Hamil, Bolehkah Cuti Puasa di Ramadan?
A
A
A
Pertanyaan:
Ustaz apakah ibu hamil boleh cuti puasa di bulan Ramadan? Apakah diganti dengan qodho atau hanya membayar fidiah?
Jawaban:
Wanita yang hamil jika ia khawatir atas keselamatan janinnya atau merasa tidak mampu berpuasa, maka diberikan keringanan baginya untuk tidak berpuasa.
Namun diwajibkan baginya menqodho puasanya di waktu yang lain diqiyaskan (dianalogikan) dengan orang yang sakit. Demikian juga wanita yang menyusui.
Namun sebagian ulama mewajibkan baginya qodho’ dan bayar fidyah sekaligus, dengan alasan, bahwa ketidakmampuannya tidak hanya disebabkan fisiknya lemah, melainkan juga disebabkan kekhawatiran akan kesehatan janinnya.
Maka ia diwajibkan mengqodho, disebabkan oleh fisiknya lemah, sama dengan orang yang sakit. Sementara ia juga diwajibkan bayar fidyah disebabkan karena kekhawatirannya atas keselamatan janinnya.
Namun pendapat ini kurang tepat, karena Allah SWT tidak pernah mewajibkan qodho’ dan bayar fidyah sekaligus, melainkan salah satu dari keduanya sebagaimana disebutkan pada QS Al Baqoroh: 184.
Artinya: (puasa tersebut diwajibkan) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al Baqoroh: 184).
Wallahu a’lam.
Tanya jawab oleh Ustaz Dr HM Yusuf Siddik MA
Dewan Syariah LAZNAS BSM Jakarta
Dialog Ramadan ini disponsori oleh Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Mitra Umat (LAZNAS BSM).
Ustaz apakah ibu hamil boleh cuti puasa di bulan Ramadan? Apakah diganti dengan qodho atau hanya membayar fidiah?
Jawaban:
Wanita yang hamil jika ia khawatir atas keselamatan janinnya atau merasa tidak mampu berpuasa, maka diberikan keringanan baginya untuk tidak berpuasa.
Namun diwajibkan baginya menqodho puasanya di waktu yang lain diqiyaskan (dianalogikan) dengan orang yang sakit. Demikian juga wanita yang menyusui.
Namun sebagian ulama mewajibkan baginya qodho’ dan bayar fidyah sekaligus, dengan alasan, bahwa ketidakmampuannya tidak hanya disebabkan fisiknya lemah, melainkan juga disebabkan kekhawatiran akan kesehatan janinnya.
Maka ia diwajibkan mengqodho, disebabkan oleh fisiknya lemah, sama dengan orang yang sakit. Sementara ia juga diwajibkan bayar fidyah disebabkan karena kekhawatirannya atas keselamatan janinnya.
Namun pendapat ini kurang tepat, karena Allah SWT tidak pernah mewajibkan qodho’ dan bayar fidyah sekaligus, melainkan salah satu dari keduanya sebagaimana disebutkan pada QS Al Baqoroh: 184.
Artinya: (puasa tersebut diwajibkan) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al Baqoroh: 184).
Wallahu a’lam.
Tanya jawab oleh Ustaz Dr HM Yusuf Siddik MA
Dewan Syariah LAZNAS BSM Jakarta
Dialog Ramadan ini disponsori oleh Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Mitra Umat (LAZNAS BSM).
(maf)