Hukum Khitan bagi Wanita

Minggu, 27 Juli 2014 - 08:13 WIB
Hukum Khitan bagi Wanita
Hukum Khitan bagi Wanita
A A A
Pertanyaan:

Apa hukumnya khitan bagi wanita? Apa manfaat khitan bagi wanita? Bagaimana bila wanita tidak dikhitan?

Yunus-Palembang

Jawaban:

Terdapat sejumlah hadis yang mengisyaratkan bahwa wanita juga dikhitan. Antara lain: Rasulullah SAW bersabda : “Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.“ (H R Tirmidzi 108, Shahih).

Rasulullah SAW juga bersabda kepada Ummu 'Athiyah : “Apabila Engkau mengkhitan wanita, sisakanlah sedikit dan jangan potong (bagian kulit klitoris) semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami.“ (H R Al Khatib dalam Tarikh 5/327, dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah).

Imam Al Mawardi berkata, “Adapun khitan bagi wanita adalah memotong kulit pada kemaluan yang berada di atas lubang kemaluan tempat masuknya penis dan tempat keluarnya kencing, di atas pangkal yang berbentuk seperti biji. Pada bagian tersebut, kulit yang menutupinya diangkat, bukan pada bagian pangkal yang berbentuk biji”(Tuhfatul Maudud bi Ahkaamil Maulud : 192).

Menurut penjelasan Imam Al Mawardi yang dimaksud dengan bagian pangkal yang berbentuk biji adalah klitoris. Sedangkan yng diangkat adalah kulit penutup klitoris, sedangkan klitorisnya tetap dibiarkan. Sehingga khitan bagi wanita adalah dengan memotong sebagian kulit yang menutupi klitoris saja tanpa disertai pengangkatan klitoris.

Namun perlu ditegaskan, bahwa hukum khitan pada dasarnya disunnahkan, bukan diwajibkan. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW: “Perkara fitrah ada lima: berkhitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak." (HR. Bukhori dan Muslim).

Kelima perkara di atas, semuanya termasuk perkara sunnah yang bertujuan untuk menjaga kebersihan badan. Serta hadits Rasulullah SAW: "Ada empat perkara yang termasuk sunnah-sunnah para Rasul yaitu: khitan, memakai wangi-wangian, bersiwak dan menikah." (HR. Turmudzi dan Ahmad).

Hanya saja, untuk khitan laki-laki anjurannya lebih ditekankan, dan sebagian ulama' justru mewajibkan khitan untuk laki-laki, karena terkait dengan najis bekas air kencing yang ada pada kulup kepala penis, sedangkan suci dari najis merupakan syarat sahnya shalat.
Sedangkan khitan bagi wanita tujuannya untuk mengecilkan syahwatnya, yang ini hanyalah untuk mencari sebuah kesempurnaan dan bukan sebuah kewajiban. (Lihat Syarhul Mumti’ I/134). Rasulullah SAW bersabda : "Khitan adalah disunnahkan bagi laki-laki dan kemuliaan (makromah) bagi wanita." (HR. Ahmad dar Syidad ibn Aus).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang masalah khitan wanita yang terdapat dalam Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesi Nomor 9A Tahun 2008 Tentang Hukum Pelarangan Khitan Terhadap Perempuan.

Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan bahwa khitan bagi wanita adalah makromah (bentuk pemuliaan). MUI juga menjelaskan bahwa pelarangan khitan terhadap perempuan adalah bertentangan dengan ketentuan syariat Islam karena khitan, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam.

Dalam fatwanya tersebut, MUI juga menjelaskan batas atau cara khitan perempuan. Pelaksanaan khitan terhadap perempuan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Khitan perempuan dilakukan cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah/colum/preputium) yang menutupi klitoris.
2. Khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan dharar (keburukan).

Berkata Ibnu Taimiyah : "Manfaat khitan wanita adalah untuk menstabilkan syahwatnya, karena apabila wanita tidak dikhitan maka syahwatnya akan sangat besar.” (Majmu’ Fatawa 21/114)

Wallahu a’lam

Tanya jawab oleh Ustaz Dr HM Yusuf Siddik MA
Dewan Syariah LAZNAS BSM Jakarta

Dialog Ramadan ini disponsori oleh Lembaga Amil Zakat Nasional Bangun Sejahtera Mitra Umat (LAZNAS BSM).
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2873 seconds (0.1#10.140)