Cara Penetapan Ramadan

Selasa, 01 Juli 2014 - 13:40 WIB
Cara Penetapan Ramadan
Cara Penetapan Ramadan
A A A
Pertanyaan:

Di Indonesia setiap hendak memasuki bulan Ramadan selalu terjadi perbedaan. Sebagian menggunakan hisab, sementara sebagian lainnya menggunakan rukyah.

Bagaimana sebenarnya aturan yang telah ditentukan oleh Islam untuk menentukan Ramadan? Apakah tidak mungkin penyatuan Ramadan di Indonesia, atau bahkan di dunia?

Anton–Surabaya

Jawaban:

Sebenarnya, Alquran dan Sunnah telah menetapkan cara penetapan Ramadan dan Idul Fitri. Allah berfirman: “Maka barangsiapa menyaksikan di antara kalian (datangnya) bulan, maka hendaklah ia berpuasa”. (QS Al Baqoroh: 185).

Kata “menyaksikan” menunjukkan bahwa penetapan Ramadan adalah dengan rukyah, atau syahadah. Hal ini diperkuat oleh hadits berikut:

“Berpuasalah, karena rukyah (melihat bulan), dan berbukalah karena rukyah, maka jika (hilal) ditutupi kabut, maka sempurnakan Sya’ban menjadi 30 hari”. (HR Bukhari Muslim).

Hadis di atas menegaskan, penetapan bulan Ramadan melalui rukyah hilal (bulan), namun, jika tidak memungkinkan (rukyah), maka dengan menyempurnakan Sya’ban menjadi 30 hari (hisab).

Namun kenapa sebagian umat Islam di Indonesia menggunakan hisab? Memang ada sejumlah ulama’ yang menggunakan hisab disaat rukyah tidak memungkinkan.

Hal ini berdasarkan riwayat lain dari hadits di atas, Rasulullah SAW bersabda: "Maka jika (hilal) ditutupi kabut, maka tentukan kadar Sya’ban”.

Sebagian kecil ulama’ menafsirkan riwayat ini dengan “menghisab”. Namun riwayat ini sangat lemah,bertentangan dengan pendapat Jumhur (mayoritas ulama’). Bahkan ulama’ Malikiyah dan Hanabilah menyebutkan:

“Tidak perlu dipegang apa yang diungkapkan oleh ahli waktu, hisab atau ahli perbintangan, karena ia bertentangan dengan syariat nabi kita Muhammad SAW, karena, jika hisab mereka benar, kita tidak diwajibkan (berpuasa) secara syara’ melainkan dengan rukyah seperti biasanya”. (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu 3/33).

Hampir seluruh dunia Islam menggunakan rukyah dalam penetapan Ramadan, karena itulah cara penetapan yang disebutkan dalam al Qur’an dan Sunnah.

Bukan berarti Islam mengingkari perkembangan ilmu hisab, namun lebih disebabkan bahwa hitungan manusia ada kemungkinan salah, dan terbitnya bulan adalah seizin Allah, Allah mampu untuk menundanya atau bahkan mempercepat.

Dan bulan tidak akan terlihat jika belum mencapai dua derajat. Sementara ahlul hisab menetapkan masuknya bulan Ramadan walau keberadaan bulan masih di bawah satu derajat. Puasa diwajibkan bukan karena adanya bulan, namun dikarenakan terlihatnya bulan.

Jika bulan telah melebihi dua derajat, namun tidak terlihat, maka puasa Ramadan belum diwajibkan, berdasarkan hadits diatas, yaitu dengan menundanya satu hari atau menyempurnakan Sya’ban menjadi 30 hari.

Kolom tanya jawab ini hasil kerja sama antara Sindonews.com bersama Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Mitra Umat (LAZNAS BSM).

Tanya jawab oleh Ustaz DR HM YUSUF SIDDIK MA
Dewan Syariah LAZNAS BSM Jakarta.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0870 seconds (0.1#10.140)