Melirik perjalanan kakek-nenek mudik dengan Bajaj

Rabu, 14 Agustus 2013 - 12:55 WIB
Melirik perjalanan kakek-nenek mudik dengan Bajaj
Melirik perjalanan kakek-nenek mudik dengan Bajaj
A A A
Sindonews.com - Mudik saat Lebaran telah menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat Indonesia. Apapun sarana transportasinya akan mereka pakai untuk bisa kembali ke kampung halaman.

Seperti yang dilakukan pasangan Paidi (58) dan Lasmini (63) yang rela mudik menggunakan Bajaj B 2310 LE kesayangannya. Seperti apa kisah pasangan yang sudah dikarunia tiga cucu ini mudik berdua.

Padatnya kendaraan di jalan Raya Wates-Yogyakarta, menurutnya tidak menyurutkan Paidi dan istrinya untuk menyusuri jalanan. Dengan lincahnya, Paidi mampu mengendarai Bajaj diantara hiruk pikuk kendaran pribadi, sepeda motor, maupun angkutan umum lainnya. Suara knalpot Bajaj yang khas, membuat kendaraan yang identik dengan warna oranye ini nampak mencolok.

Namun di ruas Jalan wates KM3 0 tepatnya di Kedungsari, Pengasih Kulonprogo, Paidi terpaksa menepikan Bajajnya. Silk oli mesinnya bocor dan membuat dia terpaksa menghentikan perjalanannya. Dengan cekatan, pria asli Playen Gunungkidul inipun membongkar mesin dengan peralatan yang telah disiapkan. Tidak lebih dari satu jam, mesin Bajaj itupun kembali menyala dan siap untuk kembali 'bertempur' untuk kembali melanjutkannya ke Rawamangun, Jakarta Timur.

“Inilah susahnya mesinnya rusak. Tetapi sukanya saya bangga bisa berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga,” jelas Paidi, Rabu (14/8/2013).

Menurutnya, dia berangkat mudik dari Jakarta pada Minggu (4/8) dan baru tiba di Gunungkidul pada Selasa (6/8) lalu. Setelah puasa dan berlebaran di kampung halamannya baru hari ini mereka putuskan untuk kembali pulang ke Jakarta.

"Mudik pakai Bajaj sudah rutin saya lakukan sejak 2007. Kalau naik bus atau kereta saya enggak punya uang, makanya yang ada Bajaj ya saya pakai bajaj," paparnya.

Ketika hendak mudik, Paidi telah menyiapkan smeua kebutuhan Bajaj, termasuk sparepart yang akan dipakai jika mesinnya mengalami gangguan. Sehingga begitu ada kendala, dia langsung segera memperbaikinya sendiri.

“Sparepart Bajaj hanya ada di Jakarta, saya harus bawa sendiri," jelas Paidi yang sudah menjadi sopir Bajaj sejak 1981 silam.

Untuk sekali jalan dari Jakarta-Playen, Paidi menghabiskan bensin hingga 35 liter. Artinya dia harus membeli 70 liter untuk sekali perjalanan mudik dan balik. Ia pun harus merogoh kocek untuk membeli tiga liter oli samping sebagai pelengkap perjalanan.

Sementara itu, istri Paidi, Lasmini mengaku, mudik dengan Bajaj tidak ada matinya. Dulu Bajaj ini dia pakai untuk mudik bersama kedua anaknya. Namun karena anak-anaknya sudah dewasa, perjalanan mudik dengan Bajaj hanya dilakukannya berdua dengan sang suami tercinta.

“Sebenarnya anak sempat melarang, tetapi namanya Lebaran kan harus pulang,” jelasnya.

Sebagai seorang istri dan Ibu, Lasmini ikut menyiapkan bekal. Diantaranya makanan dan minuman yang akan disantap selama perjalanan. Beruntung selama mudik dan balik dia tidak pernah mengalami hambatan apapun. Bahkan jika normal dan tidak macet maksimal 20 jam sudah sampai.

“Nanti juga mampir di Purworejo, kebetulan saya asli sana dan masih punya kerabat,” ujarnya.

Keluarga ini berharap pemerintah memberikan kemudahan baginya untuk bisa membeli dan meremajakan Bajajnya. Pendapatan sebagai sopir Bajaj tidaklah seberapa, hanya Rp100 ribu per hari. Bila dipotong dengan kebutuhan bahan bakar dan operasional, pendapatan bersih hanya sekira Rp30-50 ribu per hari.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4937 seconds (0.1#10.140)