Masjid Sunan Kalijaga tetap pertahankan keaslian

Jum'at, 12 Juli 2013 - 14:14 WIB
Masjid Sunan Kalijaga tetap pertahankan keaslian
Masjid Sunan Kalijaga tetap pertahankan keaslian
A A A
MASJID Sulthoni berada di Dusun Semaken I, Banjararum, Kalibawang, Kulonprogo. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di Kulonprogo, dan dibangun oleh Sunan Kalijaga. Tidak heran jika masjid ini lebih dikenal dengan Masjid Sunan Kalijaga.

Masjid Sulthoni dibangun pada abad 15 Masehi. Pada awalnya ukuran masjid ini sangat minim, hanya 8x8 m2. Namun dalam perkembangannya, masjid ini terus berkembang dan dilengkapi dengan teras dan bangunan pendukung.

Takmir Masjid, Suparman, mengatakan masjid ini dibangun pada 1477 oleh Adipati Terung. beliau merupakan salah satu pengikut Sunan Kalijaga yang melakukan kegiatan dakwah di wilayah ini. Atas inisiatif Sunan Kalijaga akhirnya dibangun masjid dua atas tanah seluas 1.024 m2.

“Tahun 2009 dipasangi tetenger oleh GBPH Joyokusumo, adik sultan, sebagai Masjid Pathok Nagoro,” kata Suparman yang menjadi kepala Dukuh Semaken.

Dari cerita turun-temurun, perintah masjid ini dibangun ketika Sunan kalijaga tengah istirahat dalam perjalanannya ke Demak. Saat itu Adipati Terung diminta untuk mendirikan masjid di tempat ini. Perintah ini pun disanggupi, dan perjalanan ke Demak dilanjutkan. Adipati Terung melakukan pembangunan, hanya saja lokasinya digeser sekitar 100 meter arah timur, karena alasan dekat dengan sungai yang rawan erosi.

Masjid ini memiliki keunikan dari model masjid yang dibangun dengan empat tiang induk. Temboknya sengaja dibuat setengah atau dikenal dengan model kotangan. Pada puncak atau mustokotiangnya dibangun dengan menggunakan atap dari rumput ilalang.

Hal inilah yang terus dipertahankan, meskipun sudah tiga kali dilakukan rehabilitasi. “Keaslian bangunan tetap kita pertahankan untuk menjaga nilai sejarahnya,” katanya.

Selain mustoko, masjid ini juga masih memiliki beberapa peninggalan lain yang dipertahankan. Yaitu berupa kenthongan, bedug, sumur, serta tongkat yang dulu dipakai untuk menancapkan lokasi pembangunan. Hingga kini, beduk ini masih dipertahankan dan dibunyikan ketika salat lima waktu.

Kenthongan peninggalan ini memiliki panjang sekitar satu meter. Karena kondisinya sudah tua dan rapuh, kenthongan ini hanya disimpan. Sedangkan bedug masih dipertahankan. "Kenthongan dan bedug ini dulu menjadi sarana komunikasi dengan masyarakat,” ucapnya.

Seperti masjid pada umumnya, Ramadan kali ini juga penuh dengan kegiatan. Mulai dari Salat Tarawih, pengajian, hingga aktivitas buka bersama dan tadarus Alquran. Beberapa orang juga mempercayai air sumur peninggalan yang ada bisa dipakai untuk terapi penyembuhan penyakit.

Banyak orang yang datang untuk berwudu dan salat di masjid ini. Tidak sedikit yang membawa pulang untuk obat. “Ceritanya, sumur ini juga sumur tiban, dan ada karena saat itu sulit untuk berwudu,” kata Mbah Sahlan salah satu juru kunci masjid.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2887 seconds (0.1#10.140)