Terminal Bayangan Diminta Segera Ditertibkan
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan terminal bayangan diminta segera ditertibkan. Karena, keberadaan terminal ilegal itu, penumpang di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur menurun.
"Keberadaan terminal bayangan itu tentu sangat berpengaruh bagi Terminal Kampung Rambutan. Kami sulit memantau arus dan data pemudik di hari Lebaran," kata Kepala Terminal Kampung Rambutan Laudin Situmorang saat berbincang dengan Sindonews, Rabu (15/7/2015).
Laudin meminta, agar Sudin Perhubungan Jakarta Timur bersama pihak kepolisian untuk bekerja sama dalam mengurus keberadaan terminal bayangan itu.
"Harus dikosongkan terminal bayangan itu. Jangan dibiarkan, harus dikontrol. Kami semua harus bekerja sama dalam melakukan itu. Khusus dari Terminal Kampung Rambutan, kami berharap supaya terminal bayangan itu ditertibkan," tuturnya.
Selain membuat kemacetan, kata Laudin, keberadaan terminal bayangan seperti yang ada di Pasar Rebo itu dapat membahayakan nyawa penumpang. Pasalnya, bus-bus yang masuk ke terminal bayangan tidak ada kepastian kalau kendaraannya layak pakai.
"Kalau terminal resmi dipastikan pengemudi dalam keadaan sehat dan siap. Tidak ada main handphone. Bebas narkoba. Layak jalan kendaraannya. Di luar (terminal bayangan) tidak ada seperti itu. Kenyamanan, keamanan, dan kesehatan terjamin di sini (Terminal Kampung Rambutan). Penetuan tarif pun di sini sesuai ketentuan pemerintah," katanya.
Ditemui terpisah, penumpang bus di terminal bayangan, Dani (29) menyatakan, enggan naik bus di Terminal Kampung Rambutan lantaran ingin menghindari kejaran calo. Maka itu, Dani memilih naik di terminal bayangan yang ada di Jalan Baru, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
"Males saja naik dari terminal resmi kaya di (Terminal) Kampung Rambutan, banyak calo soalnya. Kalau beli di calo harganya enggak kira-kira, sudah begitu kalau nawarin ada yang maksa lagi. Di sini (terminal bayangan) enggak perlu pake calo gampang, ada bus yang kosong saja langsung naik, malah bisa tawar-tawaran ongkos dahulu sama kernetnya langsung sebelum naik," kata pria asal Tasikmalaya itu.
Sejalan dengan Dani, Fuji (34) mengungkapkan, dia memilih naik bus ke kampung halamannya yang ada di Ngawi melalui terminal bayangan itu lantaran enggan menanti kedatangan bus di terminal resmi.
"Males sajah nungguinnya, kalau di Terminal (Kampung) Rambutan. Busnya lama nunggunya, ngetem dahulu lagi, terus ribet beli-beli tiketnya. Kalau di sini langsung bayar saja sudah, busnya juga banyak tiap jam itu ada dan di sini 24 jam bus ada terus. Emang di sini ongkosnya lumayan, saya biasa ke Ngawi Rp250 ribu, sekarang jadi Rp 600 ribuan," tuturnya.
"Keberadaan terminal bayangan itu tentu sangat berpengaruh bagi Terminal Kampung Rambutan. Kami sulit memantau arus dan data pemudik di hari Lebaran," kata Kepala Terminal Kampung Rambutan Laudin Situmorang saat berbincang dengan Sindonews, Rabu (15/7/2015).
Laudin meminta, agar Sudin Perhubungan Jakarta Timur bersama pihak kepolisian untuk bekerja sama dalam mengurus keberadaan terminal bayangan itu.
"Harus dikosongkan terminal bayangan itu. Jangan dibiarkan, harus dikontrol. Kami semua harus bekerja sama dalam melakukan itu. Khusus dari Terminal Kampung Rambutan, kami berharap supaya terminal bayangan itu ditertibkan," tuturnya.
Selain membuat kemacetan, kata Laudin, keberadaan terminal bayangan seperti yang ada di Pasar Rebo itu dapat membahayakan nyawa penumpang. Pasalnya, bus-bus yang masuk ke terminal bayangan tidak ada kepastian kalau kendaraannya layak pakai.
"Kalau terminal resmi dipastikan pengemudi dalam keadaan sehat dan siap. Tidak ada main handphone. Bebas narkoba. Layak jalan kendaraannya. Di luar (terminal bayangan) tidak ada seperti itu. Kenyamanan, keamanan, dan kesehatan terjamin di sini (Terminal Kampung Rambutan). Penetuan tarif pun di sini sesuai ketentuan pemerintah," katanya.
Ditemui terpisah, penumpang bus di terminal bayangan, Dani (29) menyatakan, enggan naik bus di Terminal Kampung Rambutan lantaran ingin menghindari kejaran calo. Maka itu, Dani memilih naik di terminal bayangan yang ada di Jalan Baru, Pasar Rebo, Jakarta Timur.
"Males saja naik dari terminal resmi kaya di (Terminal) Kampung Rambutan, banyak calo soalnya. Kalau beli di calo harganya enggak kira-kira, sudah begitu kalau nawarin ada yang maksa lagi. Di sini (terminal bayangan) enggak perlu pake calo gampang, ada bus yang kosong saja langsung naik, malah bisa tawar-tawaran ongkos dahulu sama kernetnya langsung sebelum naik," kata pria asal Tasikmalaya itu.
Sejalan dengan Dani, Fuji (34) mengungkapkan, dia memilih naik bus ke kampung halamannya yang ada di Ngawi melalui terminal bayangan itu lantaran enggan menanti kedatangan bus di terminal resmi.
"Males sajah nungguinnya, kalau di Terminal (Kampung) Rambutan. Busnya lama nunggunya, ngetem dahulu lagi, terus ribet beli-beli tiketnya. Kalau di sini langsung bayar saja sudah, busnya juga banyak tiap jam itu ada dan di sini 24 jam bus ada terus. Emang di sini ongkosnya lumayan, saya biasa ke Ngawi Rp250 ribu, sekarang jadi Rp 600 ribuan," tuturnya.
(mhd)