas pertama di Maroko, dunia Islam , dan di seluruh dunia.

Bermula dari aktivitas diskusi agama yang digelar masjid itu, belakangan berkembang membahas pelbagai persoalan. Lambat laun, materi yang dibahas dan diajarkan oleh para cendekiawan muslim mencakup berbagai bidang, termasuk tata bahasa, logika, kedokteran, matematika, astronomi, kimia, sejarah, geografi, hingga musik. Beragam topik yang disajikan dengan berkualitas oleh para ilmuwan terkemuka akhirnya mampu menarik perhatian para pelajar dari berbagai belahan dunia. (Baca juga : Belajar Patriotisme dan Hak Asasi Wanita dari Nusaibah binti Ka’ab Al-Ansariyah )

Sejak itulah, aktivitas keilmuan di Masjid Al-Qarawiyyin berubah menjadi kegiatan keilmuan bertaraf perguruan tinggi. Pada tahun 859, berdirilah universitas alias jami’ah pertama Al-Qarawiyyin (Jami’ah Al-Qarawiyyin).

Guinness Book of World Records pada 1998 menempatkan Universitas Al-Qarawiyyin sebagai perguruan tinggi tertua dan pertama di dunia yang menawarkan gelar kesarjanaan. Salah satu lulusan universitas tertua di dunia ini adalah, Abul-Abbas, ahli hukum Muhammad al-Fasi, dan Leo Africanus, penulis dan pelancong terkenal. Nama-nama terkemuka lainnya yang terkait dengan institusi ini di antaranya, ahli hukum Maliki Ibn al-Arabi, sejarawan Ibn Khaldun, dan astronom al-Bitruji (Alpetragius).

Bahkan sebelum menjadi Paus Sylvester II, Gerbert of Aurillac sempat menimba ilmu di universitas ini. Ia mempelajari matematika dan kemudian memperkenalkan penggunaan nol dan angka Arab ke Eropa. Bahkan, universitas ini secara tak langsung memicu proses Renaisans di peradaban Barat pada ke-15 M, melalui kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang ditransfer para ilmuwan Muslim yang belajar atau yang mengajar di universitas itu.

Siapa Sebenarnya Fatima al-Fihri Ini?

Dinukil dari buku "Eamon Gearon, Turning Points in Middle Eastern History, (Virginia: The Great Courses, 2016)", jejak Fatima al-Fihri ini bisa ditelusuri. Fatima adalah seorang janda Muslim kaya yang bertekad menggunakan harta warisannya untuk sesuatu yang berbeda.

Pada tahun 859, di kota Fes, Maroko, Fatimah mendapatkan izin dari penguasa setempat untuk mendirikan sebuah universitas. Hal yang dilakukan oleh Fatimah pada waktu itu adalah suatu hal yang akan mengubah wajah pendidikan di dunia selamanya.

Fatimah bukanlah penduduk asli Fes, dia berasal dari kota Qairouan, atau yang di masa kini dikenal dengan Tunisia . Pada waktu itu Qairouan merupakan kota pertama yang menjadi pusat studi Islam di Afrika. Ayah Fatimah, Muhammad al-Fihri, merupakan pedagang sukses yang terpaksa memindahkan keluarganya sejauh lebih dari 1600 km dari Qairouan ke Fes di Maroko. (Baca juga : Penyakit Hati dan Obat Penawarnya )

Keluarga Muhammad al-Fihri tidak sendirian. Pada waktu itu, tahun 818 H, terjadi pemberontakan terhadap penguasa setempat Qairouan, yaitu Aghlabid. Aghlabid adalah penguasa lokal Qairouan yang ditempatkan oleh Dinasti Abbasiyah dari pusat pemerintahan di Baghdad. Usaha untuk menggulingkan keluarga Aghlabid gagal, dan setelah pemberontakan itu Aghlabid merespon dengan mengusir 2000 keluarga dari Qairouan, termasuk salah satunya adalah keluarga Fatimah. Banyak dari pengungsi tersebut diterima di Fes, Maroko.

Pada waktu itu Maroko baru saja berganti penguasa. Dinasti yang baru saja berkuasa pada waktu itu adalah Bani Idrisiyah, mereka berasal dari kelompok Syiah. Karena pada waktu itu pertarungan kekuasaan antara Sunni dan Syiah sedang bergejolak di Semenanjung Arab, Bani Idris lebih memilih untuk pergi keluar dan mengukuhkan dinastinya jauh di Barat Laut Afrika.

Fes, salah satu kota di Maroko—sebagaimana kampung halaman Fatimah—adalah kota yang baru saja berdiri. Pembangunan kota Fes dibagi ke dalam dua tahap, pertama, pada tahun 789 oleh Idris I, dan kedua, pada tahun 808 oleh Idris II, yang mana merupakan putra dari Idris I sekaligus pewaris tahta kekuasaan.

Ketika Idris II menjadikan Fes sebagai pusat kota Maroko masa depan kesejahteraan penduduk kota sudah dapat dipastikan. Lokasi Fes, sebagaimana Qairouan, adalah lokasi yang ideal bagi perdagangan. Fes berada di dataran yang menjadi perlintasan antara daerah barat menuju Samudra Atlantik, dan daerah Utara menuju Laut Mediterania. Kota Fes dibangun di celah yang membentang melalui Pegunungan Atlas Tengah.

Ayah Fatimah—yang hanya dalam waktu 10 tahun menetap di Ibu Kota baru tersebut, telah berhasil sukses kembali, dan saat dia meninggal, Fatimah dan saudara-saudaranya mewarisi kekayaan yang sangat besar.

Fatimah bertanya-tanya, apa yang harus dilakukan dengan kekayaan baru ini? Ayah Fatimah telah membesarkan Fatimah—dan saudara perempuannya yang bernama Mariam—untuk mendapatkan pendidikan terbaik. Fatimah dan Mariam memutuskan untuk menggunakan harta mereka untuk membangun masjid dan sekolah bagi masyarakat setempat. Kompleks ini kemudian dikenal sebagai masjid dan sekolah Qairouan karena dibangun di bagian Fes di mana sebagian besar pengungsi dari Qairouan, Tunisia, menetap.

Awalnya, Qairouan memiliki fungsi keagamaan yang sama dengan masjid dan madrasah-madrasah lainnya, yaitu pengajaran tentang ilmu-ilmu tradisional Islam yang menjadi landasan ajaran Islam di mana pun. Tiga bidang studi utama bagi siapa saja yang sedang mempelajari ajaran Islam adalah sebagai berikut ini: Studi Ilmu Tafsir Al-Quran, Studi Ilmu Hadis, dan Studi Ilmu Fiqh.

Namun, pada perkembangannya sekolah Qairouan juga menawarkan pelajaran non-Islam sebagai bagian dari pendidikan yang lebih luas, termasuk matematika, astronomi, astrologi, fisika, puisi, dan sastra. Inovasi ini merupakan hal yang penting bagi Qairouan untuk menjadi lebih dari sekedar sekolah keagamaan. Hal itu juga yang merupakan titik balik dalam sejarah Universitas Qairouan—dan untuk masa depan pendidikan tinggi di seluruh dunia.

Pada perkembangan lebih lanjut, pendidikan di Qairouan tidak lagi mewajibkan pelajaran agama, dalam artian non-muslim pun bisa saja sekolah di situ. Mata pelajaran pendidikan tingkat tinggi sekarang secara teknis terbuka bagi siapa saja yang memiliki keinginan untuk belajar. Pada akhirnya, yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Qairouan terbukti menjadi momen revolusioner bagi masyarakat manusia, berkembang melampaui zamannya, dan tidak terbatas pada penduduk Afrika Utara saja, tapi merambah ke kalangan muslim Timur Tengah yang lebih luas. Nama Qairouan pun akhirnya berganti dengan istilah Qarawiyyin dan menjadi nama universitas Fatima tersebut. (Baca juga : Rabi'ah Al-‘Adawiyah, Sang Guru Tokoh -Tokoh Sufi Dunia )

Kini, lebih dari 1.200 tahun berlalu sejak berdirinya pada tahun 859, Universitas Al-Qarawiyyin terus melanjutkan perannya untuk meluluskan mahasiswa dalam berbagai ilmu agama dan fisik hingga hari ini, dan menjadi pusat warisan Fatima Al-Fihri, dan terus merepresentasikan perjuangan wanita Muslim dalam mempelopori perkembangan pendidikan dunia.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2132 seconds (0.1#10.140)