Kisah Bau Harum Tukang Sisir Putri Fir'aun Saat Rasulullah Mi'raj

Senin, 13 Juli 2020 - 08:51 WIB
loading...
A A A
Masyithah terus di atas ketegarannya mengimani Allah. Setelah sang suami, giliran anak-anaknya. Satu per satu, mereka dipaksa masuk ke air mendidih yang apinya menjilat-jilat. Semuanya dilakukan di hadapan Masyithah. Hingga tinggallah tersisa Masyithah dan seorang anaknya yang masih bayi. Ia menggendong bayi itu erat-erat. Hatinya masih tegar di atas agama Allah. Maka, diseretlah ia dan bayinya mendekati air yang teramat panas itu.

Ketika hampir memasuki kubangan air, tiba-tiba setan membisikkan keraguan di dalam hatinya. Keraguan dengan merasa sedih dan kasihan pada sang bayi yang belum sempat tumbuh dewasa melihat dunia, bayi yang baru lahir tanpa dosa.



Masyithah pun menghentikan langkahnya menuju ajal, ia terus saja memandangi bayinya yang merah dengan perasaan sedih yang mendalam. Melihatnya, Hamman sempat berpikir Masyithah akan mencabut kata-katanya dan akan kembali menuhankan Firaun. Ia pun girang karena merasa ancamannya pada Masyithah berhasil.

Namun, pikiran Hamman salah. Masyithah tak pernah sedikit pun melepaskan keimanannya pada Allah. Lalu dengan kehendak Allah, sang bayi tiba-tiba berkata kepada ibunya, "Wahai ibu, jangan takut, sesungguhnya Surga menanti kita," ujar bayi yang digendongnya. "Wahai Ibu, masuklah karena azab dunia lebih ringan daripada azab Akhirat." Mendengarnya, kembalilah ketegaran dan keberanian Masyithah. Ia pun mencium anaknya.



Sebelum ia masuk dalam tungku, kepada Firaun Masyithah berkata, “Aku ada permintaan.”

“Apa permintaanmu?”

“Aku ingin kamu mengumpulkan tulang-tulangku dan tulang anak-anakku dalam sebungkus kain lalu mengubur kami.”

“Itu menjadi hakmu atas kami,” jawab Firaun.

Setelah itu dia pun masuk ke dalam air yang mendidih. Masyithah dan keluarganya mengakhiri hidup mereka dengan berpegang teguh pada akidah. Ibnu Abbas berkata, "Ada empat bayi yang berbicara: Isa bin Maryam, bayi Juraij, saksi Yusuf, dan putra wanita penyisir putri Fir'aun."



Kisah Masyithah disebut dalam sebagian hadis Rasulullah tentang Isra mi'raj yang diriwayatkan Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan Thabrani. Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abdullah bin Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda, pada malam aku ber-Isra', aku mencium aroma yang harum. Aku bertanya, “Wahai Jibril, aroma harum apa ini?” Jibril menjawab, “Ini adalah aroma wanita penyisir putri Fir'aun dan anak-anak wanita itu.” Aku bertanya, “Bagaimana kisahnya?” Lalu Jibril bercerita seperti kisah di atas.

Hikmah Hadis
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya dari Ibnu Abbas (3/309) cetakan Al-Maktab Al-Islami), (5/30 cetakan Muassasatur Risalah), no. (2821-2823). Para Muhaqqiq Musnad menyatakannya hasan dan mereka menisbatkannya kepada Thabrani dan Ibnu Hibban. Haitsami setelah menyebut hadis ini mengatakan, "Diriwayatkan oleh Ahmad, Bazzar, Thabrani dalam AlKabir dan Al-Ausath. Di dalam sanadnya terdapat Atha' bin As-Saib. Dia tsiqah, tetapi hafalannya berantakan." (Majmauz Zawaid, 1/65).

Baca Juga: Kisah Nabi Musa dan Anak yang Saleh, Pemilik Sapi Betina
Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor dalam Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah menjelaskan wanita ini hidup di istana Fir'aun. Tugasnya adalah melayani putrinya. Dia menyisir rambutnya, dan mengurusi urusannya. Orang yang seperti ini pastilah orang yang mulia, dihormati, dan hidup enak. Akan tetapi, iman menyusup di hatinya dan menguasai urusannya, sebagaimana iman juga menguasai hati ibu ratu, istri Fir'aun.

Iman selalu menemukan jalan ke dalam hati orang-orang kaya, seperti ia menemukan jalan ke dalam hati orang-orang miskin manakala Allah menginginkan kebaikan untuk hambanya.



Wanita ini menyembunyikan imannya seperti halnya istri Fir'aun dan seorang mukmin dari keluarga Fir'aun. "Dan Seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya." (QS. Ghafir: 28). “Walaupun seseorang berusaha untuk menutupi apa yang ada di dalam hatinya, tetap saja akan terbaca melalui tindak tanduk, gerakan, perilaku, dan ucapan-ucapannya. Kadang-kadang seseorang lupa akan dirinya sendiri dan dia berpolah berdasar pada tabiatnya,” tutur Syaikh ‘Umar.

Sikap yang diambil oleh Masyithah adalah contoh yang selalu terjadi dan untuk selama-lamanya, tetapi ia istimewa. Ia adalah contoh nyata tentang unggulnya iman di atas kekufuran dan kedurhakaan. Iman tanpa senjata dan kekuatan manusia, pemiliknya menunjukkannya meski dengan risiko besar dan akibat buruk yang tidak ringan, akan tetapi di balik itu dia berharap meraih kehidupan mulia di sisi Allah di Surga kenikmatan.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2197 seconds (0.1#10.140)