Imsak sebelum fajar

Senin, 22 Juli 2013 - 07:50 WIB
Imsak sebelum fajar
Imsak sebelum fajar
A A A
Tanya :
Melalui rubrik ini, saya ingin menanyakan:
1. Puasa itu dimulai dari fajar hingga terbenam matahari, apakah ada dasarnya imsak sebelum fajar?
2. Mandi junub adalah meratakan air ke seluruh tubuh, mulut itu anggota lahir atau batin, kalau anggota batin, apa tidak batal puasa bagi orang yang berkumur-kumur, bila aggota lahir bagaimana orang yang giginya pakai gigi emas/perak, apakah perlu dicabut waktu mandi junub?

Jawab :
Puasa memang harus dimulai pada saat terbit fajar dan diakhiri dengan berbuka pada saat terbenam matahari (magrib). Kalau kemudian di masyarakat kita sudah terbiasa imsak (masa menahan) sebelum fajar, itu hanyalah dengan maksud bersiap-siap agar pada saat terbit fajar kita sudah siap berpuasa dalam keadaan mulut kita sudah bersih dari makanan, ini bukan berarti kalau sudah masuk waktu imsak (yang secara tradisi ditetapkan 10 menit sebelum fajar atau subuh) tidak boleh lagi makan dan minum.

Hanya memang lebih baik kalau sudah tidak makan dan minum 10 menit sebelum waktu puasa dimulai, sebab dikhawatirkan dia tidak tahu waktu sehingga sebenarnya sudah masuk waktu puasa dia masih saja makan, atau waktu puasa sudah masuk, tapi sisa-sisa makanan masih ada dimulutnya yang dikhawatirkan tertelan yang membatalkan puasa.

Lagi pula, 10 menit sebelum subuh seharusnya kita sudah konsentrasi untuk melaksanakan shalat subuh, tapi bagi yang terlambat bangun, silahkan bersahur sampai sebelum tibanya waktu subuh.

Tentang mandi janabat, memang betul harus diratakan airnya ke seluruh tubuh, tapi mulut, lubang hidung, lubang telinga dan kulit yang berada di balik kuku tidak termasuk anggota badan yang harus dialiri air sewaktu mandi, dengan demikian, kalau seseorang memakai gigi emas tidak ada masalah waktu mandi, dia tidak mesti harus membukanya pada saat mandi. Disunnahkan juga sebelum mandi untuk berwudhu terlebih dahulu dan dalam berwudhu itu kan ada kubur-kumur dan memasukkan air ke hidung.

Tentang berkumur-kumur selagi puasa, itu tidak termasuk membatalkan puasa, hal ini diterangkan dalam satu hadits yang artinya: “Dari Umar, ia berkata: Pada suatu hari aku pernah bergairah (kepada isteriku), lalu aku menciumnya padahal aku sedang berpuasa. Lalu aku datang ke tempat Nabi SAW, kemudian aku bertanya: “hari ini aku berbuat sesuatu yang amat besar”, yaitu aku mencium isteriku padahal aku sedang puasa”.

Lalu Rasulullah SAW menjawab: “Bagaimana gerangan pendapatmu jika seandainya engkau berkumur-kumur dengan air padahal engkau sedang berpuasa?”. Aku menjawab: “Tidak mengapa yang demikian itu”. Maka bertanya pula Rasulullah: “mengapa begitu” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Demikian jawaban singkatnya, semoga bermanfaat bagi penanya.

Tiga kepastian

Malaikat Jibril AS bertugas menyampaikan wahyu dari Allah SWT, namun saat ia datang kepada Rasulullah SAW ternyata tidak hanya wahyu yang disampaikannya tapi juga ada pesan-pesan khusus darinya yang disampaikan kepada Nabi, ini menunjukkan betapa penting pesan-pesan yang disampaikannya.

Meskipun demikian, pesan-pesannya yang baik itu tidak hanya ditujukan kepada Nabi, tapi sebenarnya kepada kita semua. Karenanya kitapun harus memahaminya dengan baik agar dapat kita jalani untuk kebaikan dalam hidup kita di dunia dan akhirat yang bahagia. Diantara sekian banyak pesan malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW adalah:

عِشْ مَاشِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ وَاعْمَلْ مَاشِئْتَ مَجْزِيُّ بِهِ
Hiduplah engkau seberapapun lamanya, namun engkau pasti akan mati. Cintailah siapa saja yang engkau sukai, namun engkau pasti akan berpisah dengannya. Beramallah semaumu, namun engkau pasti akan mendapat balasannya (HR. Baihaki).

Pesan malaikat Jibril di atas yang perlu kita pahami menunjukkan adanya tiga kepastian yang tidak bisa kita hindari terjadi pada kita, cepat atau lambat.

1. Kepastian mati.

Mati merupakan suatu kepastian, apalagi sudah terbukti bahwa sepanjang adanya kehidupan telah ada kematian. Karena itu manusia boleh saja menginginkan hidup lama bahkan seberapapun lamanya tapi ia tidak bisa mencegah dirinya dari kematian bila saatnya sudah tiba, sehebat dan sekuat apapun dirinya.

Fir’aun sang raja yang kuat dan ditakuti orang sudah lama mati dan menjadi catatan sejarah, Qarun yang kaya raya juga sudah lama mati dan menjadi bukti sejarah betapa orang kaya tidak boleh sombong, para Nabi juga sudah mati dan kematian itu berkeliling dunia untuk menjemput manusia satu demi satu kembali ke kampung akhirat, Allah SWT berfirman: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan (QS Al Anbiya [21]:35).

Karena kematian tidak bisa dihindari, maka meskipun manusia berusaha untuk menghindarinya, tetap saja ia akan datang juga menemui siapapun bila memang sudah tiba saatnya, Allah SWT berfirman: Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan" (QS Al Jumuah [62]:8).

Bahkan manusia juga tidak bisa menghindari kematian bila memang sudah tiba saatnya meskipun ia berada di benteng pertahanan yang tinggi lagi kokoh, hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT: Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, Kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) Hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (QS An Nisa [4]:78)

Karena mati merupakan suatu kepastian, satu hal yang harus kita sadari bahwa ternyata mati itu bukanlah akhir dari kehidupan manusia, tapi sebenarnya awal dari fase kehidupan yang baru, yaitu kehidupan akhirat yang enak atau tidaknya sangat tergantung pada bagaimana ia menjalani kehidupan di dunia ini. Bila kita sudah menyadari kepastian adanya kematian, maka kita tidak akan mensia-siakan kehidupan di dunia yang tidak lama.

Kita akan berusaha mengefektifkan perjalanan hidup di dunia ini untuk melakukan sesuatu yang bisa memberikan nilai positif, tidak hanya dalam kehidupan di dunia tapi juga di akhirat karena kehidupan dunia merupakan saat mengumpulkan bekal yang sebanyak-banyaknya untuk kebahagiaan dalam kehidupan di akhirat, karena kematian pada hakikatnya adalah perjumpaan dengan Allah SWT yang tentu saja harus dengan bekal amal shaleh yang sebanyak-banyaknya, sebagaimana firman-Nya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (QS Al Kahfi [18]:110).

2. Kepastian berpisah dengan kekasih.

Manusia boleh saling mencintai antara satu dengan lainnya, suami pada isteri atau sebaliknya, orang tua pada anak atau sebaliknya, rakyat terhadap pemimpin atau sebaliknya, sahabat dengan sahabat dan sebagainya. Namun kecintaan kepada manusia tidaklah abadi, karenanya jangan sampai kita mencintai manusia secara berlebihan karena pasti kita akan berpisah dengan orang yang kita cintai, adakalanya kita lebih dahulu meninggalkannya atau kita yang ditinggalkan oleh orang yang kita cintai.

Karenanya malaikat Jibril mengingatkan kita semua bahwa kita pasti berpisah dengan orang yang sangat kita cintai sekalipun, sehingga agar tidak terlalu berat dalam perpisahan, kita harus mencintai manusia sekadarnya, sedangkan yang harus paling kita cintai adalah Allah SWT dan Rasul-Nya, Allah SWT berfirman: Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah (QS Al Baqarah [2]:165).

Di dalam ayat lain, Allah SWT mengingatkan kita agar mencintai apapun dan siapapun tidak lebih dari kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta perjuangan di jalan-Nya karena hal ini akan membuat kita menjadi semakin jauh dari petunjuk hidup yang benar, sebagaimana firman-Nya: Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(QS At Taubah [9]:24).

Meskipun sudah diingatkan, ternyata banyak sekali manusia yang mencintai sesuatu sangat dalam cintanya sehingga pada saatnya berpisah dengan yang dicintainya itu ia tidak memiliki kesiapan mental yang memadai, saat keluarga atau orang yang dicintainya harus pergi ke wilayah yang jauh untuk sesuatu yang penting, maka ia tidak rela melepaskannya, apalagi sampai meninggal dunia yang mengakibatkan duka yang terlalu dalam sampai terjadinya goncangan jiwa atau gangguan mental sehingga kehidupan tidak bisa dijalaninya dengan baik, bahkan tidak memiliki gairah hidup.

3. Kepastian balasan amal

Dunia ini tempat beramal, kenyataan menunjukkan bahwa banyak manusia yang beramal shaleh, namun banyak pula yang beramal salah. Allah SWT memberikan kebebasan kepada manusia tentang amal apa yang mau mereka lakukan, karena hasilnya terpulang kepada manusia itu sendiri. Amal saleh akan membuat pelakunya merasakan kenikmatan dan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat, sedangkan amal salah akan membuat pelakunya mengalami penderitaan dan kesengsaraan di dunia maupun di akhirat.

Oleh karena itu, apa yang hendak kita lakukan harus dipertimbangkan secara matang, jangan asal melakukan apalagi sekadar ikut-ikutan dengan orang lain karena apapun yang kita lakukan pasti akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan Allah SWT sebagaimana firman-Nya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (QS Al Isra [17]:36).

Dengan demikian, manusia bebas melakukan apapun sekehendak hatinya, namun ia sendiri yang mendapatkan hasilnya, seberengsek apapun manusia dengan kejelekan amalnya, ia harus siap menanggung akibatnya, bahkan syaitan yang telah menjerumuskannya pada amal yang jelek dan nista tidak mau disalahkan dalam kehidupan di akhirat nanti meskipun manusia melakukan kejelekan karena menuruti godaan syaitan, hal ini diceritakan oleh Allah SWT tentang apa yang akan terjadi dalam kehidupan di akhirat nanti dalam firman-Nya: Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan:

"Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih (QS Ibrahim [14]:22).

Dari uraian di atas menjadi amat jelas bagi kita betapa kehidupan yang sementara di dunia ini harus kita jalani dengan sebaik-baiknya agar hasil baik di dunia dan di akhirat nanti bisa kita peroleh.





(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7293 seconds (0.1#10.140)