Apa Syarat Darurat dalam Konteks Pengobatan?
A
A
A
Pertanyaan:
Ustaz, sebagai seorang muslim kita terikat oleh aturan halal dan haram dalam memilih makanan dan minuman yang kita konsumsi termasuk obat. Tapi dalam syariat, jika dalam keadaan darurat dibolehkan, sehingga yang tadinya haram menjadi halal. Lalu Apa saja syarat kategori darurat?
Bolehkah berobat atau memerkuat daya tahan tubuh dengan bahan yang haram?
Ridwan-Jakarta
Jawaban:
Perlu dibedakan antara obat luar dan obat dalam. Adapun obat luar, maka tidak ada larangan dalam menggunakan obat apapun, selama tidak najis dan tidak berbahaya bagi kulit.
Jika obat yang digunakan adalah barang najis, maka tetap dibolehkan, namun harus segera dicuci dan dibersihkan saat mau salat, karena barang najis tidak boleh dipakai saat salat.
Apa hukumnya jika obat luar tersebut berupa alkohol, apakah termasuk najis atau tidak? Sebagian ulama' tidak menganggapnya najis, mengingat tidak ada dalil secara jelas (shohih) yang menyebutnya najis.
Adapun ayat berikut: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah kotor termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS Al Maidah: 90)
Bahwa yang dimaksud 'kotor' pada ayat tersebut adalah kotor perbuatannya, bukan bendanya. Hal ini diperkuat oleh hadis-hadis, yang menyebutkan, bahwa, tatkala Allah mengharamkan arak (alkohol), para sahabat menumpahkan arak dari botol, sehingga Madinah banjir oleh arak.
Namun tidak ada satupun hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk menyiramnya. Padahal, jika itu najis, maka harus disiram dengan air.
Namun pendapat di atas, bertentangan dengan mazhab Syafi'i yang terkenal hati-hati, mengingat dalam ayat diatas ada kata kotor, maka arak dihukumi najis seperti halnya kotoran manusia.
Sementara obat dalam, yaitu obat yang dimakan, diminum, ditelan atau disuntikkan, maka disyaratkan obat tersebut termasuk dalam katagori halal. Jika ia berupa barang haram, seperti babi, atau unsur apapun dari babi, arak dan lain-lain, tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi darurat.
Darurat adalah kondisi di mana jika obat tersebut tidak digunakan akan berakibat kebinasaan atau kesusahan yang sangat berat. Di antara kondisi yang masuk kategori darurat misalnya: sakit jantung, pernafasan, tipus.
Karena penyakit-penyakit tersebut jika tidak diobati, bisa berakibat kebinasaan atau kesusahan yang sangat berat. Namun penggunaan obat haram tersebut harus memenuhi beberapa syarat berikut :
1. Tidak ada obat lain yang menggunakan bahan yang halal.
2. Berobat secukupnya, tidak berlebih-lebihan
3. Tidak menikmatinya, melainkan hanya karena keterpaksaan.
4. Terbukti secara ilmiah, bukan dalam tahap coba-coba.
Sementara, jika barang haram tersebut bukan untuk menyelamatkan nyawa, atau menghilangkan kesusahan yang sangat berat, maka tidak dibolehkan, seperti obat kuat, obat penahan dingin, obat kesuburan. Hal ini berdasarkan hadis:
Dari Thariq bin Suwaid Al-Ja'fi berkata, dirinya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hukum minum khamar dan Rasulullah saw mengharamkannya.
Dia bertanya, ”Tetapi ini untuk pengobatan.” Maka Rasulullah saw. menjawab, “Khamar itu bukan obat, tetapi penyakit.” (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Dalam hadis:
Dailam Al-Humairi bertanya kepada Nabi saw., ”Ya Rasulullah, kami tinggal di negeri yang sangat dingin, tempat kami melawannya dengan perbuatan dahsyat, yaitu dengan cara meminum qamh ini. Khasiatnya bisa menguatkan tubuh kami dan melawan rasa dingin negeri kami.”
Rasulullah saw. bertanya, ”Apakah minuman itu memabukkan?” “Ya, memabukkan,” jawabnya. "Tinggalkanlah,” kata Rasulullah saw. “Tapi orang-orang tidak mau meninggalkan minuman itu,” balasnya. Maka Nabi saw. bersabda,”Kalau mereka tidak mau meninggalkan minuman itu, perangilah mereka.” (HR Abu Daud)
Wallahu a’lam
Tanya jawab oleh Ustaz Dr HM Yusuf Siddik MA
Dewan Syariah LAZNAS BSM Jakarta
Dialog Ramadan ini disponsori oleh Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Mitra Umat (LAZNAS BSM).
Ustaz, sebagai seorang muslim kita terikat oleh aturan halal dan haram dalam memilih makanan dan minuman yang kita konsumsi termasuk obat. Tapi dalam syariat, jika dalam keadaan darurat dibolehkan, sehingga yang tadinya haram menjadi halal. Lalu Apa saja syarat kategori darurat?
Bolehkah berobat atau memerkuat daya tahan tubuh dengan bahan yang haram?
Ridwan-Jakarta
Jawaban:
Perlu dibedakan antara obat luar dan obat dalam. Adapun obat luar, maka tidak ada larangan dalam menggunakan obat apapun, selama tidak najis dan tidak berbahaya bagi kulit.
Jika obat yang digunakan adalah barang najis, maka tetap dibolehkan, namun harus segera dicuci dan dibersihkan saat mau salat, karena barang najis tidak boleh dipakai saat salat.
Apa hukumnya jika obat luar tersebut berupa alkohol, apakah termasuk najis atau tidak? Sebagian ulama' tidak menganggapnya najis, mengingat tidak ada dalil secara jelas (shohih) yang menyebutnya najis.
Adapun ayat berikut: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah kotor termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS Al Maidah: 90)
Bahwa yang dimaksud 'kotor' pada ayat tersebut adalah kotor perbuatannya, bukan bendanya. Hal ini diperkuat oleh hadis-hadis, yang menyebutkan, bahwa, tatkala Allah mengharamkan arak (alkohol), para sahabat menumpahkan arak dari botol, sehingga Madinah banjir oleh arak.
Namun tidak ada satupun hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk menyiramnya. Padahal, jika itu najis, maka harus disiram dengan air.
Namun pendapat di atas, bertentangan dengan mazhab Syafi'i yang terkenal hati-hati, mengingat dalam ayat diatas ada kata kotor, maka arak dihukumi najis seperti halnya kotoran manusia.
Sementara obat dalam, yaitu obat yang dimakan, diminum, ditelan atau disuntikkan, maka disyaratkan obat tersebut termasuk dalam katagori halal. Jika ia berupa barang haram, seperti babi, atau unsur apapun dari babi, arak dan lain-lain, tidak dibolehkan kecuali dalam kondisi darurat.
Darurat adalah kondisi di mana jika obat tersebut tidak digunakan akan berakibat kebinasaan atau kesusahan yang sangat berat. Di antara kondisi yang masuk kategori darurat misalnya: sakit jantung, pernafasan, tipus.
Karena penyakit-penyakit tersebut jika tidak diobati, bisa berakibat kebinasaan atau kesusahan yang sangat berat. Namun penggunaan obat haram tersebut harus memenuhi beberapa syarat berikut :
1. Tidak ada obat lain yang menggunakan bahan yang halal.
2. Berobat secukupnya, tidak berlebih-lebihan
3. Tidak menikmatinya, melainkan hanya karena keterpaksaan.
4. Terbukti secara ilmiah, bukan dalam tahap coba-coba.
Sementara, jika barang haram tersebut bukan untuk menyelamatkan nyawa, atau menghilangkan kesusahan yang sangat berat, maka tidak dibolehkan, seperti obat kuat, obat penahan dingin, obat kesuburan. Hal ini berdasarkan hadis:
Dari Thariq bin Suwaid Al-Ja'fi berkata, dirinya bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hukum minum khamar dan Rasulullah saw mengharamkannya.
Dia bertanya, ”Tetapi ini untuk pengobatan.” Maka Rasulullah saw. menjawab, “Khamar itu bukan obat, tetapi penyakit.” (HR Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Dalam hadis:
Dailam Al-Humairi bertanya kepada Nabi saw., ”Ya Rasulullah, kami tinggal di negeri yang sangat dingin, tempat kami melawannya dengan perbuatan dahsyat, yaitu dengan cara meminum qamh ini. Khasiatnya bisa menguatkan tubuh kami dan melawan rasa dingin negeri kami.”
Rasulullah saw. bertanya, ”Apakah minuman itu memabukkan?” “Ya, memabukkan,” jawabnya. "Tinggalkanlah,” kata Rasulullah saw. “Tapi orang-orang tidak mau meninggalkan minuman itu,” balasnya. Maka Nabi saw. bersabda,”Kalau mereka tidak mau meninggalkan minuman itu, perangilah mereka.” (HR Abu Daud)
Wallahu a’lam
Tanya jawab oleh Ustaz Dr HM Yusuf Siddik MA
Dewan Syariah LAZNAS BSM Jakarta
Dialog Ramadan ini disponsori oleh Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Mitra Umat (LAZNAS BSM).
(maf)