Mudik, Ritual Penting yang Tak Tergantikan
A
A
A
JAKARTA - Bagi kebanyakan orang Indonesia, Mudik merupakan momentum yang sangat dirindukan dan membahagiakan, bagi mereka yang sehari-hari bekerja jauh dari kampung halaman.
Di sisi lain tren Lebaranomics, istilah untuk menyebut efek ekonomi dari momentum Lebaran ternyata luar biasa bagi negara.
Mantan Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa mengaku bisa memahami mengapa banyak orang yang ingin pulang kampung. Apalagi, dirinya pernah menjadi perantau sejak kuliah hingga bekerja.
"Selain bertemu sahabat, ada 'ritual' penting yang tak akan terganti, kala kita mencium tangan orangtua, khususnya Ibu untuk meminta maaf atas semua kesalahan," ungkap Hatta Rajasa, melalui akun twitter @hattarajasa, Rabu, (15/7/2015).
Ibarat oasis di tengah sahara, kata Hatta, momentum mudik senantiasa menawarkan wajah lain dari rutinitas yang kita jalani sepanjang tahun.
"Itu merupakan bentuk penghormatan kepada orangtua, setelah sekian lama ditinggalkan. Mudik menjadi sesuatu yang spesial," kata mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Tidak hanya itu, kata dia, momentum mudik Lebaran tidak hanya memberikan personal impact atau dampak secara pribadi melainkan, juga memberikan sumbangan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang positif.
"Kita sering menyebutnya sebagai Lebarannomics, pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi aktivitas rakyat selama Ramadan dan Idul Fitri," ujarnya.
Output dari mudik adalah mendorong penyebaran "kue pembangunan" atau likuiditas dari kota-kota besar ke daerah bahkan sampai ujung pulau dan batas negeri.
Untuk itu, Hatta berharap, tren Lebarannomics ini tidak berlangsung singkat. "Tujuannya agar bisa menjaga tren positif di tengah situasi ekonomi yang kurang ideal sekarang ini,” ujar Hatta.
Di sisi lain tren Lebaranomics, istilah untuk menyebut efek ekonomi dari momentum Lebaran ternyata luar biasa bagi negara.
Mantan Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa mengaku bisa memahami mengapa banyak orang yang ingin pulang kampung. Apalagi, dirinya pernah menjadi perantau sejak kuliah hingga bekerja.
"Selain bertemu sahabat, ada 'ritual' penting yang tak akan terganti, kala kita mencium tangan orangtua, khususnya Ibu untuk meminta maaf atas semua kesalahan," ungkap Hatta Rajasa, melalui akun twitter @hattarajasa, Rabu, (15/7/2015).
Ibarat oasis di tengah sahara, kata Hatta, momentum mudik senantiasa menawarkan wajah lain dari rutinitas yang kita jalani sepanjang tahun.
"Itu merupakan bentuk penghormatan kepada orangtua, setelah sekian lama ditinggalkan. Mudik menjadi sesuatu yang spesial," kata mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Tidak hanya itu, kata dia, momentum mudik Lebaran tidak hanya memberikan personal impact atau dampak secara pribadi melainkan, juga memberikan sumbangan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi yang positif.
"Kita sering menyebutnya sebagai Lebarannomics, pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi aktivitas rakyat selama Ramadan dan Idul Fitri," ujarnya.
Output dari mudik adalah mendorong penyebaran "kue pembangunan" atau likuiditas dari kota-kota besar ke daerah bahkan sampai ujung pulau dan batas negeri.
Untuk itu, Hatta berharap, tren Lebarannomics ini tidak berlangsung singkat. "Tujuannya agar bisa menjaga tren positif di tengah situasi ekonomi yang kurang ideal sekarang ini,” ujar Hatta.
(dam)