Kisah Mualaf Amerika Davud Abdul Hakim, Belajar Banyak Agama Sebelum Masuk Islam

Jum'at, 02 Desember 2022 - 18:47 WIB
loading...
A A A
Saya ikut sholat berjamaah. Saya katakan pada teman saya setelah itu, ini menyedihkan sekali karena tak ada orang yang hadir di sana. Pada kesempatan lain saya bertemu dengan teman yang sama di Masjid Biru. Waktu itu hari Sabtu siang, saat sholat zuhur. Masjid besar itu penuh manusia. Menyenangkan sekali. Masjid itu besar dan megah. Berhiaskan arabesk berwarna biru terang. Tiang-tiangnya raksasa.

Orang-tua saya datang pada tiga minggu terakhir saya di sana.

Mereka harus melihat apa-apa yang saya ceritakan lewat surat, dan mereka harus belajar sedikit banyak tentang Islam karena di surat saya katakan, "Hai, sekarang saya seorang Muslim."

Bahkan sebelum saya ke Turki, ketika saya menyatakan diri seorang Muslim, ibu saya berkata, "Selama engkau menyembah Tuhan yang sama dengan yang kami sembah, saya tidak melarang apa pun yang kau lakukan." Begitulah sampai saat ini.



Islam Mendewasakan Diri
Ketika saya berada di Turki, semua orang adalah orang Turki --semua serba seragam. Tetapi ketika tiba di New York dan pergi ke sebuah masjid, sangat menakjubkan untuk menyaksikan berbagai suku dan kebangsaan yang berlainan berkumpul bersama.

Saya tumbuh di masyarakat pedesaan. Seperti yang saya katakan, tak ada orang kulit hitam dalam masyarakat saya, tidak ada orang Asia. Islam benar-benar mendewasakan saya dalam masalah ini.

Ketika saya kembali [dari Turki], saya melanjutkan sekolah SMA. Saya telah memilih nama depan saya, saya mengubahnya dari David menjadi Davud, tetapi saya tidak memberitahu orang-orang, karena mereka telah mengenal saya sebagai David selama hidup saya. Beberapa orang mengira itu hanya bentuk lain dari nama lama saya. Tetapi orang-orang yang mengenal saya dengan baik mengetahui bahwa saya seorang Muslim dan cukup mengerti apa arti perubahan nama itu.

Saya baru memasuki usia enam belas dan baru belajar menyetir. Saya tahu ada sebuah masjid golongan Syi'ah di sekitar sini, tetapi saya mempunyai prasangka terhadap orang-orang Syi'ah. Saya tidak ingin pergi ke sana. Saya tidak tahu tentang masjid yang lain karena masjid-masjid itu terdaftar di buku telepon di bawah judul "organisasi keagamaan", bukan di bawah "gereja Islam" seperti masjid Syi'ah itu.

Ironisnya, ada seorang Muslim terkemuka dari Allentown tewas dalam kecelakaan, dan surat kabar menyebutkan di mana penguburannya akan dilangsungkan, di sebuah masjid. Saya berkata, "Wouw di manakah ini?" Saya tidak tahu letak tempat tersebut.



Dua minggu sesudah itu saya pergi melakukan sholat Jumat saya yang pertama. Saya mengenakan pakaian Islam, pakaian Islam Turki --celana lebar, dengan pasak rendah. Saya menambahkan ikat kepala pada peci saya. Saya masuk dan bertanya di mana saya dapat mengambil air wudhu, dan mereka menunjukkan tempatnya.

Lalu saya duduk dan mengikuti sholat Jumat. Tak lama kemudian orang-orang datang menghampiri saya dan berkata, Hai, saya fulan dan fulan; senang berjumpa Anda, dan persahabatan terjalin dari sana.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3105 seconds (0.1#10.140)