Haid dan istihadhah

Minggu, 21 Juli 2013 - 08:13 WIB
Haid dan istihadhah
Haid dan istihadhah
A A A
Tanya :
Saya seorang gadis, berumur 19 tahun, sampai umur 18 tahun, haid saya biasa-biasa saja, maksudnya tepat waktu, tapi belakangan saya mengalami haid tidak teratur. Lama haid biasanya 5-7 hari, waktu Ramadhan 9-11 hari.

Tapi menginjak usia 19, haid saya bisa 2-3 kali, misalnya tanggal 3-8, lalu tanggal 14-17 haid lagi, nanti tanggal 30-1 haid lagi, lalu tanggal 9 bulan berikutnya haid lagi, tapi darah yang keluar hanya satu tetes.

Yang ingin saya tanyakan:
1. Darah yang keluar tanggal 14-17 dan 30-1 itu darah haid atau istihadhah?
2. Apakah istihadhah itu?
3. Paling sedikit haid itu satu hari satu malam atau satu tetes, kalau sehari semalam, darah satu tetes itu apa namanya?
4. Apa penyebab haid tidak teratur?

Demikian pertanyaan ini saya ajukan, atas jawaban ustaz saya ucapkan terima kasih.

Jawab :

Seperti umumnya sudah diketahui bahwa haid itu adalah darah kotor yang keluar setiap bulanya dari rahim wanita selama satu sampai dua pekan. Tapi umumnya satu pekan (7 hari). Apabila lebih dari 15 hari berturut-berturut apalagi keluar darahnya tidak berurutan, maka hal itu bukan haid lagi namanya, oleh Fiqh Islam disebut dengan istihadhah atau masyarakat kita menyebutnya dengan istilah keputihan karena memang warna darahnya agak keputih-putihan. Dengan demikian, darah yang keluar dari rahim wanita di luar waktu haid dan nifas disebut dengan istihadhah.

Orang yang mengalami istihadhah tetap harus menjalankan kewajibannya seperti salat, puasa dan lain-lain. Sementara untuk menjaga kesucian harus digunakan pembalut seperti pada waktu haid.

Dengan demikian, sedikit atau banyak bila darah itu keluar bukan pada waktu haid dan nifas, dia bukan darah haid dan nifas, tapi bila memang waktu haid atau nifas, meskipun satu tetes dia disebut darah haid atau nifas.

Tentang haid tidak teratur, sebaiknya anda tanyakan kepada dokter yang lebih ahli. Demikian jawaban singkatnya, atas perhatian saudara kami ucapkan terima kasih, semoga bisa diambil manfaatnya.




Tiga hal yang dibenci

Dalam hidup ini, ada hal-hal yang kita suka dan yang kita benci. Kadangkala apa yang kita suka ternyata dibenci oleh orang lain, sedangkan hal-hal yang kita benci justeru disuka orang lain. Begitu pula dengan Allah SWT, ada hal-hal yang dibenci-Nya meskipun bisa jadi banyak manusia yang suka melakukannya. Namun karena ridha Allah SWT yang kita ingin raih, maka kita akan menyesuaikan diri sehingga hal-hal yang tidak disukai-Nya tidak akan kita lakukan. Rasulullah SAW menyebutkan tentang hal-hal yang dibenci-Nya sehingga hal ini akan kita hindari, beliau bersabda:

إِنَّ اللهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا: قِيْلَ وَقَالَ, وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
Sesungguhnya Allah membenci tiga hal untuk kalian: desas desus, membuang-buang harta, dan banyak bertanya (hal yang tidak penting). (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud).

Dari hadis di atas, ada tiga hal yang dibenci Allah SWT yang membuat kita harus menghindarinya.

1. Desas Desus.

Salah satu ciri orang fasik yang sangat menonjol adalah selalu berusaha untuk melakukan kekacauan sehingga ia merusak jalinan hubungan antar manusia dengan menyebarkan fitnah melalui penyampaian berita yang tidak benar menyangkut seseorang atau sekelompok orang sehingga sesama orang yang hubungannya sudah baik menjadi saling curiga, bahkan membenarkan tuduhan yang tidak benar. Karena itu, kaum muslimin harus waspada terhadap adanya informasi yang negatif tentang kaum muslimin sehingga ia akan mengecek terlebih dahulu kebenaran suatu informasi apalagi bila menyangkut keburukan orang lain, Allah SWT mengingatkan hal ini dalam firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (QS Al Hujurat [49]:6).

Asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) tersebut di atas adalah, suatu ketika Al Harits datang menghadap Nabi Muhammad SAW, beliau mengajaknya masuk Islam, bahkan sesudah masuk Islam ia menyatakan kemauan dan kesanggupannya untuk membayar zakat. Kepada Rasulullah, Al Harits menyatakan:

“Saya akan pulang ke kampung saya untuk mengajak orang untuk masuk Islam dan membayar zakat dan bila sudah sampai waktunya, kirimkanlah utusan untuk mengambilnya”. Namun ketika zakat sudah banyak dikumpulkan dan sudah tiba waktu yang disepakati oleh Rasul, ternyata utusan beliau belum juga datang. Maka Al Harits beserta rombongan berangkat untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi.


Sementara itu, Rasulullah SAW mengutus Al Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat, namun ditengah perjalanan hati Al Walid merasa gentar dan menyampaikan laporan yang tidak benar, yakni Al Harits tidak mau menyerahkan dana zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah tidak langsung begitu saja percaya, beliaupun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan Al Harits ia berkata: “Kami diutus kepadamu”. Al Harits bertanya: “Mengapa?”. Para sahabat menjawab: “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Al Walid bin Uqbah, ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya”.

Al Harits menjawab: “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang dating kepadaku”. Maka ketika mereka sampai kepada Nabi SAW, beliaupun bertanya: “Apakah benar engkau menahan zakat dan hendak membunuh utusanku?”, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian”. Maka turunlah ayat itu.

Surat Al Hujurat:6 di atas menggunakan kata naba’ bukan khabar. M. Quraish Shihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi, hal 262 membedakan makna dua kata itu. “Kata naba’ menunjukkan “berita penting”, sedangkan khabar menunjukkan ”berita secara umum”. Alqur’an memberi petunjuk bahwa berita yang perlu diperhatikan dan diselidiki adalah berita yang sifatnya penting. Adapun isu-isu ringan, omong kosong dan berita yang tidak bermanfaat tidak perlu diselidiki, bahkan tidak perlu didengarkan karena hanya akan menyita waktu dan energi”.

2. Membuang-Buang Harta.

Harta merupakan sesuatu yang amat dibutuhkan manusia dalam hidup ini. Karena itu, Allah SWT memerintahkan kita untuk mencarinya dengan cara-cara yang halal dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Karenanya pertanggungjawaban dalam kaitan dengan harta tidak hanya dari sisi mencari atau mendapatkannya tapi juga bagaimana menggunakannya. Penggunaan harta sedapat mungkin dengan melakukan penghematan.

Meskipun harta sudah kita cari dengan susah payah yang berarti kita punya hak memiliki sepenuhnya, dalam penggunaannya tetap harus kita lakukan penghematan meskipun untuk memenuhi kebutuhan pokok, karena itu, Islam tidak membenarkan penggunaan harta secara boros, yakni menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar menurut Allah SWT dan Rasul-Nya, karena pemborosan merupakan kebiasaan syaitan yang sangat merugikan manusia, harta akan cepat habis sementara kebiasaan berlebihan menjadi sangat sulit untuk ditinggalkan meskipun dia tidak memiliki harta yang cukup, karenanya sikap ini harus dijauhi, Allah SWT berfirman: Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya (QS Al Isra [17]:26-27).

Membuang-buang harta dapat kita pahami dalam bentuk menggunakan harta untuk membeli atau melakukan sesuatu yang bisa merusak akhlak, baik akhlak diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.

3. Terlalu Banyak Bertanya.

Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu dan memperoleh penjelasan yang luas tentang suatu persoalan adalah bertanya kepada orang yang menguasai masalah yang hendak kita tanyakan. Karenanya para sahabat sering bertanya kepada Rasulullah SAW, bahkan dengan sebab bertanya tidak sedikit ayat yang diturunkan untuk menjawab pertanyaan mereka.

Namun ketika masalah yang hendak ditanyakan sudah jelas jawabannya, atau apa yang ditanya sudah dijawab dengan jelas, tidak perlu lagi hal itu ditanyakan, karena persoalan yang sudah jelas harus segera diamalkan, bukan ditanya-tanya lagi. Hal ini hanya akan menyulitkan si penanya sendiri. Tidak sedikit persoalan yang sudah jelas menjadi kabur karena ditanyakan lagi atau persoalan yang mudah mengamalkannya menjadi sulit karena ada tambahan penjelasan yang semakin tidak jelas.

Sejarah telah mencatat bagaimana umat Nabi Musa as yakni Bani Israil yang banyak tanya sehingga menyulitkan mereka sendiri untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Ketika itu mereka diperintah untuk menyembelih sapi betina, perintah yang sangat jelas, tapi mereka merasa terhina, karena sapi itu selama ini mereka agungkan, mereka mengatakan: Apakah engkau hendak menjadikan kami buah ejekan?”. Karenanya Nabi Musa menyatakan: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”.

Mereka akhirnya banyak bertanya, mulai dari sapi betina yang bagaimana, lalu dijelaskan sapi betina yang tidak tua tapi juga tidak muda. Lalu mereka bertanya lagi apa warnanya. Dijelaskan lagi bahwa warnanya kuning, kuning tua dan menyenangkan orang yang memandangnya. Mereka masih bertanya lagi tentang hakikat sapi itu.

Lalu dijelaskan bahwa sapi betina itu yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat dan tidak ada belangnya. Setelah mendapat penjelasan itu, mereka semakin sulit untuk melaksanakan perintah, karena tidak gampang menjadi sapi seperti yang digambarkan itu. Meskipun akhirnya dilaksanakan juga, tapi kesulitan melaksanakan perintah amat mereka rasakan disebabkan terlalu banyak bertanya apa yang sebenarnya sudah jelas. Kisah tentang ini bisa kita baca pada surat Al Baqarah [2]:67-71).

Setelah memahami apa saja yang tidak disukai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, maka setiap kita berusaha untuk menjauhinya.

(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4917 seconds (0.1#10.140)