Bahaya Virus Corona, Silaturahim Saat Lebaran Tak Harus Mudik
A
A
A
Masyarakat yang merencanakan mudik lebaran tahun ini diimbau menunggu perkembangan kondisi wabah virus corona (Covid-19). Pemerintah, terus memberikan informasi terbaru mengenai perkembangan virus corona.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, mudik lebaran tidak masalah jika wabah virus corona sudah teratasi dengan baik. "Sebelum memutuskan untuk mudik, masyarakat hendaknya memantau perkembangan Covid-19 yang disampaikan resmi oleh pemerintah," ujar Mu'ti di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Menurutnya, masyarakat tidak perlu memaksakan mudik jika kondisi wabah virus corona tidak menunjukkan perbaikan. Menurutnya, keselamatan dan kesehatan harus diutamakan.
Sejatinya, mudik saat lebaran adalah tradisi khas milik orang Indonesia. Meskipun silaturrahim tidak ada kaitannya secara langsung dengan rangkaian ibadah Ramadhan dan ‘Idul Fitri, tapi tradisi ini dipandang sangat baik untuk dilestarikan dan dikembangkan. Pada saat mudik kita saling mengunjungi sanak saudara bahkan tetangga atau teman sejawat, atasan dan bawahan.
Menurut Wakil Ketua Umum MUI Jateng, Prof Dr H Ahmad Rofiq MA, silaturrahim, bertemu, dan bersalaman (bermushafahah) adalah mekanisme hubungan sosial kasat mata, yang menjadi kebutuhan batin manusia, untuk penghapusan dosa-dosa yang terjadi dengan sesama. Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
“Tidaklah dua muslim itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah.” (HR. Abu Daud no. 5212, Ibnu Majah no. 3703, Tirmidzi no. 2727).
Dampak perkembangan information dan teknologi (IT), lanjut Ahmad, intensitas dan kualitas silaturrahim tampaknya banyak tergerus. Ucapan selamat Idul Fitri dan silaturrahim sudah digantikan oleh media sosial, FB, WA, Twitter, Instagram, dll. Tentu saja, kualitas dan makna silaturrahim secara fisik, akan berbeda dengan saling memaafkan jarak jauh melalui media sosial tersebut.
Hanya saja, cara demikian bisa dilakukan dalam situasi penyebaran virus corona yang membahayakan umat manusia.
Kendati, menurut Ahmad, "Secara psikologis dan ruhaniah, mudik, silaturrahim, dan pengelolaan kesucian atau kefitrian manusia, tak akan pernah tergantikan dengan kecanggihan teknologi”.
Dua orang yang bersalaman atau bermushafahah, menurutnya, bukanlah peristiwa dan jabat tangan fisik semata, tetapi perjumpaan dua hati, dua rasa, dan bahkan getaran potensi dan entitas dua anak manusia dengan segala perangkat fisik jasmani dan psikhis ruhaniahnya. “Ketulusan hati akan nampak dan terasa menjadi sesuatu yang luar biasa, bak dua gunung salju yang telah lama membeku, dan mencair mengaliri kesejukan dua hati, yang mempesonakan keindahan bangunan hubungan sosial," terangnya.
Perintah Silaturahim
Islam memerintahkan dan menempatkan silaturrahim, menjadi instrumen penyemaian kasih sayang, mengurai kebuntuan dan keruwetan antarmanusia, tergantikan dengan jalinan kasih sayang dan membuka untaian senyuman sebagai sedekah yang tak tergantikan. Rasulullah saw mengajarkan kala dua orang bersalaman dengan menatap wajah teman, sanak saudara, dan siapapun yang kita bersalaman.
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk menyambung tali silaturahim, dalam firman-Nya:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa: 36).
Selanjutnya Allah SWT juga berfirman:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” (QS. Al Isra: 26).
Demikian juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau memerintahkan umatnya untuk menyambung silaturahim, dalam sabda beliau:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليصل رحمه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah tali silaturahim. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau diam” (HR. Bukhari).
Bahkan terdapat ancaman serius bagi orang yang memutus silaturahim, beliau bersabda:
لا يدخلُ الجنةَ قاطعُ رحمٍ
“Tidak masuk surga orang yang memutus silaturahmi” (HR. Bukhari – Muslim).
Dan di antara keutamaan menyambung silaturahim adalah diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من أحب أن يبسط له في رزقه، وينسأ له في أثره فليصل رحمه
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi” (HR. Bukhari – Muslim).
Dan ia juga merupakan salah satu sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أيها الناس، أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصلوا الأرحام، وصلُّوا بالليل والناس نيام, تدخلوا الجنة بسلام
“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah silaturahim, shalatlah pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat” (HR. Ibnu Majah, At Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Abdul Mu'ti menuturkan, banyak cara yang bisa dilakukan untuk bersilaturahmi dengan keluarga dan kolega. Bisa melalui telepon atau video. "Silaturahim memang penting dan sangat dianjurkan tetapi tidak harus dalam bentuk bertemu muka. Bisa cara lain yang lebih aman," katanya.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, mudik lebaran tidak masalah jika wabah virus corona sudah teratasi dengan baik. "Sebelum memutuskan untuk mudik, masyarakat hendaknya memantau perkembangan Covid-19 yang disampaikan resmi oleh pemerintah," ujar Mu'ti di Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Menurutnya, masyarakat tidak perlu memaksakan mudik jika kondisi wabah virus corona tidak menunjukkan perbaikan. Menurutnya, keselamatan dan kesehatan harus diutamakan.
Sejatinya, mudik saat lebaran adalah tradisi khas milik orang Indonesia. Meskipun silaturrahim tidak ada kaitannya secara langsung dengan rangkaian ibadah Ramadhan dan ‘Idul Fitri, tapi tradisi ini dipandang sangat baik untuk dilestarikan dan dikembangkan. Pada saat mudik kita saling mengunjungi sanak saudara bahkan tetangga atau teman sejawat, atasan dan bawahan.
Menurut Wakil Ketua Umum MUI Jateng, Prof Dr H Ahmad Rofiq MA, silaturrahim, bertemu, dan bersalaman (bermushafahah) adalah mekanisme hubungan sosial kasat mata, yang menjadi kebutuhan batin manusia, untuk penghapusan dosa-dosa yang terjadi dengan sesama. Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
“Tidaklah dua muslim itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah.” (HR. Abu Daud no. 5212, Ibnu Majah no. 3703, Tirmidzi no. 2727).
Dampak perkembangan information dan teknologi (IT), lanjut Ahmad, intensitas dan kualitas silaturrahim tampaknya banyak tergerus. Ucapan selamat Idul Fitri dan silaturrahim sudah digantikan oleh media sosial, FB, WA, Twitter, Instagram, dll. Tentu saja, kualitas dan makna silaturrahim secara fisik, akan berbeda dengan saling memaafkan jarak jauh melalui media sosial tersebut.
Hanya saja, cara demikian bisa dilakukan dalam situasi penyebaran virus corona yang membahayakan umat manusia.
Kendati, menurut Ahmad, "Secara psikologis dan ruhaniah, mudik, silaturrahim, dan pengelolaan kesucian atau kefitrian manusia, tak akan pernah tergantikan dengan kecanggihan teknologi”.
Dua orang yang bersalaman atau bermushafahah, menurutnya, bukanlah peristiwa dan jabat tangan fisik semata, tetapi perjumpaan dua hati, dua rasa, dan bahkan getaran potensi dan entitas dua anak manusia dengan segala perangkat fisik jasmani dan psikhis ruhaniahnya. “Ketulusan hati akan nampak dan terasa menjadi sesuatu yang luar biasa, bak dua gunung salju yang telah lama membeku, dan mencair mengaliri kesejukan dua hati, yang mempesonakan keindahan bangunan hubungan sosial," terangnya.
Perintah Silaturahim
Islam memerintahkan dan menempatkan silaturrahim, menjadi instrumen penyemaian kasih sayang, mengurai kebuntuan dan keruwetan antarmanusia, tergantikan dengan jalinan kasih sayang dan membuka untaian senyuman sebagai sedekah yang tak tergantikan. Rasulullah saw mengajarkan kala dua orang bersalaman dengan menatap wajah teman, sanak saudara, dan siapapun yang kita bersalaman.
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk menyambung tali silaturahim, dalam firman-Nya:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An Nisa: 36).
Selanjutnya Allah SWT juga berfirman:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” (QS. Al Isra: 26).
Demikian juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau memerintahkan umatnya untuk menyambung silaturahim, dalam sabda beliau:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليصل رحمه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka sambunglah tali silaturahim. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka katakanlah yang baik atau diam” (HR. Bukhari).
Bahkan terdapat ancaman serius bagi orang yang memutus silaturahim, beliau bersabda:
لا يدخلُ الجنةَ قاطعُ رحمٍ
“Tidak masuk surga orang yang memutus silaturahmi” (HR. Bukhari – Muslim).
Dan di antara keutamaan menyambung silaturahim adalah diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من أحب أن يبسط له في رزقه، وينسأ له في أثره فليصل رحمه
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi” (HR. Bukhari – Muslim).
Dan ia juga merupakan salah satu sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أيها الناس، أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصلوا الأرحام، وصلُّوا بالليل والناس نيام, تدخلوا الجنة بسلام
“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah silaturahim, shalatlah pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat” (HR. Ibnu Majah, At Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Abdul Mu'ti menuturkan, banyak cara yang bisa dilakukan untuk bersilaturahmi dengan keluarga dan kolega. Bisa melalui telepon atau video. "Silaturahim memang penting dan sangat dianjurkan tetapi tidak harus dalam bentuk bertemu muka. Bisa cara lain yang lebih aman," katanya.
(mhy)