Berbuka bubur India di Masjid Pekojan Semarang

Jum'at, 12 Juli 2013 - 14:38 WIB
Berbuka bubur India di Masjid Pekojan Semarang
Berbuka bubur India di Masjid Pekojan Semarang
A A A
SELEPAS zuhur Ngatiman sudah duduk bersimpuh sambil memilah bumbu-bumbu dapur yang telah dia siapkan. Dengan telaten, kakek berusia 72 tahun itu membersihkan kulit bawang, mengupas jahe, dan bumbu pelengkap lain sebagai bahan membuat bubur India.

Sejak 53 tahun silam Ngatiman menjalani rutinitas sebagai pembuat bubur khas Ramadan di Masjid Jami Pekojan, Semarang ini. Ditemani dua rekannya, Matsoim (77), dan Akhmad Sholeh (55), Ngatiman penuh kasih memasukkan satu demi satu bumbu serta bahan lainnya ke kuali besar untuk membuat bubur yang nikmat itu.

“Bubur India ini tradisi masjid ini setiap Ramadan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu,” kata Ngatiman saat KORAN SINDO menanyakan asal usul bubur India di masjid yang berlokasi di kawasan Jalan Petolongan No 1 Johar, Kota Semarang.

Dinamakan bubur India, imbuh Ngatiman, karena pembuat bubur pertama kali waktu itu orang-orang India yang tinggal di daerah tersebut. Mereka membuat bubur dan dibagi-bagikan kepada orang yang berbuka puasa di masjid. Karena dianggap baik, tradisi ini dilestarikan secara turun-temurun sampai sekarang.

Bubur India, kata Ngatiman, tidak jauh berbeda dengan bubur lainnya. Bahan yang digunakan adalah beras, santan, air, garam, jahe, daun sereh, salam, bawang, dan bumbu-bumbu lainnya.

Namun, yang membedakan bubur India dengan bubur lainnya, bubur tersebut tidak dapat dijumpai di sembarang tempat dan hanya muncul setiap Ramadan. Itu pun hanya ada di Masjid Jami Pekojan Johar, Semarang. Proses pembuatan bubur India ini membutuhkan waktu yang lumayan lama.

Setidaknya Ngatiman dan teman-temannya menghabiskan waktu lebih dari tiga jam untuk menghasilkan bubur India siap santap. Awalnya mereka memasak air, kemudian memasukkan bumbu-bumbu yang telah disiapkan. Setelah mendidih, barulah beras dan santan yang dimasukkan secara bergantian.

“Selama memasak kami harus terus mengaduknya agar tidak gosong dan bisa matang secara merata. Setelah asar sekitar pukul 16.00 WIB, biasanya bubur baru masak dan siap disajikan," timpal Matsoim, pembuat bubur lainnya dengan logat Jawa kromo inggil.

Setelah proses pembuatan bubur usai, biasanya anak-anak sekitar daerah tersebut sudah antre di masjid. Dengan membawa mangkuk dari rumah, mereka berbaris satu per satu untuk meminta bagian bubur penuh vitamin itu. Selain dibagikan kepada anak-anak, bubur juga disiapkan bagi jamaah di dalam masjid.

“Siapa saja boleh menikmati bubur ini, biasanya tidak hanya warga sekitar yang datang, tapi juga warga dari luar kota seperti Jakarta, Bandung, Kudus, Pati, dan kota lainnya. Mereka memang sengaja datang ke tempat ini hanya ingin mencicipi bubur legendaris yang usianya ratusan tahun ini,” ucap Matsoim sambil tersenyum.

Masyarakat sekitar Masjid Pekojan ini memang selalu menanti bubur India. Bagi mereka, bubur India lebih dari sekadar takjil, makanan yang enak penuh gizi tinggi. Rempah-rempah yang digunakan dipercaya dapat meningkatkan stamina badan manusia saat menjalani ibadah puasa.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4780 seconds (0.1#10.140)